Perang Diponegoro (Perang Jawa)
Hallo sahabat Story,
siapa nih diantara kalian yang pernah dengar kisah Perang Diponegoro? Mungkin
ada beberapa di antara sahabat Story yang asing dengan Perang Jawa ini ‘kan’? Baiklah, biar nggak bingung, di postingan kali ini akan kita bahas tentang
Perang Diponegoro.
Jadi begini sahabat Story, memasuki
abad ke-19 ada beberapa permasalahan serius yang membuat kondisi masyarakat
Jawa saat itu sengsara, mulai dari campurtangan pemerintah Kolonial terhadap
politik lokal kerajaan Surakarta dan Yogyakarta, kemudian pergeseran budaya
Jawa menjadi Kebarat-baratan yang tidak sesuai dengan nilai moral orang Timur
seperti mabuk, judi yang terjadi di lingkungan Keraton dan yang terparah adalah
pihak Kraton menempatkan rakyat sebagai objek pemerasan dibawah rezim Pemerintah
Kolonial yang membuat rakyat semakin menderita dengan kewajiban membayar pajak tinggi.
Sementara rakyat kecil hidup menderita, dalam kehidupan sosial ternyata
terdapat jurang pemisah antara rakyat dengan punggawa kerajaan yang serba hidup
mewah sehingga menimbulkan amarah para ulama saat itu termasuk Diponegoro.
Bibit akan terjadinya Perang Jawa dapat
dilihat sejak 1823. Saat itu Jhonkheer Anthonie Hendrik Smissaert diagkat
menjadi Residen Yogyakarta. Tokoh Belanda ini sangat anti terhadap Diponegoro
sehingga ia berambisi menyingkirkan Diponegoro dari Keraton Yogyakarta melalui
bantuan Patih Danurejo. Pada suatu hari
di tahun 1825 Smissaert dan Patih Danurejo memerintahkan anak buahnya untuk
memasang anjir (pancang/ patok) dalam rangka membuat jalan baru. Pemasangan anjir ini secara sengaja
melewati pekarangan milik Pangeran Diponegoro di Tegalrejo tanpa izin. Pangeran
Diponegoro memerintahkan rakyat untuk mencabuti anjir tersebut. Kemudian
Patih Danurejo memerintahkan memasang kembali anjir-anjir itu dengan
dijaga pasukan Macanan (pasukan pengawal kepatihan). Dengan keberaniannya
pengikut Pangeran Diponegoro mencabuti anjir/patok-patok itu dan menggantikannya
dengan tombak-tombak mereka. Berawal
dari insiden anjir inilah meletus Perang Diponegoro.
Perang Jawa dimulai pada tanggal 20 Juli 1825. Rakyat
Tegalrejo berduyun-duyun berkumpul di ndalem Tegalrejo membawa berbagai senjata
seperti pedang, tombak, dan lembing. Mereka menyatakan setia kepada Pangeran Diponegoro
dan mendukung perang melawan Belanda. Pada hari itu juga Belanda datang dan
mengepung kediaman Pangeran Diponegoro. Pertempuran sengit antara pasukan
Diponegoro dengan serdadu Belanda tidak dapat dihindarkan.
Strategi perlawanan Diponegoro melawan Belanda
dimulai dari Selarong.
Dari tempat ini Diponegoro menyiapkan beberapa tempat untuk markas komando
cadangan serta menyusun langkah-langkah perlawanan sebagai berikut:
1.
merencanakan
serangan ke keraton Yogyakarta dengan mengisolasi pasukan Belanda dan mencegah masuknya
bantuan dari luar.
2.
mengirim
kurir kepada para bupati atau ulama agar mempersiapkan peperangan melawan
Belanda.
3.
menyusun
daftar nama bangsawan, siapa yang sekiranya kawan dan siapa lawan.
4.
membagi
kawasan Kesultanan Yogyakarta menjadi beberapa mandala perang, dan mengangkat
para pemimpinnya.
