Pondok Pesantren Al Munawwir Gringsing - Batang

Bangsa Deutero Melayu : Nenek Moyang Bangsa Indonesia yang Sudah Mengenal Cara Membuat Peralatan dari Logam.

Siapa itu Bangsa Deutero Melayu?

Bangsa Deutero Melayu adalah bangsa  Austronesia dari ras Mongoloid yang tiba di Nusantara sekitar tahun 300 SM.

Bangsa Deutero Melayu memiliki pengetahuan mengecor logam dan membuat peralatan dari perunggu

Bangsa Deutero Melayu disebut juga sebagai Bangsa Melayu Muda. Dinamakan Melayu Muda karena migrasi mereka ke Nusantara terjadi pada gelombang kedua setelah bangsa Proto Melayu menetap di sana sejak 3000 SM.

Bangsa Deutero Melayu merupakan keturunan dari Bangsa Austronesia (Proto Melayu) yang berkohabituasi (kawin mawin) dengan Bangsa Han China. Hal ini yang menyebabkan ciri fisik Bangsa Deutero Melayu berbeda dengan pendahulunya, Proto Melayu.

Ciri-ciri ras Deutero Melayu:

  • Warna kulit coklat kemerah-merahan dengan sedikit banyak kuning kecoklatan
  • Rambutnya hitam dan lurus, tidak berewok
  • Dada dan badan tak banyak bulu.
  • Perawakannya  lebih kecil dibanding orang Eropa
  • Kaki dan tangannya kecil dan pendek
  • Mukanya sedikit lebar dan cenderung datar
  • Dahinya agak bulat, alis tipis, dan hitam
  • Hidungnya kecil, tidak mancung 
  • Puncak hidungnya agak bulat
  • Lubang hidung lebar.

Suku bangsa Indonesia yang termasuk keturunan bangsa Deutero Melayu adalah suku Jawa, Melayu dan Bugis.

Bangsa Deutero Melayu diklaim memiliki kebudayaan lebih maju dibanding Bangsa Proto Melayu. Bangsa ini datang ke Indonesia sembari membawa teknologi baru yang terbuat dari perunggu dan besi.  

Bagaimana cara Bangsa Deutero Melayu menyebar ke seluruh penjuru Indonesia?

Bangsa Deutero Melayu disebut juga sebagai bangsa bahari karena mereka menggunakan laut sebagai jalur migrasi dari dataran Asia ke Kepulauan Indonesia. 

Perahu Bercadik adalah tinggalan budaya Bangsa Austronesia yang hingga saat ini masih dapat kita temukan pada masyarakat nelayan Indonesia.

Bangsa Deutero Melayu masuk ke Nusantara melalui jalur Barat Indonesia. Rute perjalanan mereka dimulai dari Yunan (Teluk Tonkin) Vietnam Utara, menuju Thailand kemudian ke Semenanjung Barat Malaysia, lalu masuk ke Sumatera, Jawa, Bali, NTT dan Sulawesi.

Bangsa Deutero Melayu memiliki kemampuan tinggi dalam berlayar menempuh lautan luas. Mereka menguasai teknologi pelayaran sederhana dengan membuat perahu bercadik untuk berlayar dari satu tempat ke tempat lain. 

Perahu bercadik adalah perahu yang menggunakan penyangga di kanan kirinya untuk keseimbangan. Penyangga dibuat dari material kuat yang dapat mengapung dan tidak mudah lapuk. Biasanya berbentuk batang kayu yang dapat mengapung.

Proses migrasi Bangsa Deutro Melayu dari Asia menuju Indonesia dilakukan dalam jangka waktu yang lama. Bahkan migrasi ini dilakukan antar generasi ke generasi. Melalui proses evolusi inilah, akhirnya teknologi dan keterampilan berlayar menjadi salah satu corak budaya Bangsa Deutero Melayu.

Bangsa Deutero Melayu telah memilki pengetahuan astronomi terutama untuk hal-hal praktis dalam pelayaran. Sebelum mengenal kompas, bangsa Deutero Melayu menggunakan pengetahuan perbintangan untuk menentukan arah tujuan.

Bagaimana corak kehidupan bangsa Deutero Melayu?

Bangsa Deutero Melayu hidup secara menetap di desa-desa baik itu di daerah pegunungan, dataran rendah, dan di tepi pantai dalam tata kehidupan yang teratur dan terpimpin. 

Mereka adalah petani ulung yang telah berhasil mendomestikasi tumbuhan liar seperti padi dan keladi untuk kebutuhan pangan.  

Kepiawaian bercocoktanam merubah pola makan Bangsa Duetero Melayu. Hasil ladang mereka menyediakan karbohidrat dan sayuran lebih banyak daripada harus mencari di alam, sehingga gizi mereka terpenuhi. Tidak semua biji-bijian mereka konsumsi, melainkan ada yang disisihkan untuk benih yang akan ditanam pada tahun berikutnya. 

