Pondok Pesantren Al Munawwir Gringsing - Batang

Penggunaan Ilmu Empiris Pada Penelitian Kualitatif


Ilmu merupakan suatu aktifitas manusia untuk memperoleh pengetahuan dengan memahami berbagai hal dan peristiwa-peristiwa yang terjadi. Dengan ilmu, seorang ilmuan akan memperoleh kebenaran ilmiah, yaitu suatu kebenaran yang dapat dipertanggungjawabkan secara rasional (Suryo, 2014: 34). Ilmu tidak hanya sebagai aktivitas tunggal saja, tetapi suatu rangkaian aktifitas (proses) untuk tujuan tertentu (Suryo, 2014: 36). Artinya aktifitas manusia dalam pembentukan sebuah ilmu harus melalui sebuah prosedur, yaitu rangkaian berbagai tindakan, pikiran pola kerja, cara teknik dan tata langkah yang disebut dengan metode ilmiah. Dalam hal ini, metode ilmiah dapat digunakan seorang peneliti agar bekerja secara runtut dengan pembatasan yang jelas sesuai dengan rencana semula (Suryo, 2014: 37).
Penelitian dalam bahasa Inggris disebut dengan research. Jika dilihat dari susunan katanya, terdiri atas dua suku kata, yaitu re yang berarti melakukan kembali atau pengulangan dan search yang berarti melihat, mengamati atau mencari, sehingga research dapat diartikan sebagai rangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mendapatkan pemahaman baru yang lebih kompleks, lebih mendetail, dan lebih komprehensif dari suatu hal yang diteliti. Penelitian Kualitatif menurut Meleong adalah suatu penelitian ilmiah, yang bertujuan untuk memahami suatu fenomena dalam konteks sosial secara alamiah dengan mengedepankan proses interaksi komunikasi yang mendalam antara peneliti dengan fenomena yang diteliti (Herdiansyah, 2010: 9).
Penelitian kualitatif berproses secara induktif, yakni diawali dari upaya memperoleh data secara detail selama penelitian berlangsung yang meliputi gambaran aktivitas, proses dan peserta. Sumber data didapat dari pengamatan langsung (empiris). Maksudnya adalah peneliti turun langsung ke “lapangan”, di mana penelitian itu dilangsungkan (Patton, 2006: 115). Instrumen dalam penelitian kualitaif adalah si peneliti sendiri. Sehingga, peneliti harus dapat beradaptasi dengan para responden dan aktivitas mereka. Hal itu sangat diperlukan agar responden sebagai sumber data menjadi lebih terbuka dalam memberikan informasi.
Tujuan diadakan pengamatan adalah menggambarkan secara menyeluruh apa yang diteliti. Termasuk menggambarkan kegiatan-kegiatan yang berlangsung, orang-orang yang berpartisipasi, dan makna bagi partisipan (Patton, 2006: 119). Jadi peneliti dari awal turun ke lapangan langsung menganalisis data yaitu dengan melakukan pengumpulan data secara “mengangsur atau menabung” informasi, mereduksi, mengelompokkan dan seterusnya sampai terakhir memberi interpretasi. Interpretasi data dilakukan dengan cara mengecek dan mencocokan data dari berbagai sumber sampai akhirnya mencapai kesamaan. Data-data yang dikritik tadi akan menghasilkan fakta yang akan di rekonstruksi menjadi sajian data (Emy Wuryani, 2011:21). Sajian data/laporan harus ditulis secara rinci yang mampu melukiskan keadaan di lapangan, dengan begitu pembaca mudah memahami apa yang terjadi selama penelitian berlangsung. Kejujuran peneliti harus diutamakan dalam penulisan laporan. Artinya  deskripsi benar-benar ditulis nyata berdasarkan kejadian dan tempat secara menyeuruh tanpa ada penyusutan atau pengurangan dari hal-hal yang sepele ataupun besar (Patton, 2006: 119).
Dewasa ini, ilmu mengalami spesialisasi ilmu dengan munculnya berbagai bentuk, jenis, dan paradigma ilmu, salah satunya adalah ilmu empiris. Ilmu empiris berpandangan bahwa ilmu mempelajari objek-objek yang nampak di alam semesta berupa berbagai gejala dan peristiwa yang menurut anggapannya mempunyai manfaat bagi kehidupan manusia. Batasan pada ilmu ini terletak pada objek, yaitu segala sesuatu yang masih dalam jangkauan pengalaman manusia (Suryo, 2014: 43).  Berdasarkan objek yang ditelaah, ilmu empiris dibagi menjadi empat bidang, yakni:.
