Penggunaan Ilmu Empiris Pada Penelitian Kualitatif
Ilmu merupakan suatu
aktifitas manusia untuk memperoleh pengetahuan dengan memahami berbagai hal dan
peristiwa-peristiwa yang terjadi. Dengan ilmu, seorang ilmuan akan memperoleh
kebenaran ilmiah, yaitu suatu kebenaran yang dapat dipertanggungjawabkan secara
rasional (Suryo, 2014: 34). Ilmu tidak hanya sebagai aktivitas tunggal saja,
tetapi suatu rangkaian aktifitas (proses) untuk tujuan tertentu (Suryo, 2014:
36). Artinya aktifitas manusia dalam pembentukan sebuah ilmu harus melalui
sebuah prosedur, yaitu rangkaian berbagai tindakan, pikiran pola kerja, cara
teknik dan tata langkah yang disebut dengan metode ilmiah. Dalam hal ini, metode
ilmiah dapat digunakan seorang peneliti agar bekerja secara runtut dengan
pembatasan yang jelas sesuai dengan rencana semula (Suryo, 2014: 37).
Penelitian kualitatif
berproses secara induktif, yakni diawali dari upaya memperoleh data secara
detail selama penelitian berlangsung yang meliputi gambaran aktivitas, proses
dan peserta. Sumber data didapat dari pengamatan langsung (empiris). Maksudnya
adalah peneliti turun langsung ke “lapangan”, di mana penelitian itu dilangsungkan
(Patton, 2006: 115). Instrumen dalam penelitian kualitaif adalah si peneliti sendiri.
Sehingga, peneliti harus dapat beradaptasi dengan para responden dan aktivitas
mereka. Hal itu sangat diperlukan agar responden sebagai sumber data menjadi
lebih terbuka dalam memberikan informasi.
Tujuan diadakan
pengamatan adalah menggambarkan secara menyeluruh apa yang diteliti. Termasuk
menggambarkan kegiatan-kegiatan yang berlangsung, orang-orang yang berpartisipasi,
dan makna bagi partisipan (Patton, 2006: 119). Jadi peneliti dari awal turun ke
lapangan langsung menganalisis data yaitu dengan melakukan pengumpulan data
secara “mengangsur atau menabung” informasi, mereduksi, mengelompokkan dan
seterusnya sampai terakhir memberi interpretasi. Interpretasi data dilakukan
dengan cara mengecek dan mencocokan data dari berbagai sumber sampai akhirnya
mencapai kesamaan. Data-data yang dikritik tadi akan menghasilkan fakta yang
akan di rekonstruksi menjadi sajian data (Emy Wuryani, 2011:21). Sajian data/laporan
harus ditulis secara rinci yang mampu melukiskan keadaan di lapangan, dengan
begitu pembaca mudah memahami apa yang terjadi selama penelitian berlangsung.
Kejujuran peneliti harus diutamakan dalam penulisan laporan. Artinya deskripsi benar-benar ditulis nyata
berdasarkan kejadian dan tempat secara menyeuruh tanpa ada penyusutan atau
pengurangan dari hal-hal yang sepele ataupun besar (Patton, 2006: 119).
Dewasa ini, ilmu
mengalami spesialisasi ilmu dengan munculnya berbagai bentuk, jenis, dan
paradigma ilmu, salah satunya adalah ilmu empiris. Ilmu empiris berpandangan
bahwa ilmu mempelajari objek-objek yang nampak di alam semesta berupa berbagai
gejala dan peristiwa yang menurut anggapannya mempunyai manfaat bagi kehidupan
manusia. Batasan pada ilmu ini terletak pada objek, yaitu segala sesuatu yang
masih dalam jangkauan pengalaman manusia (Suryo, 2014: 43). Berdasarkan objek yang ditelaah, ilmu empiris
dibagi menjadi empat bidang, yakni:.
