Wanita Tangguh itu Berasal dari Aceh - Jejak Merah Putih (Keumalahayati dan Cut Meutia)
Pada abad ke 16,
Eropa diguncangkan oleh seorang wanita asal Aceh bernama Keumalahayati.
Wanita ini adalah anak dari Laksamana Mahmud Syah yang masih sedarah keturunan
dari pendiri Kerajaan Aceh Darussalam Sultan Ibrahim Ali Mughayat Syah yang
memimpin Aceh tahun 1513 hingga 1530. Keumalahayati, wanita cerdas, berjiwa
ksatria dan juga seorang ibu yang sayang kepada
anaknya ini lahir tahun 1585.
anaknya ini lahir tahun 1585.
Pemimpin perang dan diplomat ulung Laksaman Kemalahayati (Admiral Malahayati) |
Suatu hari, ia
mendapati kabar suaminya gugur di medan laga melawan armada Portugis di Teluk
Haru. Seketika itu, jiwa patriotiknya tumbuh. Kemudian ia meminta ijin kepada
sultan Saidi Mukamil Riayat Syah untuk membentuk sebuah pasukan yang terdiri
dari janda perang bernama Pasukan Inong
Balee. Pasukan Inong Balee
terkenal sebagai pasukan yang tangguh berperang. Mereka tidak segan-segan melawan
perompak hingga kapal perang bangsa Portugis dan Belanda.
Dalam Dunia Pelayaran Niaga maupun Kemiliteran, posisi Aceh sangat strategis karena berada di ujung pintu gerbang Selat Malaka di tengah-tengah segitiga emas pelayaran dunia |
Untuk mengontrol
pelayaran di selat Malaka, Keumalahayati membangun benteng Inong Balee di
sebuah bukit di tepi Selat Malaka di Krueng Raya, Aceh Besar. Ia berhasil memperdayakan
janda perang untuk dinas di kemiliteran. Di tangannya ia memimpin lebih kurang
2000 pasukan yang setia dan selalu siap digerakan untuk menggempur musuh.
Sebelum Sultan Iskandar
Muda menyerukan berperang dengan Portugis, ia sudah terlebih dahulu berperang
dengan bangsa asing yang berusaha merusak kedaulatan Aceh. Pertempuran tahun 1599
telah menjadi saksi yang menggetarkan dunia Eropa. Kenapa tidak?, seorang
wanita Aceh bernama Keumalahayati berhasil membunuh penjelajah terkemuka bangsa
Belanda bernama Cornelis de Houtman. Dengan rencongnya
ia menyudahi perjalanan hidup de Houtman. De Houtman meregang nyawa di atas
kapalnya van Leuw. Atas jasanya dan keberaniannya itu Keumalahayati
dipromosikan sebagai laksamana.
Sebagai penghormatan atas keberanian Keumalahayati, namanya diabadikan sebagai nama Kapal Perang RI Malahayati |
Meskipun waktu terus bergulir meninggalkan masalalu, Aceh masih menyimpan koleksi pejuang wanita tangguh lainnya. Ia bernama Cut Meutia. Cut
Meutia lahir di Pirak Aceh Utara, tahun 1870. Ia adalah anak dari seorang
bangsawan bernama Teuku Ben Daud. Pada saat ia menginjak usia dewasa, Cut Mutia
menikah dengan Teuku Syamsyarif. Karena kedekatan suaminya dengan bangsa
Belanda, pernikahan itu akhirnya tidak bertahan lama.
Perang yang melanda Aceh telah membentuk jiwa
patriotik Cut Meutia. Ia bersama suami barunya bernama Teuku Chik Tunong
melakukan perlawanan gerilya di Krueng Pasai, Aceh Utara. Pada tahun 1902, kedudukan
Belanda di Krueng Pasai terganggu oleh aksi gerilya Chik Tunong. Lewat
diplomasi Belanda, akhirnya gencatan senjatapun diberlakukan sejak tahun 1903.
Cut Meutia yang ikut berjuang bersama Chik Tunong kemudian pindah dari
Keureutoe ke Teping Gajah.
Perang berlanjut
setelah penangkapan Chik Tunong. Chik Tunong dihukum mati oleh Belanda karena
ia terlibat dalam pembunuhan serdadu Belanda di Meurandeh Paya, Aceh Utara. Timah
panas mengahiri hidupnya di sebuah pantai di Loksumawe. Sebelum meninggal, ia
berpesan kepada panglima perangnya bernama Pang Nangroe agar menikahi Cut
Meutia.
Bersama Pang Nangroe,
Cut Meutia melanjutkan perjuangan almarhum suaminya. Mereka bekerjasama dengan
apik melakukan sabotase dan penyerangan pada markas Belanda. Merasa tidak aman,
Belanda mengitrogasi warga setempat untuk mengetahui kedudukan pasukan Pang Nangroe.
Nasib berkata lain, saat berada di Paya Cicem, dalam sebuah penggrebekan mereka
bertemu pasukan Marechausee. Peluru Belanda bersarang di tubuh Pang Nangroe dan
akhirnya gugur tahun 1910.
Setelah Pang
Nangroe gugur, Pasukan diambil alih oleh Cut Meutia. Belanda semakin mendesak Pasukan
Cut Meutia di Kreung Poetu. Pertempuran tidak dapat dihindarkan lagi. Cut
Meutia bertemu dengan Pasukan Marechausee di Alue Kurieng. Tiga butir timah
panas menusuk tubuh Cut Meutia dan sekaligus mengahiri perjuangannya pada
tanggal 24 Oktober 1910.
Dalam sejarah perjuangan
bangsa Aceh, peran Perempuan saat itu sangat luar biasa. Mereka mampu menempatkan
diri pada posisi ujung tombak baik dibidang
politik maupun militer dimana mereka mampu bersaing dengan kaum adam.
sumber gambar:
- Keumalahayati-http://inoengatjeh.blogspot.com/2012/11/ketika-perempuan-aceh-ditanya-dimana.html
- Cut Meutia-http://perempuanindonesiahebat.com/wp-content/uploads/2014/06/Cut-Nyak-Meutia.jpg
- KRI Malahayati-http://upload.wikimedia.org/wikipedia/id/f/f4/KRI_Malahayati_%28362%29.jpeg
- Peta Aceh- http://2012.acehinvestment.com/cmspro/Potensi-Investasi-Aceh.html
Post a Comment