Bangsa Deutero Melayu adalah pelaut ulung. Mereka mengembangkan sistem perdagangan yang dilakukan antar pulau di Indonesia dan Daratan Asia Tenggara. 

Perahu bercadik memainkan peranan yang besar dalam sistem perdagangan ini. Perdagangan dilakukan dengan cara tukar-menukar barang (barter). 

Barang dagangan yang paling diminati adalah barang yang digunakan untu upacara religi dan bersifat khas, misalnya nekara perunggu, moko, dan benda-benda perhiasan, seperti manik-manik.

Apa saja hasil budaya Bangsa Deutero Melayu?

Migrasi Bangsa Duetero Melayu ke Nusantara bersamaan dengan dimulainya jaman logam. Disebut jaman logam karena tinggalan budaya pada jaman ini kebanyakan terbuat dari logam.

Tidak semua orang saat itu mampu membuat alat-alat logam. Hanya golongan terampil atau golongan undagilah yang mampu membuatnya.  Pembuatan perunggu harus menguasai teknik khusus yakni mencairkan logam tembaga dan timah hingga 1000 derajat celcius kemudian mencampur keduanya dengan perbandingan 3:10 sehingga diperoleh logam yang lebih keras.

Ada dua teknik utama dalam pembuatan barang-barang dari logam perunggu, yaitu cire perdue  dan bivalve.

  • Cire perdue atau lost-wax adalah teknik yang dipakai untuk membuat peralatan logam dengan cara mengecor model yang terbuat dari lilin yang telah dibungkus gerabah (tanah liat). Selama proses pengecoran, lilin akan mencair "hilang" akibat panas logam yang dituangkan dalam wadah. Keuntungan penggunaan teknik cire perdue yaitu logam yang dicetak mempunyai detail yang sempurna, sedangkan kelemahannya, cetakan pengecoran logam hanya dapat digunakan sekali pakai saja.
  • Bivalve adalah teknik pengecoran logam menggunakan dua cetakan berpresisi yang ditungkupkan. Pada kedua sisi dalamnya, sebelum digunakan untuk mencetak logam telah dipahat terlebih dahulu sehingga membentuk pola ruang sebagai wadah logam cair sesuai model yang akan dicetak. Keuntungan dari teknik bivalve (dua setangkup) dalam pengecoran logam yakni cetakan logam dapat digunakan berulang kali, sedangkan kelemahannya adalah terdapat rongga dalam benda logam yang sudah jadi sehingga kurang rigit dan kuat.

Tinggalan budaya jaman perunggu salah satunya bernama Nekara. Nekara adalah genderang perunggu berbentuk seperti dandang terbalik dengan bagian atas datar dan bagian bawah terbuka. 

Nekara perunggu berasal dari wilayah Dongson, Vietnam. Persebaran nekara perunggu meluas sampai ke seluruh wilayah Asia Tenggara seperti Thailand, Kamboja, Myanmar, Laos, Malaysia, dan Indonesia. 

Nekara memiliki banyak fungsi, diantaranya sebagai alat upacara keagamaan, genderang perang, alat memanggil hujan, bekal kubur, dan mas kawin. 

Di Alor, Flores, dan Rote Nusa Tenggara Timur fungsi nekara lebih sebagai sarana upacara, lambang status sosial, dan sebagai mas kawin. 

Di Bali, nekara berfungsi sebagai benda pemujaan sakral dan wadah kubur. Nekara disimpan di tempat yang dianggap suci, seperti di Pura Penataran Sasih. Melalui media nekara tersebut, masyarakat Bali Kuno memohon keselamatan, menolak bala, meminta hujan, dan mengusir roh-roh jahat. Adapun fungsi nekara sebagai wadah kubur ditemukan di Desa Manikliyu, Kintamani, Bali.

Nekara lokal buatan Indonesia adalah nekara tipe Pejeng (Bali). Nekara Pejeng berukuran besar dan memiliki tinggi 1,98 m. Nekara ini merupakan produk asli Indonesia didasarkan pada temuan berupa cetakan dari batu, yang diduga sebagai cetakan untuk membuat nekara, di Desa Manuaba Gianyar, Bali. 

Situs Manuaba sendiri diduga kuat merupakan situs perbengkelan alat-alat logam yang ada di Bali. Hal ini dibuktikan dengan ditemukannya lima buah fragmen cetakan batu.

Nekara dengan ukuran mini disebut Moko. Barang ini banyak ditemukan di Indonesia Timur. Orang Alor menyebutnya “moko" atau "mako", sedangkan penduduk Pulau Pantar menamakan benda ini "kendang perunggu". Bentuk moko masuk dalam nekara tipe Pejeng, tetapi dengan ukuran kecil dengan hiasan-hiasan yang lebih sederhana. 

No comments

Powered by Blogger.