Pondok Pesantren Al Munawwir Gringsing - Batang

Kerajaan Majapahit



Masa Transisi Kekuasaan
Awal mula berdirinya Majapahit dimulai dari peristiwa runtuhnya Singasari pada tahun 1293 Masehi. Raja yang memerintah Singasari pada waktu itu adalah prabu Kertanegara. Kertanegara adalah keturunan Ken Arok atau prabu Ranggah Rajasa, sang Amurwabhhumi yang mengalahkan Kertajaya raja Kediri dalam perang di Ganter tahun 1222 Masehi. Raja Kertanegara adalah raja yang besar pengaruhnya serta raja pertama mencita-citakan persatuan nusantara. Ia juga merupakan tokoh yang teguh pendiriannya setia pada agama yang dianutnya yaitu Budhisme aliran aliran Tantra.

Dalam politik dalam negeri, nampaknya Kertanegara kurang disenangi oleh pengikutnya. Hal itu terjadi karena kebijakan- kebijakan Kertanegara tidak sesuai dengan kehendak para bangsawan waktu itu, misalnya adalah penggantian patihnya yang bernama Raganatha menjadi adhiyaksa serta pergeseran Wiraraja dari jabatannya diistana menjadi adhipati di Madura. Rasa ketidakpuasan para pemuka pada masa itu semakin menonjol ketika Kertanegara tidak mau menerima saran-saran mengenai bahaya serangan dari Kediri atau Daha yang kemungkinan akan timbul sewaktu-waktu.
Sisa-sisa Arca Majapahit
Pada masa pemerintahan Kertanegara, penguasa Kediri waktu itu adalah Jayakatwang. Jayakatwang ialah keturunan  dari Kertawijaya yang tewas dalam pertempuran melawan Ken Arok pada tahun 1222 Masehi. Pada dasarnya Jayakatwang tidang menginginkan untuk merebut tahta Kertanegara, tetapi karena hasutan dari pengikutnya juga oleh Wiraraja yang kecewa karena diturunkan pangkatnya oleh Kertanegara menjadi Adhipati Madura, maka akhirnya Jayakatwang akhirnya melancarkan serangan dengan dalih membalas kematian leluhurnya.
Pada tahun 1292 Masehi setelah ekspedisi Pamalayu, Jayakatwang yang dibantu oleh Wiraraja melancarkan serangan terhadap Singasari. Serangan yang mendadak itu mengakibatkan Raja Kertanegara serta beberapa pejabat istananya gugur. Kertanegara wafat pada tahun 1292 Masehi dan sesuai dengan sifat keagamaannya, ia didharmakan sebagai Siwa – Budha di candi Jawi Malang serta sebagai Wairocana – Locana ( Dhyani Budha yang tertinggi dalam sistem agama Budha) di Sagala, Jawa Timur. Arca Kertanegara sebagai Siwa – Budha ditemukan di Surabaya yang oleh masyarakat disebut dengan arca Joko Dolok. 
 
