Teori Model Pembelajaran Kontekstual
Hay sahabat Story
yang lagi bingung cari teori tentang model pembelajaran Kontekstual (CTL). Sudah
ngopi belum? Kalau belum, bikin dulu deh, biar otak kalian yang kelelahan bisa
bekerja maksimal lagi. Tenang kok Mimin
tunggu. Sudah bikin kopinya? Kalau sudah yuk
kita bahas model pembelajaran Kontekstual. Kira-kira apa yah model pembelajaran kontekstual itu, yuk langsung saja kita bahas bersama-sama.
Apa itu model pembelajaran?
Dilihat
dari susunan kalimatnya sahabat Story, “model pembelajaran”
terdiri dari dua kata yang saling berhubungan yaitu “model” dan “pembelajaran”.
Model berarti pola, acuan, contoh, dan ragam dari sesuatu yang akan dibuat atau
dihasilkan (kbbi.web.id/model) dan pembelajaran berarti proses, cara, dan
perbuatan untuk menjadikan orang atau makhluk hidup belajar (kbbi.web.id/ajar).
Dasar kata
Pembelajaran sendiri berasal dari kata “belajar”. Menurut Burton (1984) belajar
adalah proses perubahan tingkah laku pada individu yang disebabkan oleh adanya interaksi
antar individu dan lingkungannya. Kemudian pendapat itu diperkuat oleh Gagne
Berlinger yang mengemukakan bahwa belajar merupakan proses di mana suatu
organisme berubah perilakunya akibat pengalaman (Siregar dan Nara 2014: 61).
Merujuk pada definisi di atas pengertian belajar adalah proses seseorang dalam
merubah pola hidupnya melalui interaksi. Sehingga dapat diambil kesimpulan
bahwa model pembelajaran merupakan sebuah acuan yang dipakai untuk merubah
tingkah laku seseorang melalui proses belajar.
Trianto
menjelaskan lebih lanjut bahwa model pembelajaran merupakan suatu perencanaan
yang digunakan sebagai acuan untuk mendesain pola-pola mengajar dan menentukan
materi/perangkat pembelajaran (Trianto, 2007:2). Pola-pola tersebut berisi
tujuan-tujuan pengajaran, tahap-tahap dalam kegiatan pembelajaran, lingkungan
pembelajaran, dan pengelolaan kelas.
Apa itu model pembelajaran Kontekstual?
Kata contextual
berasal dari kata contex yang berarti “hubungan, suasana, atau keadaan”, dengan
demikian pembelajaran kontekstual dapat diartikan sebagai suatu pembelajaran
yang berhubungan dengan suasana tertentu (Hosnan, 2014:267).
Pengertian pembelajaran
kontekstual atau contextual
teaching and learning (CTL) menurut Trianto (2007: 101) adalah sebuah
konsepsi yang membantu guru dalam mengaitkan konten pembelajaran dengan situasi
dunia nyata sehingga dapat memotivasi siswa dalam membuat hubungan antara
pengetahuan dan penerapannya dalam kehidupan mereka.
CTL menurut Kemendiknas (2010: 3) merupakan sebuah proses pembelajaran
holistic yang bertujuan memahami pemaknaan dari materi pembelajaran dengan
mengaitkan materi pada konteks kehidupan siswa sehari-hari baik konteks
pribadi, social, dan kultural sehingga siswa memiliki pengetahuan dan
keterampilan yang dapat diterapkan dari satu permasalahan ke permasalahan
lainnya.
Nurhadi (2000)
menjelaskan bahwa CTL merupakan konsep pembelajaran yang membantu siswa
mengaitkan antara materi pembelajaran dengan dunia nyata yang mereka alami
untuk mendorog siswa mencari hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya
dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan
masyarakat (Rusman, 2014:189).
Dengan kata lain
melalui CTL guru
menghadirkan dunia nyata ke dalam kelas dan mendorong siswa mencari hubungan
antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan
sehari-hari (Hosnan,2014: 267).
Apa manfaat penerapan model pembelajaran kontekstual?
Keneth (2001
dalam Rusman 2014: 190-191) mendefinisikan CTL sebagai pembelajaran dimana
siswa menggunakan pemahaman dan kemampuan akademiknya untuk memecahkan permasalahan
secara nyata maupun simulatif, baik individu maupun kelompok. Melalui model
pembelajaran kontekstual, kegiatan mengajar bukan sekedar transfer pengetahuan
dari guru ke siswa, akan tetapi guru berupaya mengajari dan memfasilitasi
siswanya untuk mencari kemampuan hidup (life skill). Dengan demikian,
pembelajaran akan lebih bermakna karena sekolah dekat dengan masyarakat (bukan
dari segi fisik), melainkan secara fungsional. Yaitu apa yang dipelajari di
sekolah senantiasa berhubungan dengan situasi dan permasalahan di lingkungan
masyarakat maupun keluarga.
