Abdul Haris Nasution (biografi singkat)
Abdul Haris Nasution lahir pada 3 Desember
1918, di Kotanopan, Tapanuli Selatan, Sumatera Utara. Nasution adalah anak petani
yang menggeluti dunia militer setelah sebelumnya sempat menjadi guru di
Bengkulu dan Palembang. Nasution merupakan penggagas Dwifungsi ABRI, sebuah konsep dalam peran ganda
militer yang tidak lagi menjadikan tentara sebagai pembela rakyat, tetapi juga
bermain dalam lapangan politik. Selain
konsepsi dwifungsi ABRI, ia dikenal sebagai peletak dasar perang gerilya.
Gagasan perang gerilya dituangkan dalam
bukunya ‘Strategy of Guerrilla Warfare’ menjadi buku wajib akademi militer di
sejumlah negara, termasuk sekolah elite militer dunia di West Point, Amerika
Serikat.
Jenderal Abdul Haris Nasution pada suatu acara di Belanda tahun 1971 (https://id.wikipedia.org/wiki/Abdul_Haris_Nasution) |
Merajut karir sebagai
tentara
Selama Revolusi Fisik (1946-1948), A.H.
Nasution mempelajari arti dukungan rakyat dalam
perang gerilya ketika memimpin Divisi
Siliwangi. Dari perang itu lahir gagasannya tentang
metode perang gerilya sebagai bentuk perang rakyat. Metode perang ini kemudian
dikembangkan menjadi Perintah Siasat No. I ketika terjadi Agresi Militer II
(1948-1949). Perintah itu berisi tentang persiapan perang gerilya yang kemudian
dikenal sebagai doktrin pertahanan rakyat total. Sampai saat ini Doktrin itu masih
dianut oleh TNI.
- Pada tahun 1940, Nasution mendaftar sebagai calon perwira cadangan Belanda.
- Tahun 1942 pertama kali Nasution perang melawan Jepang di Surabaya tetapi pasukannya kalah telak dan ia melarikan diri ke Bandung.
- Tahun 1943 ia masuk militer lagi dan menjadi Wakil Komandan Barisan Pelopor di Bandung.
- Tahun 1945, setelah Jepang kalah perang, Nasution turut terlibat mendirikan Badan Keamanan Rakyat.
- Bulan Maret 1946, Nasution diangkat menjadi Panglima Divisi III/Priangan
- Bulan Mei 1946, Nasution dilantik Presiden Soekarno menjadi Panglima Divisi Siliwangi.
- Bulan Februari 1948, diangkat menjadi Wakil Panglima Besar TNI (orang kedua setelah Jenderal Soedirman).
- Akhir 1949, diangkat menjadi KSAD.
Sebagai tentara, Nasution merupakan
sosok yang berusaha menjauhkan diri dari pusat kekuasaan. Meski mengagumi Soekarno,
namun ia sering terlibat perselisihan dengan Sukarno. Permusuhan dengan Sukarno
mencapai puncaknya ketika Nasution tidak bisa menerima intervensi politisi
sipil dalam persoalan internal militer. Kemudian Nasution mengajukan petisi agar
Sukarno membubarkan Parlemen pada 17 Oktober 1952. Tetapi dari petisi yang
dilayangkanya Nasution dicopot dari jabatannya karena dianggap menekan Sukarno.
Melangkah ke dunia
politik
Sukarno sadar dia tidak dapat
menengahi konflik internal Angkatan Darat yang tak kunjung reda, sehingga tahun
1955 Sukarno memberikan jabatan yang sama KSAD kepada Nasution. Pengangkat
menjadi KSAD saat itu mencairkan hubungan
keduanya yang sempat menegang. Bahkan saat itu Nasution ditunjuk sebagai cofonnateur
dalam pembentukan Kabinet Karya dan Kabinet Kerja.
Tahun 1957, di Sulawesi terjadi
pemberontakan PRRI Permesta. Sukarno menyatakan negara dalam keadaan perang. Kemudian
Nasution dilibatkan kedalam konflik terebut untuk mematahkan aksi pemberontakan
PRRI Permesta dengan hasil yang menggembirakan. Tetapi, di konstitusi, anggota parlemen terus berdebat tentang UUD baru yang nampaknya
tidak sesuai dengan keadaan politik RI saat itu.
Pertengahan 1959, perdebatan menjurus
pada perpecahan. Sebagai orang yang bertanggungjawab atas kelangsungan Republik
Indonesia, Nasution mengajukan gagasan pada Presiden untuk ‘menghidupkan kembali
ke UUD 1945’. Sehingga pada tangga1 5
Juli 1959, keluarlah Dekrit Presiden.
Persahabatan Nasution dan Sukarno tidak
berlangsung lama sebab sejak awal 1960-an, hubungan kedua tokoh itu mulai
renggang. Nasution tidak bisa menerima sikap Bung Kamo yang dekat dengan PKI.
Pertentangan tersebut berubah menjadi persaingan terbuka setelah peristiwa G30S.
Hampir menjadi korban
Kudeta Gagal PKI
Nasution nyaris menjadi korban G30S.
Namanya masuk dalam daftar penculikan. Beruntung, Nasution dapat lolos dari
sergapan Pasukan Untung, walaupun puterinya, Ade Irma Suryani harus menjadi
korban. Karakter Nasution yang berani
terang-terangan menentang komunis sebelumnya pernah ia lakukan pada tahun 1948 ketika
memimpin pasukan Siliwangi menumpas pemberontakan PKI di Madiun. Maka tidak mengherankan
ketika geger PKI tahun 60-an, Nasution ikut ke dalam pertentangan arus politik
tersebut.
Nasution disingkirkan
Nasution setidaknya pernah menjalin
kedekatan dengan Suharto pasca pengangkatan Suharto menjadi Presiden. Namun
hubungan romantis itu tidak berlangsung lama. Setelah
Soeharto berkuasa, Nasution malah disingkirkan
karena ativitas politiknya dalam Petisi 50 yang dianggap merongrong kekuasaan
Suharto, sehingga pada tahun 1972, Nasution dipensiunkan dini dari dinas militer.
Sejak saat itu Nasution tersingkir dari panggung politik.
Akhir hayat Nasution
Masa kejayaan Nasution telah redup.
Kehidupan Nasution semakin kacau ketika sempat dibelit persoalan hidup. Rumahnya
di JI. Teuku Umar Jakarta, tampak kusam dan tidak pernah direnovasi bahkan
pasokan air bersih ke rumahnya diputus, tak lama setelah Nasution dipensiunkan.
Setelah 21 tahun dikucilkan, tiba-tiba
Nasution dirangkul lagi oleh Soeharto. Pada tanggal 5 Oktober 1997, bertepatan dengan
hari ABRI, prajurit yang telah tua dan dikenal taat beribadah itu dianugerahi
pangkat Jenderal Besar bintang lima. Di Indonesia hanya ada dua jenderal yang menyandang
bintang lima selain dirinya yaitu Soedirman dan Soeharto. Pada tanggal 6 September 2000, pukul 07.30 WIB, Abdul Haris Nasution
tutup usia di RS Gatot Soebroto.
Post a Comment