a.       Ilmu alam
Ilmu alam (IA) adalah istilah yang merujuk pada rumpun ilmu dimana obyeknya adalah benda-benda alam dengan hukum-hukum yang pasti dan umum, berlaku kapanpun dimanapun. IA mempelajari alam semesta, benda-benda yang ada di permukaan bumi, di dalam perut dan di luar angkasa, baik yang dapat diamati maupun tidak dapat diamati dengan indera. IPA sebagai suatu proses merupakan cara kerja, cara berpikir dan cara memecahkan masalah sehingga meliputi kegiatan bagaimana mengumpulkan data, menghubungkan fakta satu dengan yang lain, menginterpretasi data dan menarik kesimpulan. Ilmu alam dalam kajian ilmu empiris mempunyai beberapa asumsi mengenai objeknya (Suryo, 2006: 44):
(1)   Menganggap objek-objek tertentu mempunyai kesamaan satu sama lainnya, yaitu dalam hal bentuk, struktur, dan sifat sehingga ilmu tidak berbicara mengenai kasus individual, tetapi suatu kelas tertentu. Contohnya adalah ular yang termasuk golongan reptilia.
(2)   Menganggap bahwa suatu benda tidak mungkin mengalami perubahan dalam jangka waktu tertentu. Sehingga memungkinkan orang menyelidiki objek dengan pendekatan keilmuan. Contohnya adalah penyebab perbedaan tinggi pohon kelapa yang tumbuh di pegunungan dengan yang di pantai.
(3)   Menganggap setiap gejala bukan merupakan suatu yang bersifat kebetulan. Setiap gejala memiliki pola tertentu yang bersifat tetap dengan urutan kejadian yang sama. Contohnya adalah air akan mendidih pada temperatur 100˚ C. 
b.      Ilmu Abstrak/Simbolik
Ilmu formal seperti halnya matematika, logika, dan statistika adalah jenis ilmu yang berfungsi sebagai penompang tegaknya ilmu-ilmu lain. Ilmu yang tergolong formal pada umumnya berasumsi bahwa objek ilmu adalah bersifat abstrak, tidak kasat mata, dan tidak terikat dengan ruang dan waktu. Objek dapat berupa konsep dan bilangan. Oleh karena itu ilmu abstrak berada dalam pikiran manusia (Suryo, 2006: 44).
c.       Ilmu-ilmu sosial
Ilmu kemanusiaan mencakup juga ilmu sosial. Ilmu sosial merupakan ilmu empiris yang mempelajari tentang manusia dalam segala aspek hidupnya, ciri khasnya, tingkah lakunya baik perseorangan maupun bersama, dalam lingkup kecil maupun besar. Objek materi ilmu sosial berbeda dengan objek material dalam ilmu alam yang bersifat determistik. Objek ilmu sosial berupa tingkah laku dalam tindakan yang khas manusia. Ilmu sosial mengandung pilihan,tanggung jawab makna, pengertian pertanyaan privat dan internal, konvensi, aturan motif. Oleh karena itu, ilmu sosial tidak tepat apabila diterapkan dengan predikat sebab akibat (Suryo, 2006: 45).
d.      Ilmu Sejarah
Ciri khas ilmu sejarah jika dibandingkan dengan sifat ilmu empiris ada pada objek materialnya. Objek materi sejarah berupa data-data peninggalan masa lampau yaitu kesaksian, alat-alat, kuburan, rumah, tulisan, dan karya seni. Semua itu mirip dengan objek material ilmu alam yang sama-sama benda mati. Namun, objek sejarah tidak dapat dieksperimen karena menyangkut masa lampau yang tidak dapat dikembalikan lagi. Ilmu sejarah dipengaruhi oleh subjektivitas pengarangnya, sehingga kemurnian tulisan sejarah mengandung pro dan kontra, apalagi pada tulisan sejarah yang minim datanya (Suryo, 2006: 45).

Daftar Pustaka
Emy Wuryani. 2011. Metodologi dan Historiografi Sejarah. Salatiga: Widya Sari Press.
Herdiansyah, Haris. 2010. Metodologi Penelitian Kualitatif untuk Ilmu-Ilmu Sosial. Jakarta: Salemba Humanika
Patton, Michael Quiin. 2006. Metode Evaluasi Kualitatif (terjemaah: Budi Puspo Priyadi). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Suryo Ediyono. 2014. Filsafat Ilmu. Yogyakarta: Kaliwangi.

No comments

Powered by Blogger.