Apa landasan teoritis model pembelajaran kontekstual?
Landasan
teoritis model pembelajaran
kontekstual mulanya dikembangkan oleh John Dewey. Pada tahun 1918 Dewey
merumuskan sebuah kurikulum yang menekankan pada pengalaman belajar siswa yang
diperoleh dari lingkungan sekitarnya (Hakim, 2008: 57). Pada dasarnya
pembelajaran dengan pendekatan kontekstual berakarkan pada pandangan kontruktivisme.
dimana proses pembangunan pengetahuan seseorang
akan banyak dipengaruhi oleh konteks dari lingkungan dimana dia hidup dan
berada (Johnson, 2010: 42-57). Barang tentu dalam menggambarkan sebuah objek,
antara individu satu dengan lainnya akan berbeda. Hal itu karena ide-ide atau
pengetahuan awal seseorang sangat dipengaruhi oleh berbagai pengalaman yang
dijumpainya sehari-hari (Hasnawati, 2006: 55).
Landasarn
filosofi konstruktivisme dalam pembelajaran menekankan pada kontruksi
pengetahuan yang sudah ada di dalam alam pikiran siswa. Suprijono (2009:
78-79) mengasumsikan bahwa dalam
aliran konstruktivis ide siswa dapat dikondisikan dan diperoleh dari proses
menghubungkan antara alam pikiran dengan konteks social dan fisik.
Bagaimana karakter model pembelajaran kontekstual?
Setiap model
pembelajaran memiliki persamaan dan perbedaan karakter dengan model lainnya.
Hal itu karena setiap model memililiki karakter khusus yang berimplikasi pada
perbedaan dalam membuat desain (skenario) yang disesuaikan dengan model yang
diterapkan. Ada tujuh prinsip
pembelajaran kontekstual yang harus dikembangkan oleh guru. Prinsip pertama adalah konstruktivisme
merupakan dasar landasan berpikir CTL, yaitu pengetahuan dibentuk oleh manusia
sedikit demi sedikit yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas.
Manusia membangun pengetahuan melalui pengalamannya. Oleh karena itu strategi
dalam CTL untuk pembelajaran siswa adalah menghubungkan anara setiap konsep
dengan kenyataan. Dalam hal ini tugas guru adalah mengerahkan kemampuannya
untuk membimbing siswa untuk mendapatkan makna dalam setiap konsep yang
dipelajarinya. Oleh karena itu guru harus mempunyai wawasan yang luas sehingga
mudah memberikan ilustrasi. Sumber belajar dan media pembelajaran dapat
dimanfaatkan sebaik-baiknya oleh guru untuk merangsang siswa aktif mencari dan
menemukan sendiri antara konsep yang dipelajri dengan pengalamannya. (Rusman,
2014: 193-194).
Prinsip kedua
yaitu inquiry yang berarti menemukan merupakan
kegiatan inti dari CTL. Proses ini menegaskan bahwa pengetahuan dan
keterampilan bukan merupakan hasil dari mengingat seperangkat fakta-fakta.
Sesuatu hasil yang ditemukan sendiri secara emosional merupakan kepuasan
tersendiri dibandingkan pemberian. Jika dihubungkan dengan pendekatan pembelajaran,
kepuasan secara emosional berupa hasil kreatifitas siswa sendiri akan lebih
tahan lama diingat daripada sepenuhnya diberikan oleh guru. Sehingga perlu
ditumbuhkan kebiasaan kreatif siswa agar bisa menemukan pengalaman belajarnya
sendiri (Rusman, 2014:194).
Prinsip ketiga
yaitu bertanya yang menjadi karakteristik CTL
adalah kemampuan siswa untuk bertanya. Siswa dibiasakan untuk bertanya sehingga
guru harus membuat suasana belajar yang merangsang keingintahuan siswa. Dalam
CTL, pertanyaan yang diajukan oleh guru ataupun siswa harus menjadi alat atau
pendekatan sumber belajar yang ada kaitannya dengan kehidupan nyata. Tugas guru
adalah membimbing siswa melalui pertanyaan untuk mecari dan mengkaitkan antara
konsep pelajaran dengan kehidupan nyata. Melalui penerapan bertanya, proses
pembelajaran akan menjadi hidup sehingga akan menghasilkan pembelajaran yang
lebih luas dan mendalam (Rusman, 2014: 195).