Awal Mula Berdirinya Majapahit
Pada saat Singasari diserang Kediri, Raden Wijaya diberi tugas oleh Kertanegara yang merupakan calon ayah mertuanya  dan  seorang raja dari Singasari untuk menghalau serangan dari musuh. Dalam rangka menangkal serangan dari Kediri, Raden Wijaya dan pengikutnya terpukul dan mengalami kekalahan. Raden Wijaya dan pengikutnya terpaksa mundur untuk menyelamatkan diri. Ketika dalam pelariaanya menghindari musuh, Raden Wijaya berserta pengikutnya lari ke Rabut Carat, selanjutnya ke Pamawatan, Trung dan Kembang Sri. DiKembang Sri, Raden Wijaya masih dibuntuti oleh musuh. Akhirnya Raden Wijaya memutuskan utuk menyeberangi Sungai Brantas menuju desa Kudadu. Untuk menyeberang Sungai Brantas sangatlah sulit karena aliran sungai yang deras dan jarak yang lebar antara tepi sungai mengakibatkan banyak pengikut Raden Wijaya hanyut juga tertawan oleh musuh. Raden Wijaya dengan sisa pengikutnya yang setia diterima dan dilindungi oleh penguasa desa tersebut. Atas desakan para pengikutnya, Raden Wijaya disuruh meminta bantuan kepada Wiraraja di Madura. Alasan tersebut ditolak oleh Raden Wijaya karena  ketika Singasari diserang oleh Kediri, Wiraraja ikut membantu Jayakatwang menghancurkan Singasari. Tetapi karena desakan pengikutnya dan jaminan dari Nambi seorang putera dari Wiraraja akhirnya usulan tersebuut diterima.
Perjalanan Raden Wijaya dimulai dari Rembang untuk menyeberangi Selat Madura menuju kekediaman Wiraraja. Ia dan pengikutnya diterima dengan baik oleh Wiraraja sebagaimana layaknya seorang pangeran yang sedang berkunjung ke daerah. Raden Wijaya selama tinggal di Madura bersama Wiraraja mengatur siasat untuk merebut kembali tahta mertuanya yang telah dikuasai oleh Jayakatwang. Usaha itu dilakukan dengan tipu muslihat dengan cara Raden Wijaya berpura – pura menyatakan tahluk dan setia kepada Jayakatwang. Namun, diam – diam Raden Wijaya membangun kekuatan dengan mengumpulkan pengikut – pengikut yang setia terhadap Raden Wijaya untuk balas dendam. Raden Wijaya diterima Jayakatwang untuk mengabdi kepada Kediri. Tanpa ada kecurigaan, Jayakatwang memberi sebidang tanah Tarik kepada Raden Wijaya. Bahkan, Jayakatwang memberikan bekal untuk membuka hutan Tarik tersebut untuk dipergunakan Raden Wijaya sebagai daerah kekuasannya. Hutan Tarik tersebut oleh Raden Wijaya diberi nama Majapahit. Nama Majapahit sendiri konon berasal dari ketidaksengajaan seorang pekerja yang kehabisan bekal ketika membabat hutan Tarik, ia menemukan buah maja yang dimakan rasanya pahit, oleh karena itu daerah tersebut dinamakan Majapahit. Tata letak bangunan, jalan, pasar, dan sarana pertemuan lainnya ditata secara teratur sehingga menjadi daya tarik orang – orang dari Singasari, Kediri, dan Madura untuk berdagang atau bermukim disana.
Setelah kekuatan Raden Wijaya terhimpun kembali, secara diam – diam, ia mengadakan kontak dengan Wiraraja di Madura untuk mengkudeta Jayakatwang. Tetapi niat Raden Wijaya tersebut dicegah oleh Wiraraja dengan alasan menunggu pasukan Cina yang ingin mengeksekusi Kertanegara karena dendam atas penghinaan utusan raja Cina yang bernama  Meng – Chi oleh Kertanegara. Ku Bilai Khan yang murka mengirim pasukanuntuk menyerang Singasari. Karena Cina tidak mengetahui gejolak politik di Jawa, dikiranya Singasari – Jayakatwang masih sama yang dahulu yaitu Singasari – Kertanegara. Pasukan Cina yang dipimpin oleh Ike Mese, Kau Shing, dan Shing Pi mendarat di Canggu. Disanalah pasukan Cina tersebut bergabung dengan pasukan Majapahit untuk menggempur Kediri. Setelah Kediri runtuh, Raden Wijaya menyerang balik pasukan Tartar. Serangan yang tiba – tiba ini banyak membunuh tentara Tartar dan mengacau balaukan pasukan Cina, sehingga pasukan Cina yang selamat dari penyerangan tersebut pulang ke negerinya dengan tangan kosong.
Dengan runtuhnya kerajaan Kediri dan kembalinya tentara Tartar dari Jawa ke Cina, mulailah babakan baru berdirinya kerajaan Majapahit. Raja Majapahit yang pertama ialah Raden Wijaya. Ia dinobatkan menjadi raja pada tahun 1293 Masehi. Ia bergelar Cri Kertarajasa Jayawarddhana Anantawikramottunggaldewa. Ia memimpin kerajaan Majapahit didampingi oleh empat orang permaisuri puteri raja Kertanegara. Mereka adalah; Sri Parameswari Dyah Dewi Tribhuanawaneswari, Sri Mahadewi Dyah Dewi Narendraduhita, Sri Jayendradewi Dyah Dewi Prajnaparamita, dan Sri Rajendradewi Dyah Dewi Gayatri. Dalam masa pemerintahannya, rakyat aman dan sentosa. Ia tidak lupa akan jasa – jasa pembantunya dalam rangka mengambil kekuasaan dari Jayakatwang. Mereka yang berjasa diberi jabatan- jabatan penting seperti Wiraraja yang dianggap sangat berjasa dalam proses perjuangan berdirinya kerajaan Majapahit, ia  memperoleh kekuasaan di daerah timur Jawa Timur seperti Lumajang dan Blambangan. Pada tahun 1309 Masehi, raja Kertarajasa mangkat dan didharmakan di candi Sumberjati sebagai Siwa dan candi Simping sebagai Buddha.

