Teori Prestasi Belajar
Hai
sahabat Story mengerjakan skripsi memang susah yah. Apalagi kalau dosen
nyuruh baca buku satu rak di perpustakaan, pasti pening sekali yah.
Baiklah, kali ini Mimin mau ngeshare referensi tentang
teori-teori yang berkaitan dengan prestasi belajar biar sahabat Story nggak pusing-pusing
lagi cari buku yang belum jelas keberadaannya buat penelitan pendidikan. Yuk
langsung saja kita bahas!.
Jadi
sahabat Story pengertian prestasi belajar menurut menurut para ahli itu sebagai
berikut:
Arikunto (2006:33) prestasi adalah hasil
usaha siswa selama mengikuti pembelajaran yang diukur guna memenuhi kebutuhan
pembelajaran.
Suryabrata (2001:297) mendefinisikan
prestasi belajar sebagai hasil belajar siswa yang dinilai oleh guru berkaitan
dengan kemajuan siswa selama mengikuti pembelajaran dalam waktu tertentu.
Winkel (1983: 161) prestasi belajar
merupakan kegiatan belajar yang menghasilkan suatu perubahan yaitu hasil
belajar.
Trus
apa bedanya prestasi belajar dan hasil belajar yah sahabat Story?
Umar, dkk. (2000:11) membedakan definisi
prestasi belajar (achievement) dengan
hasil belajar (learning). Menurutnya
prestasi belajar bersifat pengetahuan sehingga dalam pengukurannya yang diukur
adalah tingkat kemampuan siswa dalam penguasaan materi. Sedangkan hasil belajar
meliputi aspek keseluruhan terhadap perubahan perilaku akibat pengalaman
belajar siswa.
Sahabat
Story meskipun pada suatu rombongan belajar
(kelas) diberi materi dan metode yang sama tetapi kok hasil prestasi belajar siswanya bisa beda, kenapa yah?
Menurut Suryabrata (2001:233) pencapaian
prestasi belajar dipengaruhi oleh dua faktor, yakni faktor eksternal dan
internal. Faktor eksternal atau pengaruh yang muncul dari luar diri siswa
dikelompokan menjadi dua bentuk yaitu faktor non sosial dan sosial. Faktor non
sosial meliputi gejala alam seperti cuaca, suhu maupun letak geografis.
Sedangkan faktor sosial meliputi kebutuhan manusia sebagai mahluk sosial berupa
keadaan ekonomi, kebutuhan akan rasa aman dan kebutuhan untuk beriteraksi
dengan sesama manusia. Faktor kedua berasal dari internal atau pengaruh yang
muncul dari dalam diri siswa. Faktor internal dikelompokan menjadi dua
kelompok. Kelompok pertama berasal dari faktor fisiologi yaitu pengaruh yang
muncul dari kondisi jasmani seperti contohnya adalah kesehatan siswa dan
kelompok kedua berasal dari fakor psikologis, yaitu pengaruh yang muncul dari
kejiwaan siswa seperti contohnya adalah keadaan emosional.
Terus
apa dong ciri-ciri siswa yang sudah belajar sahabat Story?
Siswa dapat dikatan belajar apabila di dalam
diri siswa mengalami perubahan perilaku psikologis sebagai respon dari
pengalaman-pengalaman mereka yang didapat selama proses belajar. Untuk mengukur
semua perubahan-perubahan itu pastinya sulit dilakukan oleh guru, utamanya pada
pengukuran afektif. Hal itu disebabkan karena ranah afektif merupakan kawasan
yang bersifat tak dapat diraba sehingga untuk mengukurnya guru hanya bisa
mengambil gambaran perubahan tingkah laku siswa yang penting saja dan sekiranya
penilaian tersebut dapat mencerminkan perubahan akibat proses belajar meliputi
dimensi cipta, rasa, maupun karsa.
Sahabat
Story, untuk mengukur siswa dikatakan belajar gimana yah?
Tenang sahabat Story dulu Benjamin Bloom
(1956) telah mengidentifikasi ranah kognitif dengan untuk mengukur pengetahuan
siswa menggunakan model taksonomi ranah kognitif. Ranah ini mencakup ingatan
atau pengalaman terhadap fakta-fakta, pola prosedural, dan konsep yang dapat
memungkinkan berkembangnya kemampuan dan skill intelektual. Ada enam kategori
utama dalam model ini yang didata dari perilaku sederhana hingga kompleks,
yaitu (Huda, 2014: 170-171):
1. Pengetahuan
(knowledge)
Pada tahap ini siswa mengingat
data atau informasi.
2. Pemahaman
(Comprehension)
Individu memahami makna,
terjemahan, interpola, dan interpretasi atas instruksi-instruksi dan
masalah-masalah. Pada tahap ini pula, mereka umumnya mampu menyatakan suatu
masalah dengan caranya sendiri.
