Pondok Pesantren Al Munawwir Gringsing - Batang

Dinding Batu Candi Borobudur Bercerita

Hay sahabat story, bagi kalian yang pernah berkunjung ke Candi Borobudur, pasti pernah melihat betapa banyaknya relief yang terukir di dinding candi tersebut, kan?

Yup benar, relief atau gambar pahatan Candi Borobudur menghiasi kiri-kanan lorong-lorong candi, dari tingkat ke tingkat. Menariknya, dinding Candi Borobudur dapat bercerita, lho.

Meskipun tidak semua relief diketahui isi ceritanya, namun dapat diketahui secara umum, bahwa relief Candi Borobudur yang panjangnya mencapai 2.900 meter dan terdiri atas 1.460 adegan cerita itu berkisah tentang kisah hidup Buddha Gautama sejak sebelum dilahirkan hingga mencapai kesempurnaan.

Bila sahabat story ingin mengikuti jejak cerita relief Candi Borobudur, maka pertama-tama yang harus sahabat story lakukan adalah memulainya dengan masuk dari pintu gerbang candi di sebelah timur. Lalu sahabat story berbelok ke kiri, berjalan ke arah kanan memutari candi.

Pernah jadi Kelinci
Pada tingkat pertama, relief candi berkisah tentang masalalu Buddha Gautama yang dilahirkan dalam wujud seekor Kelinci yang hidup di hutan belantara. Cerita ini dipetik dari naskah Jataka dan Awadana.
Jadi ceritanya Buddha Gautama (Kelinci) dan temannya seekor Anjing Air, Serigala, dan seekor kera bertemu dengan pendeta yang sudah lanjut usia. Kondisi badan si pendeta itu kurus, lemah dan menderita. Mendengar rintihan si pendeta, keempat binatang tersebut iba hatinya. Kemudian mereka berjanji akan bersama-sama mencarikan makanan untuk pendeta itu.

Tidak lama kemudian, si Anjing Air kembali membawa tujuh ekor ikan, disusul srigala yang membawa seekor kadal, dan si kera yang datang membawa buah-buahan. Semua hasil buruan tersebut lalu diserahkan kepada pendeta.

Sang Kelinci yang datang terakhir, pulang membawa tangan kosong. Dengan rasa sedih dan malu, Kelinci mendekati si pendeta. “Aku tak mampu memberimu apa-apa. Satu-satunya yang dapat aku beri kepadamu hanyalah badanku ini”. Sabil berbicara dengan pendeta, si Kelinci tersebut masuk ke dalam kobaran api hingga tewas terpanggang. Namun rupanya, pendeta lanjut usia itu adalah penjelmaan dewa yang sedang menguji sejauh mana amal bakti Sang Bodhisatwa.

Raja yang tidak rela rakyatnya sengsara
Masih dari saduran naskah Jataka dan Awadana, pada relief kedua, diding candi bercerita tentang pengorbanan seorang Raja melindungi seekor merpati yang dikerja-kejar oleh burung elang.Sang Bodhisatwa yang saat itu dilahirkan sebagai seorang Raja Cibi mendapati ada seekor burung merpati yang bertengger diatas pahanya. Si burung merpati memohon kepada raja agar diselamatkan dari sergapan elang. Burung elang yang dalam relief candi sedang bertengger di atas pohon, memprotes tindakan raja yang melindungi burung merpati karena telah mengambil rezeki dan hak seseorang.

Sebaliknya merpatipun mengingatkan raja bahwa tugas sesorang raja adalah melindungi yang lemah dari tindakan sewena-wena. Setelah dimusyawarahkan dengan menteri-menterinya dan masalah pelik tersebut mendapati jalan buntu, akhirnya Sri Bagindapun mengambil keputusan demi keadilan bersama, yaitu merelakan daging pahanya dipotong seberat tubuh merpati itu.

Maka, kemudian disiapkanlah timbangan guna mewujudkan keputusan tersebut. Daging paha Sri Baginda kemudian dipotong sedikit demi sedikit agar seimbang dengan berat tubuh merpati. Anehnya timbangan itu tidak menunjukkan perubahan dan daging Sri Baginda masih kalah berat dengan merpati. Akhirnya dengan keadaan yang amat payah dan darah terus mengucur Sri Baginda pun meminta seluruh tubuhnya diserahkan kepada elang. Ternyata kedua burung tersebut adalah penjelmaan dewa yang sedang menguji sejauh mana kebijaksanaan dan ketabahan hati Sang Bodhisatwa.

Gimana, gais makin penasaran kan dengan cerita dinding candi Borobudur. Biar kalian tidak penasaran, sempatin yuk main ke Candi Borobudur....!

No comments

Powered by Blogger.