TAN MALAKA Biografi Singkat 1897-1949
Tan
Malaka adalah teladan tokoh revolusi kiri yang militan, radikal, dan
revolusioner. Sebagai seorang ideolog, Tan Malaka menuangkan buah pikirannya
melalui karyanya Naar de Republiek
Indonesia “ Menuju Republik Indonesia” pada tahun 1924 yang mendahului
karya bung Hatta Indonesia Vrije “ Indonesia Merdeka pada tahun 1928 dan Menuuju Indonesia Merdeka karya Bung
Karno.
Sutan
Ibrahim Datuk Tan Malaka lahir di Pandan Gadang Suluki, Sumatera Barat, pada 2 Juni 1897. Pada usia 12 tahun, Tan
Malaka berkesempatan mengecap sekolah pendidikan guru yang didirikan oleh
pemerintah Hindia Belanda di Bukittinggi. Tan Malaka lulus pada tahun 1913.
Lalu atas rekomendasi Horesma, dan berkat pinjaman dana dari para engku sebesar Rp. 50 per bulan, pada
usia 17 tahun dia melanjutkan studi ke negeri Belanda untuk sekolah di
Rijksweekschool (Sekolah Pendidikan Guru Pemerintah) di Haalem.
Di
negeri Belanda, Tan Malaka menyerap ideologi yang menjadi titik perjuangannya
sampai akhir hayat. Disana ia bertemu dengan Herman (pemuda pelarian dari
Belgia) dan seorang Belanda bernama Van Der Mey yang sedikit membuka mata Tan
terhadap politik.
Sepak
terjang Tan Malaka menjadi bukti semangat perlawanan dari para pemuda Minangkabau.
Meski terkenal sebagai wilayah yang kuat menganut agama Islam, siapa nyana
justru ideologi kiri seperti sosialisme dan komunisme bercokol kuat disana.
Bahkan agama Islam menjadi basis persemaian ideologi kiri di Minangkabau. Koalisi
antara soialisme/komunisme dan Islam disokong oleh motif yang sama yaitu untuk
membebaskan diri dari kolonialisme.
Di
Belanda Tan Malaka berkenalan dengan teori revolusioner, sosialisme, dan
Marxisme-komunisme melalui berbagai buku
dan brosur. Tan Malaka juga berinterkasi dengan mahasiswa Belanda dan dari Indonesia. Dia
semakin yakin bahwa melalui jalan revolusi, Indonesia harus bebas dari
penjajahan Belanda.
Selama
di Belanda, Tan Malaka sering sakit karena makanan dan iklim Belanda yang tidak cocok. Dalam keadaan yang
sangat terbatas dia melanglang buana membentuk dan membangun ideologi dalam
perjalanan panjang dari Belanda, Jerman, Rusia, kemudian naik kereta api
Trans-Siberia melalui gurun es hingga Vladivostok di Timur, terus ke Amoy,
Shanghai, Manila, Canton, Bangkok, Singapura, Semenanjung Malaya dan Burma. Di
perjalanan itu, Tan Malaka sembari membangun kekuatan antipenjajahan di antara
bayang-bayang intelijen Inggris, Amerika, dan Belanda.
Pada
november 1919, Tan Malaka pulang ke Indonesia. Lalu ia menjadi guru di sekolah
yang didirikan oleh perusahaan perkebunan Eropa. Disana ia mengajar anak-ana
kuli kontrak di perkebunan tembakau milik orang Jerman dan Swiss di Deli, dekat
Medan Sumatera Utara. Selama menjadi guru, gajinya setara dengan gaji seorang
guru Belanda.
Karena
tidak tahan melihat penindasan yang diderita
oleh para kuli yang di datangkan dari Jawa, Tan Malaka minta berhenti
dan pindah ke Semarang. Di Semarang ia mendukung aksi pemogokan yang dilakukan
oleh Serikat Staf Kereta Api dan Trem (VSTP) dan menyebarkan selebaran-selebaran sebagai alat propaganda
yang ditujukan kepada rakyat agar rakyat dapat melihat ketidakadilan yang
diterima kaum buruh. Pada masa itu, ia juga terlibat dalam politik dengan
menjadi anggota ISDV.
