Pondok Pesantren Al Munawwir Gringsing - Batang

Pembagian Jaman Prasejarah Berdasarkan Penanggalan Geologi


Hi, Sahabat Story, pada kesempatan hari ini kita akan membahas tentang pembagian jaman PraSejarah Indonesia berdasarkan penanggalan stratigrafi lapisan bumi, yaitu Kala Pleistosen. Sebenarnya apa sih Kala Pleistosen itu? Kapan berlangsungnya Kala Pleistosen, dan Apa buktinya? Biar gak penasaran, yuk kita bahas bersama-sama Pembagian Jaman Prasejarah Indonesia Kala Pleistosen
.
Bagan Pembagian Jaman Pleistosen
Pengertian Kala Pleistosen?
Kala pleistocen adalah suatu pembagian jaman dalam pembabakan sejarah bumi yang berlangsung sekitar 2,5 juta hingga 11 ribu tahun yang lalu. Bersamaan dengan Jaman ini di bumi berlangsung jaman kebudayaan batu tua (palaeolithikum). Melalui penanggalan stratigrafi lapisan bumi, isotop oksigen dan karbon, para ahli membagi Jaman Pleistosen menjadi tiga periode, dari yang paling tua yaitu Pleistosen Bawah, kemudian Pleistosen Tengah dan Pleistosesn Atas.

Apa itu Kala Pleistosen Bawah dan Fauna Jetis?
Pleistocen bawah adalah stratifikasi penanggalan lapisan tanah yang menyimpan bukti kebudayaan tertua di Indonesia. Jaman ini berlangsung sekitar 2,5 juta - 780 ribu tahun yang lalu. Pleistosen bawah dibagi menjadi dua jaman yakni Glacian dan Calabrian. Bersamaan dengannya hidup pula fauna sejaman yang digolongkan dalam Fauna Jetis.
Pembabakan Kala Pleistosen bawah dimulai dari Jaman Glacian. Jaman ini berlangsung sekitar 2,5 juta hingga 1,8 juta tahun yang lalu. Saat itu bumi memasuki masa pemanasan ekstrim (deglasiasi) yang menyebabkan es di kutub utara mencair. Bukti ini didasarkan pada kandungan isotop pada batuan sejaman yang lebih ringan (tidak rapat) yang menunjukkan adanya penyusutan volume es saat itu. Akibat deglasiasi dataran-dataran rendah yang sebelum pliocen (4 juta tahun yang lalu) terhubung, terputus karena genangan air laut.
Jaman ini berlangsung sekitar 1,8 juta hingga 780 ribu tahun yang lalu. Ketika itu es dari kutub utara menyebar pelahan ke selatan. Akibatnya air hujan menjadi berkurang membuat daratan bagian utara bumi mengering, sehingga kondisi tersebut menyebabkan matinya pepohonan, tetapi dilain sisi menyuburkan rerumputan sehingga padang rumput semakin luas.
Jaman Calibrian menjadi akhir dari Kala Pleistocen Bawah. Diakhir jaman ini terjadi kondisi iklim ekstrim ketika es mulai menyelimuti 30% daratan bumi bagian utara yang menyebabkan rerumputan mati.  Kondisi kemudian mendorong fauna dari belahan bumi utara hijrah ke selatan mengikuti persediaan pangan. Bersamaan dengan Jaman ini tumbuhan Asia turut berpindah secara pasif terbawa oleh fauna ke Indonesia.
Peta Jawa Kala Pleistosen Bawah
Pada Kala Pleistosen Bawah di Pulau Jawa telah dihuni manusia purba jenis Meganthropus dan Pithecanthropus. Mereka adalah makhluk yang berasal dari Afrika. Bukti keberadaan mereka diperoleh dari fosil yang terkubur di lapisan Pucangan (istilah lapisan tanah pleistocen bawah yang dipakai untuk temuan kasus di lembah Bengawan Solo).
Pada Kala Pleistosen Bawah, Golongan Fauna Jetis hidup di Jawa. Fosil dari golongan Fauna Jetis banyak ditemukan di daerah sepanjang Pegunungan Kendeng seperti daerah Mojokerto dan Sangiran. Sebelum tahun 1927 fauna Jetis belum bisa digolongkan. Baru setelah Cosijn menulis ciri fosil-fosil lainnya yang berasal dari daerah penemuan yang sama, fauna asal Jetis ini dapat digolongkan.
Fauna Jetis dikelompokan dalam fauna tua terdiri antara lain Epimachairodus, Leptobos, beberapa jenis Antilope (rusa), macam-macam Sus (kelompok babi), dan Stegodon (gajah purba).
Apa itu Kala Pleistosen Tengah dan Fauna Trinil?
Kala Pleistosen Tengah berlangsung sekitar 780 ribu sampai 126 ribu tahun yang lalu. Bersamaan dengannya bumi mengalami pembekuan yang mengakibatkan volume air laut menyusut sehingga jaman ini disebut juga sebagai Jaman Ionian. Sepanjang jaman Ionian, es dari kutub berkali-kali meluap dan mencair. Saat memasuki puncak masa glacial permukaan air laut turun antara 10 hingga 90 meter (setiap turun 40 meter menunjukan pencairan 20% glacial maksimum). Hal itu yang menyebabkan daratan semakin luas menjorok ke laut yang akhirnya membentuk jembatan antar pulau. Kondisi tersebut bermanfaat bagi fauna dari Asia termasuk manusia purba jenis Pithecanthropus (Homo erectus) untuk hijrah ke Indonesia melalui tanah kering.
Dangkalan Sunda dan Sahul
Turunnya permukaan air laut menyebabkan beberapa pulau di Indonesia Barat menyatu dengan semenanjung Malaysia (membentuk Sunda plat). Demikian juga dengan Papua yang terhubung dengan daratan Australia (membentuk Sahul plat).
Ketika pulau-pulau nusantara saling terhubung dengan daratan Asia maupun Australia, terjadilah migrasi besar-besaran fauna dari Asia ke Indonesia dan dari Australia ke Indonesia maupun sebaliknya. Hal inilah yang turut memperkaya jenis keragaman hayati Indonesia.
Dikala Pleistosen Tengah, hidup segolongan hewan yang masuk kedalam Fauna Trinil. Penelitian tentang fauna Trinil dilakukan oleh Selenka pada tahun 1907-1908 dan Depatemen Geologi ITB pada tahun 1962. Area penelitian mencakup daerah Trinil (Ngawi) dan Sangiran (Karanganyar).
Perbandingan Ukuran Gajah Dulu dan Sekarang

