Soetomo 'Bung Tomo' (biografi singkat)
Ketika berbicara tentang heroisme arek
Suroboyo melawan kedigdayaan Inggris yang berusaha menduduki Indonesia setelah
kemerdekaan RI, sulit bagi kita untuk melupakan peranan besar Bung Tomo. Sutomo
(ejaan lama: Soetomo) dilahirkan di Surabaya 3 Oktober
1920 silam. Pemuda Sutomo yang dikenal taat beragama kemudian didapuk menjadi
salah satu pucuk perjuangan pada pertempuran 10 November 1945 yang mampu menggerakkan
semangat tempur arek Suroboyo melalui orasi radio. Berkat keberanian dan kegigihannya, peristiwa bersejarah
itu diabadikan menjadi Hari Pahlawan, sehingga nama Bung Tomo pun tetap dikenal
dari generasi ke generasi.
Bung Tomo pemimpin revolusi Indonesia (https://id.wikipedia.org/wiki/Sutomo) |
Merajut karir sebagai
Wartawan
Sutomo
mulai mengenal dunia jurnalistik sewaktu
ia bergabung dengan Partai Parindra cabang Surabaya. Tulisan pertamanya dimuat di harian
‘Oemoem Surabaya’. Sebagai wartawan jabatan tertinggi yang pernah ia sandang
adalah Pemimpin Redaksi Kantor Berita Antara pada tahun 1945.
Jago Orasi
Bung Tomo dengan kemampuan orasinya terus
membakar spirit perjuangan warga Surabaya lewat kalimat-kalimatnya. Melalui orasi
Bung Tomo pulalah, pertempuran rakyat Indonesia melawan Belanda 10 November 1945
menjadi pertempuran terdahsyat selama perjuangan kemerdekaan Indonesia. ‘Allahu
Akbar’ menjadi cirikhas pekikan Sutomo dalam membakar perjuangan arek Surabaya
yang kebanyakan adalah santri. Meskipun Surabaya hanya dipertahankan oleh
Rakyat Indonesia dalam waktu singkat, namun secara moril dan materil Inggris
telah kalah telak melawan pejuang RI yang saat itu hanya bersenjatakan semangat
membela tanah air. Bermula dari heroisme warga Surbayalah muncul
perlawanan-perlawanan hebat di daerah-daerah yang mengharuskan Inggris keluar
dari pusaran konflik di Indonesia.
Berdinas sebagai tentara
Di masa Revolusi Fisik, 1945-1949, Sutomo pernah menjabat sebagai Ketua Umum
Barisan Pemberontakan Rakyat Indonesia (BPRI). Ia juga pernah menjabat sebagai Dewan
Penasihat Panglima Besar Jenderal Sudirman dan Ketua Badan Koordinasi Produksi
Senjata seluruh Jawa dan Madura dengan pangkat mayor jenderal.
Dikucilkan hingga
akhir hayat
Seperti banyak pejuang kemerdekaan lainnya,
di masa tua Sutomo, ia disingkirkan
secara politik oleh Rezim yang saat itu berkuasa. Pada tahun 1978 ia ditangkap
oIeh rezim Suharto dengan tuduhan subversi. Diakhir hayatnya ia menghembuskan
nafas terakhirnya di Padang Arafah pada 7 Oktober 1981 dan dimakamkan di
Ngagel, Surabaya.
Post a Comment