Pondok Pesantren Al Munawwir Gringsing - Batang

Teater Laut Jawa dalam Panggung Perang Dunia II

Sahabat Story, diantara kalian pasti ada yang pernah nonton film “Pearl Harbor” kan? Yap... film yang berkisah tentang serangan udara pesawat tempur Jepang terhadap Pangkalan Angkatan Laut Amerika Serikat di Samudera Pasifik... Sebenarnya pertempuran laut yang menggambarkan supremasi Angkatan Laut  Jepang terhadap Sekutu seperti Pearl Harbor itu, bukan satu-satunya lho selama Perang Dunia II. Karena masih ada yang lebih seru, mau tau? Biar gak penasaran, yuk kita bahas bersama-sama Teater Laut Jawa dalam Panggung Perang Dunia II

Hindia dalam Kecamuk Perang Dunia II
Pertempuran di Laut Jawa menjadi sebuah kisah tentang tragedi peperangan di laut. Sebuah titik puncak dari serangkaian bencana yang menimpa aramada laut negara-negara Sekutu di awal Perang Dunia II.

Dimulai dari serangan mematikan pesawat-pesawat Angkatan Laut Kekaisaran Jepang terhadap pangkalan Armada Pasifik Amerika Serikat pada tanggal 7 Desember 1941. Kehancuran kapal-kapal perang utama Sekutu di Pearl Harbor maupun tak berdayanya dua benteng terapung Inggris melawan amukan pesawat tempur Jepang di Teluk Siam membuat Jepang dengan leluasa menuju Hindia Belanda. 

Bagi Jepang, Hindia Belanda (kini Indonesia) memiliki arti yang sangat penting oleh karena kekayaan alamnya. Target yang tidak boleh terlepas oleh Negara Matahari Terbit meski ada konsekuensi mahal yang harus dibayar. Lain halnya Sekutu menyebut tanah Hindia Belanda ini sebagai Benteng Malaya. Namun karena tidak adanya kapal-kapal tangguh untuk mempertahankan kepulauan yang memanjang hingga 3000 KM ini membuat Hindia Belanda dapat dengan mudah dikuasai Jepang.

Memang sebelumnya Amerika, Inggris, Australia dan Belanda sudah bergegas menghalau Jepang dengan mengumpulkan pelbagai jenis kapal perang. Namun karena tergesa-gesa kumpulan kapal perusak usang milik ABDACOM hanyalah sekelas skuadron penjelajah yang didukung oleh beberapa armada perusak yang lemah bila dihadapkan dengan kekuatan Jepang yang kala itu nomor tiga terkuat di dunia. 

Belum lagi komunikasi organisasi yang buruk, strategi yang membingungkan, persaingan antarangkatan dan perbedaan kepentingan antarnegara, membuat Armada Laut Sekutu ditakdirkan hancur dibawah bom-bom yang dibawa pesawat serbu Angkatan Laut Kekekaisaran Jepang. Komando Sekutu sendiri sebenarnya sudah menyadari hal itu sebelum perang berkecamuk di Laut Jawa.

Sebab Hancurnya Armada Sekutu  
“Sengaja dikorbankan”, itulah gambaran ketika kapal-kapal Sekutu dihantam torpedo yang dijatuhkan dari pesawat Tempur Jepang di Laut Jawa. Sebagaimana pengorbanan di masa perang, tujuannya tidak lain hanya untuk megulur waktu, bukan untuk meraih kemenangan.

Pertempuran Laut Jawa hanyalah sekedar pertunjukan kegagahberanian belaka. Disisi lain, sekalipun Pertempuran di Laut Jawa sekilas seperti pengeroyokan Armada Jepang oleh Sekutu, tetapi secara kualitas pihak Sekutu sejak awal dapat dipastikan kalah. Armada laut mereka yang usang tidak memadahi karena tulang punggungnya sudah dihancurkan di Pearl Harbor, Teluk Manila, dan Laut Cina Selatan.

Selain itu sebagai sebuah kekuatan laut multinasional, komunikasi menjadi inti dari sebuah keberhasilan dalam pertempuran.  Sekutu yang menggunakan bahasa seragam, tidak dilatih untuk bertempur dalam sebuah komando yang seragam, sehingga mengalami kekacauan.

Sayangnya, keberhasilan Jepang tidak serta merta melanggengkan posisi mereka sebagai penguasa Hindia Timur Jauh. Ketergantungan industri Negeri Matahari Terbit pada bahan mentah yang diproduksi luar negeri membuatnya rentan. Berbeda dengan Sekutu yang memiliki kemampuan industri dan sumber daya alam melimpah. Mereka dengan cepat memperbaiki kapal-kapal mereka yang hancur karena serangan Jepang, memproduksi mesin perang baru, serta melatih sumber daya manusia yang amat melimpah untuk mengoperasikan mesin pemukul kedigdayaan Jepang. 

Kisah de Ruyter dalam Teater Laut Jawa
Senja, 25 Februari 1942, Komandan Kapal Perang Belanda de Ruyter bernama Karel Doorman mengistruksikan gugus tugas kapal perang ABDACOM meninggalkan Surabaya untuk mencari Armada Laut Jepang di Laut Utara Jawa. Selama dua hari berlayar, de Ruyter tidak menemukan tanda-tanda adanya serangan Jepang. Kesalahan fatal baru dilakukan oleh Karel Doorman ketika ia mengabaikan perintah Laksamana Helfrich yang saat itu berkantor pusat di Bandung untuk menyerang konvoi Armada Jepang di Bawean pada tanggal 27 Februari 1942. 

Tidak langsung dikerjakan, tiga jam keterlambatan dalam menjalankan perintah Helfrich berbuah petaka bagi gugus tugas kapal Sekutu yang dipimpin oleh Karel Doorman. Strategi yang buruk ditambah kelelahan kru, membuat de Ruyter tidak mampu menangkis serangan Jepang, hingga akhirnya kapal kebanggaan Belanda di Hindia Timur itu ditenggelamkan oleh Jepang.

Kapal usang naas itu dihantam oleh tembakan peluru altileri 280 mm dari mulut meriam Jepang. Beberapa peluru menghantam langsung ke badan kapal de Ruyter. Namun tidak mau mati sia-sia, kru kapal de Ruyter membalas semampunya denga tembakan altileri 150 mm. Suatu yang tidak berbanding adil, sebab daya jangkau peluru milik Jepang tentu lebih luas dan mematikan daripada milik de Ruyter.

Setelah sehari bertempur, kapal usang de Ruyter harus mengakui kehebatan kapal perang Jepang Haguro. Bagian buritan de Ruyter meledak. Sebanyak 915 pelaut Belanda tewas, termasuk komandan kapal de Ruyter, Karel Doorman yang ikut tenggelam bersama kapal kebanggaannya itu.

Gimana gais, seru kan ceritanya? Meskipun dulunya Belanda menjajah kita, tapi kita patut salut dengan keberanian Karel Doorman yang berani melawan Armada Jepang  menggunakan kapal usang di Laut Jawa.  Sekian dulu ya...!

No comments

Powered by Blogger.