3. Penerapan
(Application)
Tahap ini memungkinkan individu
untuk menggunakan suatu konsep dalam situasi yang baru. Individu pada tahap ini
pula bisa menerapkan apa yang telah dipelajari di ruang kelas ke dalam
situasi-situasi yang rumit di tempat kerja.
4. Analisis
(Analysis)
Pada tahap ini, individu sudah
mampu memisahkan materi-materi atau konsep-konsep ke dalam bagian-bagian
komponen sehingga struktur organisasinya dapat dipahami. Individu mampu
membedakan antara fakta dan dugaan.
5. Sinstesi
(Syntesis)
Individu yang mencaai level
sintesis mampu membangun semacam struktur atau pola dari berbagai elemen yang
berbeda-beda. Ia mampu menggabungkan berbagai macam bagian ke dalam satu keseluruhan,
dengan menekankan pada upaya menciptakan makna atau struktur yang baru.
6. Evaluasi
Pada tahap terakhir ini, individu
sudah bisa membuat peniaian tentang nilai suatu gagasan atau materi.
Itukan
untuk ngukur pengetahuan (kognitif) saja
kalau sikap (afektif) gimana dong?
Adalagi sahabat Story untuk penilaian
sikap siswa. Krathwohl (1973) menyusun kriteria untuk mengklasifikasi perilaku-perilaku
yang mengindikasikan sikap kesadaran, minat, perhatian, fokus, tanggung jawab,
dan respon siswa selama berinteraksi dengan orang lain dengan Taksonomi sikap
Krathwohl yang terdiri dari lima level sebagai berikut (Huda, 2014: 164-166):
1. Menerima
(Recieving)
Pada level ini, siswa terlebih
dahulu menyadari apa yang disajikan dan selalu ingin mencatat dan mengingatnya.
2. Merespon
(Responding)
Setelah menerima stimulus,
siswa-siswa mulai meresponnya untuk memperoleh pengetahuan baru. Pada level
ini siswa akan mencari
aktivitas-aktivitas belajar dengan rasa puas karena telah berhasil
berpartisipasi di dalamya.
3. Menghargai (Valuing)
Siswa membuat keputuasan tentang
nilai dan komitmennya untuk dan terlibat dalam nilai tersebut. Mereka membuat
pilihan dan ketika sudah menerima suatu nilai, berusaha untuk mengajak orang
lain menuju nilai yang dipilihnya.
4. Mengatur
(Organising)
Pada level ini ini mengharuskan
siswa untuk mengorganisasi nilai-nilai dan mengkostruksi suatu sistem yang
dapat mengatur serangakaian sikap, kepercayaan, dan nilai-nilai dengan
menghubungkannya antar satu sama lain.
5. Berkarakter
dengan Nilai (Characterising by a Value)
Siswa pada level ini sudah mulai
berusaha menginternalisasikan dan mengorganisasi nilai-nilai ke dalam suatu
sistem dan dapat menerapkan nilai-nilai tersebut sebagai filsafat hidunya untuk
menghadapi berbagai macam situasi nyata.
Terus
gimana dong caranya ngukur untuk
ranah Psikomotorik?
Pada ranah psikomotor Simsons (1972) menilai
dari gerakan fisik, koordinasi dan penggunaan skill-skill motorik. Ada tujuh
kategori utama ranah psikomotor yang diurut dari perilaku yang paling sederhana
hingga paling kompleks, yaitu sebagai berikut (Huda, 2014: 167-169):
1. Persepsi
(Perception)
Ini merupakan kemampuan
menggunakan isyarat-isyarat sensorik untuk memandu aktivitas motorik. Persepsi
mencakup mulai dari stimulasi sensorik, melalui seleksi isyarat, hingga
penerjemahan.
2. Keteraturan
(Set)
Kemampuan ini mencerminkan kesiapan
dalam bertindak. Ia mencakup faktor-faktor mental, fisik, dan emosional. Tiga
rangakaian ini merupakan bawaan yang sejak awal memungkinkan seseorang mampu
merespon situasi yang berbeda-beda. Kemampuan ini sering dikenal dengan mindset.
3. Respon
terbimbing (Guided Response)
Respon semacam ini biasanya
menjadi tahap awal dalam mempelajari skill yang komplek. Respon terbimbing
pastilah melibatkan imitasi dan trial and
error. Untuk mencapai kelayanan performa yang memadai, seseorang harus
berpraktik terus menerus.
4. Mekanisme
(Mechanism)
Tahap ini merupakan tahap
pertengahan dalam mempelajari skill yang komplek. Respon yang dipelajari sudah
mulai menjadi semacam kebiasaan dan gerakan-gerakan tersebut sudah bisa
ditunjukan dengan kepercayaan diri yang penuh.
5. Respons
Cepat (Complex Overt Response)
Tahap ini menunjukan performa
motorik yang sudah skill full yang melibatkan pola-pola gerakan yang komplek.
Kecakapan diindikasikan oleh kecepatan, akurasi, performa sistematis, tanpa
terlalu banyak menghabiskan energi. Kategori ini menunjukan kemampuan seseorang
yang sudah profesional tanpa keragu-raguan, sejenis performa otomatis.
