Kisah dibalik Asap Rokok Kretek dari Rara Mendut hingga Pangeran Philip suami Ratu Elizabeth II
Sahabat Story, kalian pernah baca
tulisan “MEROKOK MENYEBABKAN KANKER, SERANGAN JANTUNG, IMPOTENSI, DAN GANGGUAN
KEHAMILAN PADA JANIN” pada kemasan rokok? Kalau sudah pernah, berarti kalian
pasti tau dong apa itu Rokok Kretek? Yuhuu benar sekali. Kretek adalah tembakau
yang dibungkus kertas papier yang digulung untuk dinikmati dengan dibakar dan dihembuskan
lewat asap-asap tembakau tadi. Meski Kretek itu kearifan lokal, tapi nyatanya ada
juga lho yang benci keberadaannya.
Utamanya yang tidak tahu sejarahnnya. Biar gak penasaran, yuk kita bahasa
bersama-sama.
Orang Eropa doyan Kretek apalagi Haji Agus Salim
Ada sensasi rasa, ada sensasi
kenangan. Di beberapa stasiun kereta api Belanda beberapa iklan menampilkan
produk tembakau yang dengan gambar seroang Indische
jongens berbaju surjan mengenakan ikat di kepalanya sedang menghisap
tembakau.
Ya, Kretek, dunia orang sawo
matang di tengah-tengah orang kulit putih. Merokok tembakau serasa bagian dari kenangan
orang-orang yang pernah bertugas di Hindia Belanda, melepas rindu atas wilayah
jajahan nan jauh disana. Itulah mengapa orang-orang Belanda dulu gemar
menghisap kretek, tentunya sebelum bangsa Indonesia merdeka.
Pasca Merdeka-pun asap Kretek
juga mampir ke paru-paru orang Eropa. Kali ini bukan orang sembarangan yang
menghirup asapnya, tapi Pangeran Philip Duke of Edinburgh, suami Ratu Elizabeth
II.
Ceritanya saat itu Agus Salim yang
dijuluki The Grand Old Man oleh karena pengabdiannya kepada Indonesia, pada
tahun 1953 bersama Sri Pakua Alam dan Duta Besar Republik Indonesia untuk
Inggris menghadiri upacara penobatan Ratu Elizabeth di Westminister Abbey,
London. Pada saat acara perjamuan, banyak tokoh-tokoh negara sahabat Inggris
meluangkan waktu bersantai sambil menikmati tembakau mereka.
Agus Salim yang keranjingan
Kretek, tidak ketinggalan menyalakan rokok yang dibawanya dari Indonesia. Asap
kemepul Kretek itu rupanya tidak disukai oleh Pangeran Philip, seraya berdiri
Pangeran Philip bertanya tentang sumber bau tidak sedap itu.
Bukan Agus Salim namanya jika
pertanyaan ini membuat ia tersinggung. Sama halnya ketika dia diolok-olok
sebagai kambing karena jenggotnya saat orasi oleh musuh politiknya saat masa
pergerakan, ia justru dengan tenang menohok lawan bicaranya dengan gaya
bercandanya. Seraya mendekat, Agus Salim menjawab bahwa bau tidak sedap itu
berasal dari Kretek yang diisapnya. Kretek yang terbuat dari tembakau dan
cengkih yang telah menarik bangsa Eropa
ke Nusantara 300 atau 400 tahun yang lalu. Sejak saat itu, Kretek Indonesia
semakin mendunia dengan bumbu-bumbu khas di dalamnya.
Rara Mendut wanita boyongan untuk Penguasa Mataram
Teks yang menceritakan kisah Rara
Mendut cukup mendetail dalam kisah klasik berbahasa Jawa atau Melayu lama.
Kisahnya ditulis ulang oleh pujangga Ki Patraguna pada tahun 1791, dan disadur
dalam bahasa Melayu awal abad XX.
Kisah Rara Mendut jualan Kretek
dimulai saat dirinya dijadikan sebagai wanita borongan dari Bupati Pati untuk
penguasa Mataram jaman dahulu. Tumenggung Wiraguna, yang terpesona dengan Rara
Mendut, menginginkan Rara Mendut untuk dimadu. Meski diimingi segelimang harta,
Rara Mendut rupanya tidak terbujuk dengan iming-iming itu. Namun, Rara Mendut
sebagai wanita yang hidup di jaman feodal, tidak punya wewenang menolak lamaran
itu. Tak ingin disangkar (kurung) di istana, Rara Medut kemudian mengajukan
permintaan kepada Tumenggung Wiraguna, yaitu setelah dinikahi ia diperbolehkan
jualan rokok. Agak aneh permintaan itu, tetapi saking cintanya Wiraguna
terhadap Rara Mendut, akhirnya permintaan itu dikabulkan.
Rara Mendut jadi Sales Rokok
Dari Ndalem Tumenggungan, Rara Mendut
yang ayu rupawan jalan melenggak-lenggok. Tebaran senyum mempersona, harum
wewangian yang tersebar dari tubuhnya menjadi perhatian kalayak publik. Di
Pasar Prawiromantren itulah Roro Mendut menjajakan produknya, Rokok Kretek.
Di tempat penjualan rokok, sudah
banyak pembeli yang mengantre. Kebanyakan adalah pangreh praja yang kaya raya
dan juragan-juragan yang berdagang di Pasar Prawiromantren. Rara Mendut hanya menjual dua
jenis kretek. Kretek paling murah adalah kretek tembakau lintingan utuh yang
digulung dari daun jagung dan diikat benang sutra. Sedangkan rokok yang paling
mahal adalah rokok bekas isapan bibir Rara Mendut. Semakin pendek batang rokok
semakin mahal harganya, sebab di batang rokok bekas tersebut air liur Rara
Mendut semakin banyak menempel. Rasa manis air liur Rara Mendut membuat banyak
orang terpayang.
Harga rokok yang dijual Rara
Mendut memang tak seperti biasa yang tak terjangkau dengan kemampuan daya beli rakyat kalangan
cilik. Meskipun begitu, toh mereka rela bekerja siang dan malam mengumpulkan
uang demi bekas air liur Rara Mendut yang bikin mabuk kepayang itu.
Sambil menikmati kepulan asap
Kretek, pembeli duduk bersimpuh di dalam kios rokok yang dibatasi tirai tembus
pandang, melihat peragaan Rara Mendut yang mengulum, menyulut dan mengisap
rokok pesanan orang-orang yang antre di depan kios. Sebuah sensasi penawaran
rokok oleh SPG untuk menggoda konsumen penikmat rokok dengan wajah yang
mengundang pandangan mata.
Nah, itu tadi gais, sejarah dan
mitos dibalik kepulan asap Kretek. Jadi kalian sudah gak penasaran kan?
Post a Comment