Prinsip keempat
yaitu masyarakat belajar (Learning Community)
yang maksudnya adalah membiasakan siswa melakukan kerja sama dengan
memanfaatkan sumber belajar dari teman-temannya. Hasil pembelajaran didapat dari kerja sama
melalui berbagi pengalaman siswa sehingga anak dibiasakan untuk memberi dan
menerima pengetahuan dalam kelompok belajar. Guru membimbing dan mengarahkan siswa
untuk mengembangkan rasa ingin tahunya dengan memanfaatkan sumber belajar yang
luas dan tidak tersekat oleh dinding kelas. Siswa dapat memanfaatkan sumber
manusia lain di luar kelas misal keluarga dan masyarakat untuk meningkatkan
pengalamannya dengan mencari pengetahuan dari komunitas lain (Rusman, 2014:
195-196).
Prinsip kelima
yakni pemodelan yang dapat dijadikan sebagai
alternatif mengembangkan pembelajaran agar kebutuhan siswa dapat terpeneuhi
secara menyeluruh. Keterbatasan yang dimiliki oleh guru dapat diatasi dengan
teknologi sehingga guru bukan satu-satunya sumber belajar bagi siswa (Rusman,
2014: 196).
Prinsip
keenam adalah Refleksi
yaitu cara berpikir tentang pengulangan apa yang telah dipelajari oleh siswa.
Dengan kata lain refleksi adalah berpikir kembali tentang apa yang telah
didapati siswa selama pelajaran berlangsung. Pada saat refleksi siswa diberi
kesempatan untuk mencerna, menimbang, membandingkan, menghayati, dan melakukan
diskusi dengan dirinya sendiri (learning
to be). Refleksi merupakan sarana internalisasi pengalaman belajar ke dalam
jiwa siswa sehingga siswa mempunyai kemampuan untuk mengaplikasikan
pengetahuan, sikap, dan keterampilan
pada dunia nyata (Rusman, 2014:197).
Prinsip ketujuh
dan menjadi yang terakhir adalah penilaian
sebenarnya yaitu melakukan penilaian yang berfungsi untuk mendapatkan informasi
mengenai kualitas penerapan pembelajaran CTL berupa hasil pembelajaraan siswa.
Proses pengumpulan data dan informasi
dapat dijadikan petunjuk guru untuk mengetahui pengalaman belajar siswa.
Guru akan mengetahui kemajuan dan kemunduran juga kesulitan belajar siswa
sehingga guru dapat dengan mudah melakukan upaya perbaikan dan penyempurnaan
saat membimbing siswanya. Penilaian tidak hanya dilakukan di akhir
pembelajaran, akan tetapi secara integral dilakukan selama proses pembelajaran
berlangsung (Rusman 197-198).
Nah, gimana sahabat Story? Mimin gag pelit kan ngasih teorinya. Dijamin deh, teori model pembelajaran kontekstual yang kalian baca asli
dari buku. Sambil ngopi yuk dikerjain
skripsinya biar cepet selesai. Oh, ya
kalian boleh copy-paste kok, tapi biar kalian gag kena plagiasi, diedit
dikit-dikit ya... Okay!
Nih daftar pustakanya admin kasih sekalian.
- Hakim, Lukmanul. 2008. Perencanaan Pembelajaran. Bandung: Wacana Prima.
- Hasnawati. 2006. Pendekatan Contextual Teaching Learning Hubungannya dengan Evaluasi Pembelajaran. Jurnal Ekonomi & Pendidikan. Vol 3, No 1. 53-62.
- Hosnan, M. 2014. Pendekatan Saintifik dan Kontekstual dalam Pembelajaran Abad 21: Kunci Sukses Implementasi Kurikulum 2013. Bogor: Ghalia Indonesia.
- Johnson, Elaine B. 2010. CTL: Menjadikan Kegiatan Belajar Mengajar Mengasyikkan dan Bermakna. Bandung: Kaifa Learning.
- Kemendiknas. 2010. Pembelajaran Kontekstual. Jakarta: Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan Kementrian Pendidikan Nasional.
- Rusman. 2014. Model-model Pembelajaran: Mengembangkan Profesionalisme Guru. Jakarta: Raja grafindo Persada.
- Siregar, Eveline dan Hartini Nara. 2014. Teori Belajar dan Pembelajaran. Bogor: Penerbit Ghalia Indonesia.
- Suprijono, Agus. 2009. Cooperative Learning: Teori & Aplikasi PAIKEM. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
- Trianto. 2007. Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik (Konsep Landasan Teoritis Praktis dan Implementasinya). Jakarta : Prestasi Pusaka.
Post a Comment