a. Ilmu
alam
Ilmu
alam (IA) adalah istilah yang merujuk pada rumpun ilmu dimana obyeknya adalah
benda-benda alam dengan hukum-hukum yang pasti dan umum, berlaku kapanpun
dimanapun. IA mempelajari alam semesta, benda-benda yang ada di permukaan bumi,
di dalam perut dan di luar angkasa, baik yang dapat diamati maupun tidak dapat
diamati dengan indera. IPA sebagai suatu proses merupakan cara kerja, cara
berpikir dan cara memecahkan masalah sehingga meliputi kegiatan bagaimana
mengumpulkan data, menghubungkan fakta satu dengan yang lain, menginterpretasi
data dan menarik kesimpulan. Ilmu alam dalam kajian ilmu empiris mempunyai
beberapa asumsi mengenai objeknya (Suryo, 2006: 44):
(1) Menganggap
objek-objek tertentu mempunyai kesamaan satu sama lainnya, yaitu dalam hal
bentuk, struktur, dan sifat sehingga ilmu tidak berbicara mengenai kasus
individual, tetapi suatu kelas tertentu. Contohnya adalah ular yang termasuk
golongan reptilia.
(2) Menganggap
bahwa suatu benda tidak mungkin mengalami perubahan dalam jangka waktu
tertentu. Sehingga memungkinkan orang menyelidiki objek dengan pendekatan
keilmuan. Contohnya adalah penyebab perbedaan tinggi pohon kelapa yang tumbuh
di pegunungan dengan yang di pantai.
(3) Menganggap
setiap gejala bukan merupakan suatu yang bersifat kebetulan. Setiap gejala memiliki
pola tertentu yang bersifat tetap dengan urutan kejadian yang sama. Contohnya
adalah air akan mendidih pada temperatur 100˚ C.
b. Ilmu
Abstrak/Simbolik
Ilmu formal seperti halnya
matematika, logika, dan statistika adalah jenis ilmu yang berfungsi sebagai
penompang tegaknya ilmu-ilmu lain. Ilmu yang tergolong formal pada umumnya
berasumsi bahwa objek ilmu adalah bersifat abstrak, tidak kasat mata, dan tidak
terikat dengan ruang dan waktu. Objek dapat berupa konsep dan bilangan. Oleh
karena itu ilmu abstrak berada dalam pikiran manusia (Suryo, 2006: 44).
c. Ilmu-ilmu
sosial
Ilmu kemanusiaan mencakup juga ilmu
sosial. Ilmu sosial merupakan ilmu empiris yang mempelajari tentang manusia
dalam segala aspek hidupnya, ciri khasnya, tingkah lakunya baik perseorangan
maupun bersama, dalam lingkup kecil maupun besar. Objek materi ilmu sosial
berbeda dengan objek material dalam ilmu alam yang bersifat determistik. Objek
ilmu sosial berupa tingkah laku dalam tindakan yang khas manusia. Ilmu sosial
mengandung pilihan,tanggung jawab makna, pengertian pertanyaan privat dan
internal, konvensi, aturan motif. Oleh karena itu, ilmu sosial tidak tepat
apabila diterapkan dengan predikat sebab akibat (Suryo, 2006: 45).
d. Ilmu
Sejarah
Ciri
khas ilmu sejarah jika dibandingkan dengan sifat ilmu empiris ada pada objek
materialnya. Objek materi sejarah berupa data-data peninggalan masa lampau
yaitu kesaksian, alat-alat, kuburan, rumah, tulisan, dan karya seni. Semua itu
mirip dengan objek material ilmu alam yang sama-sama benda mati. Namun, objek
sejarah tidak dapat dieksperimen karena menyangkut masa lampau yang tidak dapat
dikembalikan lagi. Ilmu sejarah dipengaruhi oleh subjektivitas pengarangnya,
sehingga kemurnian tulisan sejarah mengandung pro dan kontra, apalagi pada
tulisan sejarah yang minim datanya (Suryo, 2006: 45).
Daftar Pustaka
Emy Wuryani. 2011. Metodologi dan
Historiografi Sejarah. Salatiga: Widya Sari Press.
Herdiansyah,
Haris. 2010. Metodologi Penelitian Kualitatif untuk Ilmu-Ilmu
Sosial. Jakarta: Salemba Humanika
Patton, Michael
Quiin. 2006. Metode Evaluasi Kualitatif (terjemaah: Budi Puspo Priyadi).
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Suryo Ediyono.
2014. Filsafat Ilmu. Yogyakarta: Kaliwangi.
Post a Comment