Pondok Pesantren Al Munawwir Gringsing - Batang

Tindak Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT)

        Keluarga adalah satuan unit terkecil dari sebuah masyarakat. Tak jarang, keluarga menjadi tempat yang rawan terjadinya kekerasan. Sering kali, yang disinyalir menjadi korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) adalah perempuan dan anak-anak. Mengapa hal itu masih sering terjadi?.
        KDRT dipandang sebagai akibat dari tatanan budaya patriakhi yang masih berlaku di Indonesia dengan menempatkan peran laki-laki sebagai penguasa. Sehingga, laki-laki menganggap bahwa perempuan adalah miliknya yang harus menuruti kemauan laki-laki.
       
Istilah KDRT sebenarnya dipakai untuk menunjukan kasus tindakan kasar dan kejam serta penelantaran secara disengaja dalam hubungan kekeluargaan. Bentuk-bentuk tindakan KDRT bisa berupa meludahi, meninju,  mencekik, bahkan menyiram dengan air panas. Bermula dari tindak kekerasan kecil akan berdampak fatal apabila ada pergeseran dari penganiayaan menjadi pembunuhan.
        Faktor yang mempengaruhi seorang suami berbuat kejam kepada anggota keluarganya bisa berasal dari effek narkoba atau alkohol, sakit mental, strees, frustasi, kemiskinan, dan paling umum adalah korban tidak bertindak sesuai dengan kehendak yang inginkan oleh pelaku. Selain itu tindak KDRT dapat dialami oleh anak-anak yang dilakukan oleh ibunya.
        Effek dari KDRT yang cukup jelas ketara adalah cedera fisik seperti luka di badan. Selain itu, korban juga mengalami cedera psikologis seperti depresi, ketakutan dan komplain somatik lainnya. Tindak KDRT tidak hanya berdampak pada korban saja, tetapi bisa berdampak pada orang lain yang menyaksikan kekerasan yang menimpa seseorang. Misalnya: Ketika suami sedang melakukan tindak kekerasan seperti menampar istrinya, kebetulan anaknya melihat tindakan tersebut. Kekejaman yang anak saksikan tadi akan berpengaruh kepada dirinya. Dia akan mengalami problem perilaku dan kehilangan kompetensi sosial dalam pergaulan di luar lingkungan keluarga.
        KDRT masih dianggap hidden problem karena pada umumnya urusan keluarga menyangkut urusan pribadi. Campur tangan dari pihak lain terhadap korban yang sedang dilanda masalah dianggap tidak sopan karena melanggar privasi orang. Dalam hal ini, dapat dianalogikan bahwa KDRT ibarat sebuah gunung es di samudera atlantik. Tampak kecil puncaknya dilihat dari permukaan, tetapi jika dilihat ke dalam maka semakin besar dan luas.
        Komunikasi antar anggota keluarga yang terjalin dengan baik dapat meredam tindak KDRT. Juga dari komunikasi, anggota keluarga yang sedang berselisih dapat mencari solusi dengan kepala dingin. Apabila didapati salah satu anggota keluarga menjadi korban kekerasan, segera laporkan kepada RT/Ssepuh Desa untuk mendamaikan. Jika kekerasan itu masih terulang kembali, supaya tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan seperti kematian, segera laporkan kasus tersebut kepada penegak hukum.
               
Sumber buku:
Tony Tampake. 2011. Laporan Penelitian Kekerasan Terhadap Perempuan dan Peran Agama-agama Jateng dan DIY (Studi Peranan Lembaga-Lembaga Agama Dalam Mencegah dan Menangani Kasus KDRT Di Kota Kudus, Jawa Tengah. Semarang: Kementrian Agama Balai Penelitian dan Pengembangan Agama.
Sumber gambar:
http://skml786.blogspot.com/2010/05/workshop-on-family-violence-and-abuse.html

No comments

Powered by Blogger.