Pondok Pesantren Al Munawwir Gringsing - Batang

Kebudayaan Bacson-Hoabinh Indonesia


Sahabat Story, kamu penasaran gak dengan penyebaran kebudayaan Mesolithikum di Indonesia? Jadi Sahabat Story semua, penyebaran kebudayaan mesolithikum di Indonesia tidak terlepas dari pengaruh kebudayaan Bacson-Hoabinh. Ciri khas kebudayaan ini ada pada produksi peralatan batu yang  masih dikerjakan secara kasar, namun pada sisi-sisinya sudah diasah. Loh kayak apa itu? Yuk daripada bingung, kita bahas bersama-sama tentang kebudayaan Bacson Hoabinh di Indonesia.

Apa itu Kebudayaan Bacson-Hoabinh?
Kebudayaan Bacson-Hoabinh pertamakali dikenalkan oleh Mme Medeline Colani. Penamaan kebudayaan ini disesuaikan dengan tempat penemuannya, yakni di Bacson dan Hoabinh. Namun sebagai pusatnya kebudayaan mesolithik Asia Tenggara ini diasosiasikan berada di Tonkin daerah Vietnam bagian Utara. Di Indonesia Kebudayaan Bacson-Hoabinh berkembang dalam tiga corak budaya, yakni Sumatralith, Sampungian dan Toalian.
Bagan Produk Kebudayaan Mesolithik Indonesia yang terpengaruh Kebudayaan Bacson-Hoabinh

Apa itu Budaya Sumatralith?
Pada masa prasejarah di pesisir timur Pulau Sumatra (Sumatra Utara) telah berlangsung sebuah kebudayaan yang sering dihubungkan dengan budaya Hoabinh dari Vietnam Utara. Karakteristik kebudayaan Sumatra ini berbentuk kapak batu unifasial yang berbahan baku batu sungai.
Alur persebaran Kapak Sumatra (Pebble)
Manusia pendukung kebudayaan ini memiliki cara hidup yang khas yaitu mengeksploitasi biota laut (moluska) sebagai bahan pangan. Teknologi dan morfologi peralatan batu yang mereka kembangkan disebut dengan Sumatralith.  

Apa itu Pebble atau Kapak Sumatera?
Kebudayaan Hoabinhian didominasi oleh alat-alat batu dengan ciri teknologi dan pengerjaan yang masih sederhana melalui pemangkasan satu sisi sehingga bagian sisi lainya masih memiliki kortek (kulit batu).
Pebble atau Kapak Sumatra
Ciri khas kebudayaan Hobinhian yang sampai ke Pulau Sumatra adalah Sumatralith/Pebble yang memiliki bentuk awal oval. Alat ini biasa digunakan untuk pemukul (perkutor). Hal ini dapat dilihat dari kerusakan-kerusakan batu yang menyisakan hematite (daging kerang) pada permukaannya. 

Apa itu Budaya Sampungian?
Budaya Sampungian telah lama dianggap sebagai “Mesolithik Jawa” dan penanda dari tipologis akhir jaman prasejarah di Jawa. Situs eponim Sampungian berupa goa besar yang bernama Goa Lawa yang terletak di Desa Sampung Kabupaten Ponorogo. Menurut van Stein Callenfels, goa ini merupakan tempat hunian para pemburu-pengumpul makanan yang hidup sepanjang milenium ke-5 sebelum masehi.
Pusat Budaya Sampungian di Jawa Timur
Situs-situs yang tergolong Sampungian ditemukan di seluruh bagian timur Jawa. Produk budaya Sampungian adalah industri tulang dan mata panah. Mata panah Sampungan sebagai tekno komplek Hoabihnian kepulauan ini memiliki cirikhas bahan bakunya yang berasal dari batu rijang (chert) Gunung Sewu. Sedangkan alat tulangnya beraneka ragam mulai sudip, alat penusuk dan lancipan.