Fosil Stegodon di Museum Sangiran
Di lapisan tanah tersebut, ditemukan fosil Stegodon dan Homo erectus. Hal ini mengindikasikan bahwa Homo erectus hidup bersama dengan Stegodon. Namun di area yang sama fosil Leptobos (jenis rusa) dan Epimanchairodus (jenis kucing besar) tidak ditemukan kemungkinan mereka sudah punah. Sementara jenis-jenis kera dan jenis anthropoidea telah berkembang sebagaimana ditemukan fosil dari spesies Pongo pymaeus (orang utan).
Berdasarkan letak penemuan fosil-fosil hewan tersebut dilihat dari stratigrafi tanah maka penggolongan usia fauna Trinil ini lebih muda dibandingkan fauna Jetis, tetapi lebih tua dibandingkan dengan fauna Ngandong.
Apa itu Kala Pleistosen Atas dan Fauna Ngandong?
Pleistocen atas merujuk pada lapisan tanah yang menyimpan bukti-bukti kebudayaan jaman palaeolithikum muda yang berlangsung antara 126 rb – 11 rb tahun yang lalu.  Kala Pleistosen Atas juga disebut jaman Terantian. Dari awal hingga akhir jaman Terantian, es dari kutub utara meluas menutupi daratan-daratan di belahan bumi bagian utara. Hal itu berdampak pada turunnya permukaan air laut China Selatan hingga kedalaman 70 meter. Kondisi tersebut bertahan hingga berakhirnya jaman pleistocen ini yang mengakibatkan garis pantai Sunda plat tidak banyak berubah yang membuat lalu lintas dengan benua Asia tetap ramai. Disaat itu pula Homo soloensis dan Homo wajakensis nenek moyang bangsa Australoide hidup di Jawa.
Fosil Kerbau di Museum Sangiran
Dijaman Pleistosen Akhir hidup pula golongan Fauna Ngandong. Sebagai namanya fosil fauna jaman Pleistosen Akhir ini banyak ditemukan di Desa Ngandong tepi Bengawan Solo. Penelitian di area ini dilakukan tahun 1931 oleh ter Har. Disana ia menemukan fosil kerbau purba (Babulus palaekarabau)  dan 11 tengkorak fosil manusia (Homo soloensis) serta ribuan fosil hewan lainnya. Selain itu juga ditemukan fosil lembu dan rusa (mendominasi). Ukuran kerbau saat itu lebih besar daripada yang sekarang ini ada. Harimau belum dijumpai, namun kucing sejenisnya sudah ada, Felis palaejavanica dan Felis trigis soloensis. Bentuk badak tidak berubah dengan ukurannya yang sekarang, sedagkan kuda nil jawa sejenis dengan kuda nil dari India (Hippopotamus palaeoindicus) dan Stegodon berbadan kecil, kira-kira sebesar gajah Sumatra.
Dikala Pleistosen Atas iklim dunia tidak menentu. Kondisi saat itu berpengaruh pada persediaan pangan yang semakin tipis yang mendorong manusia modern berkompetisi dengan fauna lainya berebut pangan untuk bertahan hidup.

Nah, Sahabat Story, sudah gag penasaran kan tentang Pembagian Jaman Prasejarah berdasarkan penanggalan stratigrafi lapisan bumi. Jadi Kala Pleistosen yang sudah berlangsung sejak 2,5 juta hingga 11 ribu tahun yang lalu dibagi menjadi tiga periode waktu yang mewakili karakteristik tinggalannya, yakni Pleistosen Bawah/Tua dengan tinggalan fosil dari golongan fauna Jetis, Pleistosen Tengah/Madya dengan tinggalan fosil golongan fauna Trinil dan Pleistosen Atas/Muda dengan tinggalan fosil fosil Ngandong.

No comments

Powered by Blogger.