Masyarakat Arab Pra-Islam (Zaman Jahiliyah)
Hai Sahabat Story ada yang pernah
piknik ke Arab Saudi? Yaman, Suriah?. Gimana ya rasanya berada di sana? kering dan panas, kiranya seperti itulah
kondisi alam Semenanjung Arab. Saat musim panas tiba, suhunya bahkan bisa
mencapai lebih dari 37 derajat Celcius. Semakin ke Timur terhampar luas di
semenanjung Arab ini, bukit-bukit pasir yang menjulang gersang tanpa tetubuhan
hijau dan tanpa pemukiman. Meskipun demikian, dari dataran yang kejam inilah,
sejarah peradaban dunia baru lahir, ya
kira-kira dimulai dari tahun 600an Masehi ketika Nabi Muhammad SAW diutus oleh
Allah untuk menyebarkan ajaran Islam. By The Way, Sahabat Story, ada yang tau gak apa itu Masyarakat Arab Pra-Islam?
Bila belum tau, yuk kita bahas bersama-sama.
Kondisi Gografis Semenanjung Arab
Luas semenanjung Arab lebih dari
dua juta kilo meter persegi. Terletak diantara tiga benua, yakni Asia, Afrika
dan Eropa. Meskipun posisinya strategis, namun dataran ini tidak menguntungkan
secara ekonomi.
Dalam sejarah peradaban Arab Kuno,
Orang Mesir kuno tidak berhasrat menguasai daerah ini. Begitupula orang Yunani,
lebih tertarik menjajah Persia dan India ketimbang Jazirah Arab yang ada di
depan teras rumah mereka.
Iklim kering sepanjang tahun
membuat dataran Arab tandus. Angin muson yang membawa hujan musiman ke pantai
selatan selalu tertahan oleh dataran sehingga air hujan tidak bisa sampai ke
Gurun Arab.
Saat awan berkumpul dan turun dan
turu hujan, wadis atau palung kering
yang memanjang sepanjang Jazirah Arab menjadi jalur air yang mengalir. Disaat
itu tumbuhan musiman dapat tumbuh. Namun saat musim kemarau tiba, wadis ini
kembali ke wujud asalnya gurun. Meskipun demikian Orang Arab dapat bertahan
hidup dikerasnya alam Arab, yaitu hidup di Oasis, daerah subur kecil yang
dikelilingi gurun yang sangat luas.
Siapa itu Suku Arab Badui?
Suku pengembara. Kebudayaan selalu sesuai dengan
tempat lingkungannya berkembang, tidak terkecuali kebudayaan Arab. Tutur kata
dan cara hidup Orang Arab yang keras, tidak terlepas dari lingkungan tempat
hidup mereka yang keras.
Orang Arab akan menghabiskan
musim panas di sekitar oasis demi bertahan hidup, sambil menjaga bahan makanan
dan persediaan air sehemat mungkin. Jika musim kemarau tidak habis, mereka akan
bermigrasi ke selatan, daerah dekat Yaman, sampai musim hujan tiba.
Domba-domba, kambing, dan onta
adalah hewan peliaraan mereka selama bermigrasi dari satu tempat ke tempat
lain. Sepanjang musim dingin, rumput-rumput tumbuh, cukup untuk pakan mereka.
Selama berkelana di Padang
Pasir, banyak ancaman yang akan mereka
hadapi. Maka kerja sama komunitas sangat penting. Mempertahankan kekerabatan
adalah cara orang Arab bertahan dari kepalaparan dan panas yang tiada henti.
Dari keluarga, mereka dapat berbagi bahan makanan, serta berteduh.
Keluarga adalah unit terpenting
dalam Masyarakat Arab. Mereka akan pergi besama-sama bermigrasi dari satu
tempat ke tempat lain. Kabilah atau klan dipimpin oleh seorang kepala suku yang
disebut shaikh. Maka seorang Arab akan menjaga identitas mereka karena asal
usul suku sangat penting dalam dunia Arab pra-Islam.
