Pondok Pesantren Al Munawwir Gringsing - Batang

Tiba di Persimpangan Jalan: Belajar atau Kawin- Raden Ajeng Kartini

Kartini dan Saudaranya menjadi guru di sekolah perempuan yang mereka dirikan di Jepara
      Di tengah-tengah kesibukan Kartini, Kartini dihadapkan pada sebuah permasalahan baru. Ia dilamar oleh Bupati Rembang, Raden Adipati Djojo Adiningrat. Pada bulan Juli 1903, seorang utusan dari Rembang membawa surat lamaran yang membuat keluarga Bupati Sosroningrat hampir tidak dapat bernafas karena terharu. Orang tua Kartini tidak tahu apa yang bisa mereka perbuat. Mereka tahu pendirian Kartini untuk tidak akan kawin. Oleh sebab itu, mereka mengurus permasalahan ini dengan sangat hati-hati supaya tidak menyinggung perasaan Kartini. 
      Raden Adipati Djojo Adiningrat adalah seorang pejabat yang progresif  dan mempunyai nama baik.
Ia seorang duda dan telah mempunyai enam orang anak yang masih kecil-kecil. Karena ayah Kartini dan Adipati Djojo Adiningrat sudah lama  kenal dengan baik, maka orang tua Kartini  menganggap Bupati Rembang cocok sekali apabila nikah dengan putrinya. Meskipun begitu, tentu saja orang tua Kartini juga ingin melihat putrinya bahagia. Akhirnya Bupati Jepara menyampaikan maksud tujuan surat lamaran tersebut kepada putrinya. Kartinipun menjawab:

"ah, mengapa harus ada penghalang lagi di jalanku. Ini sungguh aneh."

      Kartini diberi kesempatan untuk memikirkan secara masak-masak keputusannya. Hal ini sama sulitnya dengan permintaan izin melanjutkan studi oleh Gubernur Jendral mengenai rencana Kartini dan Rukmini yang akan melanjutkan studinya ke Belanda. Akhirnya, Kartini memberi tempo waktu tiga hari untuk menjawab lamaran tersebut. Selama tiga hari  itu Kartini mulai merenung. Ia teringat pada sebuah percakapan dengan Nyonya Marie Ovink yang berkata padanya bahwa ia ingin melihat Kartini menikah dan mempunyai banyak anak. Kartini yang saat itu masih berusia 16 tahun menjawabnya dengan "Saya tidak akan kawin selama-lamanya. Ibu tahu itu, bukan?".
     Nyonya Ovink pun menyahut "tetapi nak, jika nasib mempertemukanmu kau dengan laki-laki yang cocok dengan jiwamu, yang mau bekerja sama dan membantu kai melaksanakan segala tujuan mulia yang kau impikan sekarang dan memerlukan kau untuk kebahagiannya?"
      Sambil menggelengkan kepalanya, Kartini menjawab "pria yang ibu maksudkan itu tidak ada. Pria bangsa kami memandang rendah kepada kaum wanita. Saya tidak akan tahan diberlakukan seperti itu. Saya tidak dapat berkata betapa itu membuat hatiku sakit. Kami wanita Jawa toh juga punya hati".
      Nyonya Ovink belum puas dan mengoyak terus "Ya, itu benar nak. tetapi bayangkan kalau kau mendapat suami yang menganggap kau sebagai sesamanya. Untuk siapa kau satu-satunya wanita di dunia, apakah perkawinan demikian bukan sesuatu yang paling indah dan diinginkan setiap wanita?".
      Jawab Kartini "Kalau begitu, betapa indahnya dongengan Ibu itu. Kalau begitu, pria itu harus seorang bupati. Sebagai istri seorang bupati saya akan bebas mengerjakan semua yang saya inginkan. Bayangkan betapa nikmatna jika bekerja sama dengan orang yang mampu membaca jiwaku. Kami akan membuat rencana untuk memperbaiki keadaan di wilayah kami, yang akan memberkati banyak orang. Dengan istri para pejabat aku akan bergaul sebagai kawan, membantu dan memberi nasihat kepada mereka". Kemudian Kartini mulai ragu dan berkata pada diri sendiri "Ah, itu semua terlalu bagus untuk menjadi kenyataan, itu dongengan yang akan tetap tinggal dongengan, Ibu".
     Tatkala Kartini masih remaja, impiannya hanya terdengar seperti mimpi kosong, namun 8 tahun kemudian mimpi itu menjadi sebuah kenyataan. Demikianlah bayangan Kartini saat itu. Ayahnya sangat setuju Kartini dinikahi seorang bupati. Hati Kartini semakin bimbang dengan pendirianya yang tidak ingin menikah, apalagi ketika ia mendengar ceritera dari Ayahnya bahwa bupati Rembang telah berhasil memajukan daerahnya. Pria itu sejalan dengan apa yang pernah ia bayangkan, tetapi ia sendiri sangat risau. Keputusan mana yang akan ia ambil? keraguan yang sangat menyincang hati Kartini disaat ia ingin sekali belajar dan mendapat ijazah, lalu bekerja. Menimbang-nimbang lamunan itu ia juga berfikir, adilkah ia terhadap orang tuanya jika ia menolak?  Pergulatan jiwa Kartini semakin memuncak, jiwanya terombang-ambing antara ego pribadi dan kebahagiaan orang tua. mungkin Kartini sempat terbayang pernikahan Kardinah yang juga dinikahi seorang duda yang sudah mempunyai anak. Tetapi berlainan dengan pernikahan yang ia lihat, jelas Kardinah bahagia pada pilihannya. Kehidupan keluarga adiknya sangat harmonis, sama sekali tidak ada kesewenang-wenangan dari suaminya.
     Seperti yang Kartini lihat pada adiknya, Kartini ingi sekali bercermin kepada saudara-saudaranya. Meskipun ia dilamar duda dengan enam anak, Bupati Rembang terkenal dengan pejabat yang cakap dan mampu mengelola wilayahnya. Setelah ia lulus dari Hogere Burger School atau sekolah lanjutan menengah kaum elit pribumi dan bangsa Belanda, lalu ia melanjutkan pendidikannya di Sekolah Pertanian Tinggi, Wagenigen, Netherland. sebagai orang yang berpendidikan tinggi, tentu saja bupati Rembang memperhatikan pendidikan di daerahnya. 
     Waktu tiga hari yang dimintanya telah habis, saatnya Kartini memberi jawaban. Kartini memberi keputusan dengan beberapa syarat salah satunya adalah agar bupati Rembang menyetujui gagasan Kartini yaitu mebuka sekolah dan mengajar putra putri para pejabat seperti apa yang telah Kartini lakukan seperti di Jepara. Jika syarat itu tidak dilakukan, Kartini menolak lamaran itu. Jawaban Kartini tadi diterima bupati Rembang dan diterima dengan senang hati. Ia bahkan tidak keberatan sedikitpun.

Sumber buku: Sitisoemandari Soeroso. 1986. Kartini: Sebuah Biografi. Jakarta: Gunung Agung.
Sumber foto  :
http://media-kitlv.nl/all-media/indeling/detail/form/advanced/start/11?q_searchfield=kartini

No comments

Powered by Blogger.