Perlawanan
Pangeran Diponegoro terus meningkat. Beberapa pos pertahanan Belanda dapat
dikuasai. Pergerakan pasukan Diponegoro meluas ke pelbagai daerah seperti
Banyumas, Kedu, Pekalongan, Semarang dan Rembang. Kemudian ke timur meluas ke
Madiun, Magetan, Kediri dan sekitarnya. Perang
yang dikobarkan oleh Pangeran Diponegoro mampu menggerakkan kekuatan di seluruh
Jawa, oleh karena itu, Perang Diponegoro juga dikenal dengan Perang Jawa.
Semua kekuatan dari rakyat, bangsawan, dan para ulama. bergerak untuk melawan
kekejaman Belanda.
Pasukan Belanda
berusaha mengimbangi jalannya peperangan dengan
menghancurkan pos-pos pertahanan pasukan Diponegoro.
Sasaran gempuran pertama pasukan Belanda mulai diluncurkan di pos pertahanan pasukan Diponegoro di Gua Selarong
pada tanggal 4 Oktober 1825. Namun, saat diserang ternyata pos Selarong sudah dipindahkan
ke Dekso di bawah pimpinan Ali Basyah Sentot Prawirodirjo. Sementara di Plered pos
pertahanan Diponegoro juga mendapat serangan Belanda. Meskipun demikian, Plered
masih dapat dipertahankan di bawah Kertopengalasan.
Selama melakukan
perlawanan pasukan Diponegoro senantiasa bergerak dari pos pertahanan yang satu
ke pos yang lain. Pengaruh
perlawanan Diponegoro ini semakin meluasj. Dampak panjang Perang Diponegoro ini
sempat membuat Belanda kebingungan sehingga untuk menghadapinya
Belanda melalui Jenderal de Kock menerapkan strategi dengan sistem Benteng Stelsel. Berkat Benteng Stelsel, di tahun 1827
perlawanan Diponegoro di beberapa tempat misalnya di Tegal, Pekalongan, Semarang,
dan Magelang berhasil dipukul mundur oleh pasukan Belanda. Konsep strategi Benteng Stelsel yaitu menghubungkan beberapa kota dengan
membangun benteng/tangsi militer sebagai pertahanan dimana salah satu kota
dijadikan sebagai poros kekuatan militer, dalam hal ini adalah kota Magelang.
Ruang gerak
perlawanan Diponegoro mulai menyempit seiring diterapkannya sistem Benteng
Stelsel.
Banyak pemimpin yang membantu Diponegoro tertangkap, tetapi perlawanan masih
terjadi di beberapa tempat seperti di Kulon Progo Benteng Belanda di Nanggulan justru
berhasil direbut oleh pasukan Sentot Prawirodirjo dan berhasil menewaskan
Kapten Ingen. Peristiwa di Nanggulan ini mendapat perhatian khusus oleh para
pemimpin perang Belanda sehingga Pasukan Belanda mulai dikonsentrasikan untuk mendesak
dan mempersempit ruang gerak pasukan Sentot Prawirodirjo di sana.
Penyerahan
diri dan tertangkapnya para pemimpin pengikut Pangeran Diponegoro, merupakan
pukulan berat bagi perjuangan Pangeran Diponegoro namun perjuangan tetap
berlangsung.
Belanda kemudian mengumumkan kepada khalayak pemberian hadiah sejumlah 20.000
ringgit bagi siapa saja yang dapat menyerahkan Pangeran Diponegoro baik dalam
keadaan hidup maupun mati. Tetapi nampaknya tidak ada yang tertarik dengan pengumuman
itu. Akhir Perang
Jawa ditandai dengan ditangkapnya Pangeran Diponegoro saat menghadiri Perundingan
dengan Belanda di Magelang oleh Jenderal De Kock melalui tipu muslihat pada
bulan Maret 1830.
Bagaimana sahabat Story? Sudah
semakin paham 'kan kisah Perang Diponegoro. Ternyata Perang Diponegoro meskipun
berlangsug singkat 1825-1830 namun memiliki spirit yang luar biasa lho
bagi kehidupan bernas kita. Jadi, sebagai anak Indonesia, kita harus terus
belajar sejarah guna meniru upaya kakek buyut kita yang pantang menyerah
menjaga martabat bangsa supaya kita menjadi anak yang bisa melindungi negara
kita sendiri...!
Post a Comment