Karena
Tan Malaka dianggap bahaya bagi pemerintah Hindia Belanda, Tan dibuang ke
Belanda. Dari Belanda, Tan Malaka pergi ke Moskow untuk mengikuti program
pendidikan partai komunis.
Tan Malaka suka berpindah pindah tempat menghindari dari tanggkapan kaum Hindia
Belanda, ia juga
sering keluar masuk penjara.
Kepedulianya
pada dunia pendidikan dan kesukaan Tan Malaka membaca serta menulis buku bisa
dilihat dari hasil karyanya telah menulis buku pertama kali di
Kowloon, Cina, April 1925 “Menuju Republik Indonesia”. Itu ditujukkan kepada
para pejuang intelektual di Indonesia dan di negeri Belanda.Sampai sampai
seorang M.Yamin berkomentar yang tertuang dalam dalam karya tulisnya “Tan
Malaka Bapak Republik Indonesia” memberi komentar: “Tak ubahnya daripada
Jefferson Washington merancangkan Republik Amerika Serikat sebelum
kemerdekaannya tercapai atau Rizal Bonifacio meramalkan Philippina sebelum
revolusi Philippina pecah
Ketika
Indonesia sudah mendapatkan Kemerdekaannya maka Tan Malaka merintis pembentukan
Partai MURBA, 7 November 1948 di Yogyakarta.
Kabinet
Sjahrir II yang dipilih dan ditetapkan oleh Soekarno tidak memihak pada
khalayak Indonesia. Tatkala kelompok Persatuan Perjuangan menginginkan
kedaulatan penuh dari Belanda, Kabinet Sjahrir hanya memikirkan kedaulatan Jawa
dan Madura.
Kelompok
oposisi ini kemudian berusaha menculik beberapa orang kabinet Sjahrir II.
Mereka yang termasuk dalam kelompok perjuangan antara lain Tan Malaka, Achmad
Soebardjo, dan Sukarni. Untuk melancarkan aksi penculikan, kelompok ini
menggunakan jasa Mayor Jendral Sudarsono.
Pada
3 Juli 1946, beberapa anggota Kabinet Sjahrir II yang sudah diculik kemudian
dikembalikan ke hadapan Soekarno. Kelompok oposisi kemudian mengajukan empat
maklumat untuk Pemerintah Indonesia, di antaranya presiden harus mengangkat 10
anggota Dewan Pimpinan Politik yang diketuai Tan Malaka dan beranggotakan
Muhammad Yamin, Ahmad Subarjo, Buntaran Martoatmodjo, Budiarto Martoatmodjo,
Sukarni, Chaerul Saleh, Sudiro, Gatot, dan Iwa Kusuma Sumantri.
Sayangnya,
tidak satu pun maklumat itu dipatuhi oleh Soekarno. Sebaliknya, Soekarno
memerintahkan aparat untuk menangkap para pejuang oposisi tersebut. Tan Malaka
dan teman-temannya ditangkap pada Juli 1946. Ia dipenjara oleh pemerintahan
Soekarno selama dua tahun, tanpa pengadilan sekali jua.
Pada
Februari 1949, Tan Malaka hilang tak tentu rimba, mati tak tahu kubur. Kematian
Tan Malaka di saat sedang sibuknya perjuangan Pembela Proklamasi di Pethok,
Kediri, Jawa Timur. Misteri kematian Tan Malaka terungkap dari penuturan Harry
A. Poeze, seorang Sejarawan Belanda. Menurut Harry, Tan Malaka ditembak mati
pada 21 Februari 1949 atas perintah Letda Soekotjo dari Batalyon Sikatan,
Divisi Brawijaya.
Post a Comment