Pondok Pesantren Al Munawwir Gringsing - Batang

Pemerintahan Thomas Stamford Raffles di Jawa


Meskipun nama Raffles sangat terkenal di Indonesia, namun adalah suatu hal yang tidak mungkin untuk menimbang karyanya untuk Inggris yang memiliki kekuasaan luas dengan membandingkannya dengan pionir-pionir Kerajaan seperti Lord Minto (India) atau James Henry Craig (Kanada) di jamannya. Meskipun tidak sebesar atasannya Lord Minto, namun Raffles dengan pengabdiannya setidaknya telah membawa kebesaran Inggris di Hindia Belanda khususnya Jawa. Di mana Pulau tersebut pernah ia pelihara sebagai perhiasan mahkota Kerajaan Inggris.
Karir Raffles dimulai sebagai juru tulis di India House, yaitu sebuah Kantor pusat dagang East Indian Company di Kota London. Karena kecerdasan, ketekunan dan kedekatannya dengan sekretaris perusahaan (EIC), akhirnya ia menjabat sebagai asisten sekretaris Gubernur Penang tahun 1805. Nasib Raffles mulai mujur ketika ia ditugaskan ke Pulau Jawa. Kemenangan Inggris atas pertempuran melawan Belanda-Prancis di Weltevreden membuatnya ditunjuk menjadi Letnan Gubernur Jawa pada tahun 1811. Meskipun jabatanya meroket saat itu, namun ia langsung dihadapkan pada
tugas yang maha berat, yakni menata kembali kemakmuran Jawa yang hancur akibat kebengisan seorang Jacobin bernama Daendles. 
Raffles, Pencetus Kebijakan Sewa Tanah di Jawa

Di bawah panji Kerajaan Inggris, sebelum Raffles memimpin Jawa, ia sudah memberi pemberian harapan palsu. Melihat adanya potensi pemberontakan dari Raja Jawa (Sunan dan Sultan),  ia menjanjikan keduanya perlindungan yaitu merevolusi seluruh sistem hukum dengan mempertahankan pemerintahan asli. Sehingga saat ia berkuasa sisten hukum  pulau Jawa saat itu sudah kembali ke hirarki alaminya. 
Adanya perubahan sistem hukum tersebut nampaknya tidak dianggap menguntungkan bagi  Raja Pribumi. Raja Pribumi malah merasa dipermainkan oleh tindakan Raffles yang ternyata tidak ubahnya seperti VOC yang menyerap sumber keuangan kerajaan. Akibatnya Raja Surakarta dan Yogyakarta memberontak. Karena pemberontakan itu, akhirnya keduanya dijinakan dengan penakhlukan secara militer. Sebagai akibatnya kedua Kerajaan diperas harta bendanya dan tidak lagi memiliki kedaulatan.
Setelah dua negara merdeka tersebut tunduk, tugas Raffles selanjutnya adalah mengisi pundi-pundi kas negara yang mulai kosong. Melalui pemanfaatan potensi tanah Jawa yang subur Reformasi Perundangan Agraria ia lakukan. Setelah  penyelidikan yang panjang dengan mewawancarai pribumi yang tak terhitung jumlahnya akhirnya ia memutuskan untuk membiarkan tanah tetap dimiliki pribumi di atas ketentuan sewa. Disamping itu ia juga menghapuskan penyiksaan dan pengiriman paksa pekerja yang sudah menjadi tradisi pemerintahan sebelumnya. 
Pembayaran sewa tanah dibayarkan dengan beragam bentuk tetapi sesuai arahan yang sudah ditetapkan. Sebagai pengawasannya, pembayaran sewa dikumpulkan di bawah kontrol ketua ataupun kepala adat. Dalam dua tahun pengenalan sistem sewa, uang kertas mulai digunakan. Namun hal itu tidak banyak membawa keuntungan bagi kas negara. Di empat tahun kepemimpinannya, administrasi keuangan negara tetap mengalami defisit. Meskipun defisit, fakta tahun itu defisit mulai berkurang dibanding dua belas tahun sebelumnya. Lebih hebatnya di tahun-tahun berikutnya  angka defisit menunjukan laju penurunan yang konstan. Di mana tahun-tahun setelahnya Pulau Jawa bukan hanya mandiri tetapi juga menjadi aset kemakmuran bagi penguasanya.
Masa dinas Raffles yang kejam di Jawa hanya seumur jagung. Pada tahun 1816 ia mengahiri masa kerjanya di Pulau tersebut. Dua tahun setelahnya, Jawa diserahkan kembali ke Pemerintahan Belanda. Meskipun telah berganti penguasa baru, sistem pemerintahan yang Raffles ciptakan masih tetap dipertahankan.

Rujukan Pustaka
Cabaton, Antoine. 2015. Jawa, Sumatera & Kepulauan Lain di Hindia Belanda (Edisi Terjemahan oleh Abmi Handayani, dkk.). Yogyakarta: Ombak.
Gambar Raffles : http://www.britannica.com/biography/Stamford-Raffles

No comments

Powered by Blogger.