Pondok Pesantren Al Munawwir Gringsing - Batang

Maklumat Nomor X dan Bubarnya Dwitunggal Sukarno-Hatta


Cita-cita Hatta adalah membentuk negara federal, tetapi ia sadar bahwa bentuk negara federal belum populer di Jawa. Dalam Maklumat No. X (16 Oktober 1945) terdapat gagasan Hatta bahwa partai sangatlah penting untuk tujuan mempertahankan kemerdekaan. Partai politik merupakan tempat terhimpunya beragam potensi dan kecerdasan politik pada diri anak bangsa untuk menghasilkan sesuatu yang terbaik dalam konteks pengelolaan negara. Partai juga merupakan titik temu antara State dan Civil Society. Gagasan tersebut ditentang oleh Soekarno karena Soekarno tidak menginginkan banyak partai politik. Hatta meletakan jabatan wakil presiden pada tahun 1957  karena Hatta merasa, bahwa jabatan wakil presiden hanyalah seremonial saja menurut UUDS 1950. Ketika Hatta turun semakin terbuka lebar bagi lahirnya demokrasi terpimpin. Pemberontakan Juga terjadi didaerah daerah melawan pemerintah pusat seperti pemberontakan di Sulawesi dan Sumatera, pemberontakan tersebut terinspirasi oleh mundurnya Hatta.

Retaknya Dwitunggal kian melebar, ketika Soekarno berpidato pada hari Sumpah Pemuda tahun 1956, ketika itu ia mencanangkan pentingnya Demokrasi Terpimpin. Tetapi Demokrasi Terpimpin kurang disetujui oleh Hatta. Dalam pidato  pengukuhan doktor H. C. dari Universitas Gajah Mada, Hatta pada tanggal 27 November 1956 berkata: “Demokrasi Terpimpin tujuannya baik, tetapi  cara dan langkah yang hendak diambiluntuk melaksanakan tujuan baik itu nampaknya menjauhkan dari tujuan baik. Sekitar tahun 1957, pertentangan belum meruncing betul dengan Soekarno, bahkan Hatta dalam sebuah surat kabar menganjurkan bahwa “untuk mengatasi kesulitan yang bertumpuk tumpuk yang sukar diatasi oleh Kabinet Parlementer dewasa ini, sudah seharusnyadiadakan Kabinet Presidensil dibawah Presiden Soekarno sendiri”.
Setelah Hatta turun jabatan, kritik Hatta terhadap pemerintahan Soekarno nampaknya lebih pedas. Hatta melihat banyak kejanggalan dalam pengelolaan negara. Hatta mengkritik Soekarno melalui media massa seperti Pikiran Rakjat dan Pandji Masyarakat sperti berikut ini: “ Dalam jangka waktu lama, Indonesia hidup dalam bayangan feodalisme. Tetapi  neofeodalisme Soekarno lebih jahat dan lebih ganas”. Soekarno nampaknya murka dengan tulisan itu. Pada tahun 1960, sejumlah surat kabar yang mempublikasikan tulisan Hatta dibrebdel dan dilarang terbit.

No comments

Powered by Blogger.