Bagi orang Arab, hidup adalah
perjuangan, baik melawan manusia maupun alam. Kebiasaan nomaden, tidak memungkinkan
kebudayaan artistik dapat disalurkan, sebagaimana pembuatan lukisan indah oleh
orang Mesir dan Yunani. Namun perlu diingat, kejamnya gurun tidak dapat
membatasi manusia untuk mencari keindahan. Malahan hasrat ini menemukan
jatidirinya. Yap, benar bahasa.
Dalam bidang seni, orang Arab
mencurahkannya dalam bentuk puisi dan syair epos. Syair Mu’allaqat yang terdiri dari tujuh syair terhebat zaman pra Islam
pernah tergantung di dinding tembok Kakbah. Meskipun menjadi masyarakat sastra
yang maju, tulisan masih langka.
Bentul bahasa tulis pernah muncul
pada 500-an Masehi. Namun tetap hafalanlah yang paling disukai orang Arab. Otak
mereka mampu menghapal sajak ribuan baris dan dapat mengulanginya dari genarasi
ke generasi. Kecakapan vital ini nanti yang akan menonjol ketika awal Islam datang,
sekitar 600-an Masehi.
Agama orang Arab hampir semuanya
politeis, meskipun mereka meyakini Nabi Ibrahim dan Ismail membangun Kakbah
untuk pemujaan satu Tuhan. Tetapi selama berabad-abad anak cucu Ismail
mendistorsi ajaran Keesaan Tuhan dengan membuat tiruan sifat-sifat Tuhan dari
batu dan kayu. Sistem kepercayaan ini melenceng jauh dari yang diajarkan kedua
nabi semenjak pengaruh agama-agama Sumeria meracuni jiwa masyarakat Arab.
Suku Badui Arab gemar berdagang
Bangsa Arab Badui adalah pedagang
ulung. Meskipun keberadaan mereka di gurung pasir di Semenanjung Arab, mereka
tidaklah mengisolasi diri mereka dari aktifitas perdagangan dunia.
Pada awal abad Masehi, di
Provinsi Suriah dan Palestina banyak terjadi pembrontakan yang dilakukan oleh Bangsa
Yahudi. Perlu diketahui, Suriah dan Palestina saat itu merupakan bagian dari
Imperium Romawi. Bagi bangsa Arab Badui, perang antara Romawi dan Yahudi adalah
peluang bisnis bagi mereka, sebab kedatangan tentara Romawi di utara wilayah
Arab, sama artinya dengan hadirnya mitra dagang baru.
Rute perdagangan Bangsa Arab
Badui secara berkala adalah melintasi bagian barat Semenanjung Arab, dari Yaman
di selatan menuju Suriah di sebelah utara. Barang dagangan yang mereka bawa
adalah barang-barang impor dari tempat-tempat jauh seperti India dan Italia.
Bangsa Romawi yang tidak terlalu
menyukai gurun pasir, memilih berdagang di daerah yang ramah di wilayah “Bulan
Sabit Subur” dan membiarkan bangsa Badui melanjutkan perdagangannya ke daerah
yang lebih jauh.
Jazirah Arab tempat lahirnya Revolusioner Dunia
Faktor geografis, iklim, dan
politik bersama-sama menghadirkan tempat sempurna bagi kekuatan Islam tumbuh
lebih cepat dibanding gerakan agama ataupun imperium di dunia. Kekuatan itu
akan segera menyebar melintasi Gurun Arab, menjelajahi Romawi sampai Persia dan
mampu mngasimiliasi beragam bangsa serta menciptakan imperium yang membentang
dari Spanyol hingga India pada awal tahun 700-an di bawah Panji Islam. Semua
itu belum pernah terbayangkan oleh sebuah bangsa yang hidup di Gurun Arab,
hingga lahirlah seorang revolusioner pendobrak zaman Jahiliyah bernama Muhammad
bin Abdullah.
Jadi, gimana gais, sudah gak kepo lagi kan dengan Masyarakat Arab Pra Islam?
Post a Comment