6. Adaptasi
(Adaptation)
Pada tahap ini, skill-skill sudah
berkembang dengan baik, dan individu sudah memodifikasi pola-pola gerakannya
untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan tertentu yang berbeda.
7. Inisiasi
(Origination)
Mereka yang sampai tahap ini sudah mampu
menciptakan pola-pola pergerakan yang baru untuk menyesuaikannya dengan situasi
dan problem tertentu. Ini juga mencakup hasil-hasil pembelajaran yang menekan
pada kreativitas berbasis skill-skill tingkat tinggi.
Trus
tujuan penilaian ketiga ranah tersebut buata apa yah sahabat Story?
Menurut Nana Sudjana dan Ibrahim (1989:111) fungsi
penilaian digunakan untuk mengetahui tecapainya tujuan pembelajaran yaitu
tecapainya tingkat penguasaan siswa terhadap materi yang diajarkan oleh guru
sesuai dengan tujuan instruksional khusus, juga mengetahui efektivitas pembelajaran
yang telah dilakukan oleh guru.
Dalam penilaian, nilai disimbolkan pada
angka maupun huruf. Ada beberapa altermatif norma dalam pengukuran keberhasilan
siswa yang biasanya digunakan di sekolah menengah atas, yaitu: 1) norma skala
angka dari 0 sampai 10 dan 2) norma skala angka dari 10 sampai 100. Batasan
minimum keberhasilan belajar siswa juga sangat penting untuk ditetapkan. Angka
terendah kelulusan pada skala 0-10 adalah 5,5 atau 6,0. Sedangkan untuk 0-100
adalah 55 atau 60. Prinsipnya adalah siswa setidaknya mampu menyelesaikan lebih
dari separuh tugas atau menjawab setengah dari instrumen evaluasi dengan benar.
Sehingga dengan memenuhi kriteria seperti di atas, siswa sudah dianggap lulus
karena mereka telah memenuhi target minimal keberhasilan (Syah, 2013: 150).
Trus
hasil penilaian mau dipakai buat apa??
Hasil penilaian tersebut nantinya
digunakan sebagai bahan mengevaluasi pembelajaran. Menurut Kunandar (2009:377)
evaluasi pembelajaran adalah suatu tindakan yang dilakukan oleh guru dalam
menentukan nilai keberhasilan siswa setelah mereka mengikuti kegiatan belajar
dalam periode waktu tertentu. Sehingga evaluasi merupakan salah satu tahapan
penting dalam pembelajaran. Alasanya: (1) evaluasi digunakan sebagai alat untuk
mengetahui tecapainya tujuan pembelajaran meliputi: penguasaan materi,
nilai-nilai dan keterampilan yang dipelajari oleh siswa, (2) evaluasi digunakan
untuk mengetahui kelemahan siswa selama mengikuti kegiatan belajar, (3)
evaluasi digunakan untuk mengumpulkan informasi yang berkaitan dengan proses
pembelajaran sebagai masukan berupa umpan balik dari guru ke siswa maupun
sebaliknya, dan (4) evaluasi digunakan sebagai bahan laporan hasil belajar
siswa kepada orang tua siswa (Sulistyorini 2009:47).
Sahabat
Story mimin juga mau ngasih daftar pustaka prestasi belajar
sekalian nih buat kalian, dijamin semua
dari buku lho.
- Arikunto, Suharsimi. 2006. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
- Huda, Miftahul. 2014. Model-model Pengajaran dan Pembelajaran: Isu-isu metodis dan Paradigmatis. Yogyakarta: Pustaka Belajar.
- Kunandar. 2009. Guru Profesional: Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dan Sukses dalam Sertifikasi Guru. Jakarta: Rajawali Press.
- Sudjana, Nana dan Ibrahim. 1989. Pendidikan dan Penelitian Pendidikan. Bandung: Sinar Baru.
- Sulistyorini. 2009. Evaluasi Pendidikan dalam Meningkatkan Mutu Pendidikan. Yogyakarta: Penerbit Teras.
- Suryabrata, Sumadi. 2001. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
- Syah, Muhibbin. 2013. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
- Umar, Jahja dkk., 2000. Penilaian dan Pengujian untuk Guru SLTP. Jakarta: Depdiknas.
- Winkel, W., 1983. Psikologi Pendidikan dan Evaluasi Belajar. Jakarta: Gramedia
Nah,
gimana sahabat Story komplit kan? Iya
dong, kan mimin sayang sama kalian
semua, jadi sebisa mimin kasih yang terbaik deh.
Semoga sahabat Story yang sekarang lagi mengerjakan Penelitian Tindakan Kelas
(PTK) cepet kelar, yang kuantitatif gak
pusing cari “Y”nya begitupula yang Pengembangan atau RnD ya sahabat Story cepet
nemu produk yang cocok untuk meningkatkan prestasi belajar siswa. Amin.
Post a Comment