Apa itu Tulang dan Mikrolith Sampungian?
Salah satu tempat yang banyak menyimpan tinggalan budaya Sampungan adalah Pegunungan Selatan Jawa atau yang dikenal dengan Gunung Sewu. Temuan disini berbentuk mikrolith, namun berbeda dengan yang ada di Sulawesi (Budaya Toalian), tipologi mikrolith Sampungan berbentuk lancipan panah yang memiliki permukaan cembung, sedikit lebih halus, dengan dasar cekung.
Microlith Sampungian
Dilihat dari bentuknya, mata panah seperti ini dibuat dengan proses kerja yang panjang, kompleks dan memerlukan kemampuan tinggi. Menurut D.P. Erdbrink artefak ini dibuat dengan dua tahap yang pertama dengan batu pukul keras untuk membentuk segitiga, kemudian diperhalus dengan batu pukul lunak.
Meskipun budaya mikrolith Sampungian hampir mirip dengan budaya Toalian, namun ada pembedanya. Perbedaan itu ada pada penggunaan alat-alat yang terbuat dari tulang berupa sudip dan belati.
Belati dari Tulang Hewan
Sudip dibuat dari sisa-sisa tulang hewan Bovidae (kerbau) dan Elephantidae (gajah) yang dibelah. Industri tulang semacam ini banyak ditemukan di daerah Jawa Timur seperti Ponorogo-Puger, Bojonegoro-Tuban, dan Besuki, oleh karena kekhasannya budaya Mesolithik Jawa ini maka teknologi dan morfologi peralatan tulang ini disebut dengan Sampungian Bone Culture.

Apa itu Budaya Toalian?
Pada tahun 1902 dan 1903 Sarasin bersaudara melakukan ekspedisi ke Sulawesi Selatan untuk meneliti situs prasejarah. Disana mereka berjumpa dengan suku pemburu penghuni gua yang disebut dengan orang Toala (manusia kayu).
Tiga puluh tahun kemudian van Stein Callenfels menelusuri goa-goa di sekitar Toala. Disana ia menemukan lancipan-lancipan berbentuk mikrolith. Lancipan khas ini kemudian dijadikan nama tekno-kompleks dari budaya Toalian.
Alur persebaran Mikrolith Toalian
Berdasarkan temuan di Leang (Goa) Saripa, Leang Ulebala dan Leang Balisao mikrolith sudah ada di Sulawesi sejak 8000-5000 tahun yang lalu, sedangkan menurut konsentrasi persebarannya ada di Sulawesi, Jawa bagian Timur, dan Philipina.

Apa itu Mikrolith Toalian?
Budaya Toala Sulawesi merupakan tekno komplek yang diakui dalam kronologi prasejarah Indonesia. Kekhasan industrinya diperlihatkan oleh fosil pemandu berupa “lancipan Maros”. Alat ini digunakan utuk berburu.
Mikrolith Toalian
Berdasarkan tipologinya mikrolith Maros berbentuk lancipan kecil dan cekung dengan tepian bergerigi, mata panah batu bergerigi dan bersayap pada dasarnya, segitiga sama kaki dengan dasar cekung, dan lancipan kecil bersayap atau dasar berongga. Teknik pembuatannya masih menggunakan batu pukul keras. Hal ini dapat diketahui dari sisi-sisinya yang masih bergerigi menyisakan korteks keras.

Nah Sahabat Story, sudah gag penasaran kan dengan penyebaran kebudayaan Mesolithikum di Indonesia? Jadi, penyebaran kebudayaan mesolithikum di Indonesia berdasarkan tinggalan dan bentuknya masih banyak terpengaruh oleh kebudayaan Bacson-Hoabinh. Ada tiga corak yang berkembang di negeri kita ini guys, pertama Budaya Sumatralith dengan Kapak Sumatranya, kedua Budaya Sampungian dengan peralatan dari tulang dan microlith cembum yang sudah terasah agak halus, dan ketiga  Budaya Toalian dengan microlithnya yang masih kasar.

No comments

Powered by Blogger.