Pondok Pesantren Al Munawwir Gringsing - Batang

Sekapur Sirih- Akar Kekuatan Masyarakat di Jawa

       Sejak abad ke-16, di Jawa telah tumbuh tiga akar kekuatan yang dikemudian hari akan memainkan peranan penting di bidang sosial-politik-ekonomi. Kelompok pertama tentu saja adalah kelompok priyayi. Kelompok priyayi adalah sebutan bagi mereka yang mempunyai kedudukan sosial  tinggi. Kelas sosial ini diwakili oleh keluarga keraton. Mereka berakar pada kebudayaan Jawa-Hindu dan sebagai bangsawan, biasanya mereka bekerja di kantor-kantor sebagai pimpinnan.
         Perkembangan agama Islam di Jawa, telah melahirkan kelompok kedua yaitu kelompok santri. Kelompok ini berpusat di sekitar pesantren. Pada saat itu, mereka adalah kelompok Islam ortodoks. Santri sebagai kekuatan pesisir mulai menyebarkan pahamnya ke daerah pedalaman. Di sana mereka mendapat benturan dari kekuatan agraris yang merupakan penerus kebudayaan kerajaan pra Islam.

Pasukan Perang Pangeran Diponegoro
      Kelompok ketiga adalah kelompok abangan, yaitu masyarakat desa yang masih menerapkan nilai-nilai kebudayaan praHindu, meskipun pada kenyataanya mereka juga menggabungkan nilai-nilai praHindu, Hindu, dan Islam sebagai harmonisasi hidup. Karena mereka pasif dalam perpolitikan Jawa masa lampau, mereka diperebutkan oleh kelompok bangsawan dan kelompok santri. 
       Pertentangan kelompok bangsawan dan kelompok santri tetap berlangsung hingga kedatangan Belanda. Tidak seperti kelompok abangan, Belanda cenderung memihak bangsawan. Tindakan itu dilakukan karena Belanda ingin menguasai perekonomian Jawa. Sebagai modal awal, Belanda harus  bisa mendapatkan tanah yang dikuasai oleh para bangsawan dengan cara memerangi kaum santri.
       Karena kelompok bangsawan mendapat bantuan Belanda, maka musuh kelompok santripun bertambah. Perang sucipun mulai meluas dan benar saja kalau pada saat itu Islam menjadi sumber kekuatan gerakan melawan ketidakadilan. Sejak abad ke-18 sampai abad ke-19, para ulama menjadi pemimpin perang. Sebut saja di Jawa meletus Perang Diponegoro yang berkobar dari tahun 1825 sampe 1830. 
       Sistem ekonomi liberal yang diterapkan oleh penguasa Hindia Belanda pada abad ke-19 membawa angin segar bagi perubahan masyarakat Jawa. Pendidikan barat mulai masuk dibarengi dengan penggunaan teknologi modern. Pada masa itu, muncul kelompok keempat yaitu kelompok cendikiawan yang berasal dari sekolah-sekolah bergaya eropa. Dari pemikiran kelompok inilah yang nantinya terwujud satu kesatuan bangsa tanpa melihat status sosial, agama, dan ras, yakni  Indonesia.

Sumber foto:

No comments

Powered by Blogger.