Menuju Masa Keemasan
Setelah Raden Wijaya mangkat, Majapahit dipimpin oleh anaknya dari pernikahan dengan Dyah Sri Tribuanameswari yaitu Raja Jayanegara. Pada masa pemerintahan Jayanegara atau Kala Gemet, situasi politik kurang stabil. Banyak timbul pemberontakan yang bersumber pada ketidak puasan bekas para pengikut ayahnya yang dirasa kurang adil dalam memberikan kedudukan bagi mereka. Diantara pemberontakan – pemberontakan tersebut antara lain adalah; pemberontakan Rangga Lawe pada tahun 1309 Masehi, pemberontakan Lembu Sora pada tahun 1311, pemberontakan Juru Demung pada tahun 1313 Masehi, dan banyak pemberontakan – pemberontakan kecil lainnya. Diantara pemberontakan tersebut, yang paling bahaya adalah pemberontakan Kuti pada tahun 1319 Masehi.  Ketika terjadi pemberontakan ini, Raja Jayanegara sempat diungsikan ke desa Badander. Saat raja Jayanegara diungsikan, raja ini dikawal oleh pasukan Bhayangkara dibawah pimpinan Gajah Mada.  Raja Jayanegara berada dipengungsian selama 15 hari, ketika Jayabaya mengungsi di desa Badander, rupanya Gajah Mada menumpas pemberontakan Kuti. Kuti dan kawan – kawannya berhasil ditumpas dan akhirnya Raja Jayanegara dapat kembali keistana. Berkat kecekatan Gajah Mada untuk meredam pemberontakan Kuti,nama Gajah Mada mulai menanjak kariernya dan diangkat sebagai patih di Kahuripan. Setelah dua tahun kemudian ia diangkat sebagai patih di Daha menggantikan Arya Tilam yang telah lanjut usia. Pada tahun 1328 Masehi, Raja Jayanegara mangkat. Ia mangkat karena dibunuh oleh Tancha, seorang Tabib kerajaan. Tancha membunuh Jayanegara karena Jayanegara sering mengganggu isteri Tancha. Akhirnya, Tancha sendiri dibunuh oleh Gajah Mada dengan alasan bahwa Tancha telah menghilangkan jiwa sang raja. Jayanegara didharmakan di Silapetak di Bubat sebagai Wisnu dan di Kapopongan sebagai Buddha Amogasidhi. Karena semasa hidupnya Raja Jayanegara tidak berputera, maka tahtanya digantikan oleh adik perempuannya bernama Bhre Kahuripan yang bergelar Tribhuanottunggadewi Jayawisnuwarddhani.
Masa pemerintahan Tribuwanottunggadewi berlangsung lama yaitu dari tahun 1328 hingga 1350 Masehi. Selama masa kepemimpinannya, Majapahit mengalami dua pemberontakan yaitu di Keta dan di Sadeng, tetapi pemberontakan tersebut dapat dipadamkan. Pada masanya, keadaan kerajaan Majapahit aman dan tenteram. Tribuwanottunggadewi mangkat pada tahun 1350 Masehi. Pengganti Tribuwanottunggadewi adalah puteranya yang bernama Hayam Wuruk.
Setelah diangkat menjadi raja Majapahit, Hayam Wuruk bergelar Cri Rajasanegara. Masa pemerintahan Rajasanegara merupakan puncak keemasan dari kerajaan Majapahit. Dibawah patih hamangkubumi Gajah Mada, pengaruh Majapahit hampir mencakup seluruh Nusantara, mulai dari pulau Sumatra hingga Irian. Hubungan diplomatik dengan negara tetangga tidak hanya terbatas di kawasan Asia Tenggara tetapi sampai India dan Persia. Rajasanegara sangat memperhatikan rakyatnya dan negaranya. Dibidang seni, budaya, pendidikan  dan agama mendapat tempatnya. Raja Rajasanegara juga sering mengunjungi daerah – daerah untuk berinteraksi dengan rakyat.
Walaupun Rajasanegara sangat harum namanya dihati masyarakat, namun dijumpai pula sedikit celanya dengan adanya peristiwa perang Bubat (Pabubat) pda tahun 1357 Masehi. Menurut kidung Sunda ( Sundayana), waktu itu Hayam Wuruk bermaksud untuk memperistri puteri Sri Bhaduga Maharaja Sunda yang bernama Dyah Pitaloka, akan tetapi hal tersebut tidak dikehendaki oleh patih Gajah Mada dengan alasan bahwa Sunda belum takluk kepada Majapahit. Ketika puteri Sunda beserta pengiringnya datang ke Majapahit, mereka memperoleh penghinaan yang sangat merendahkan mereka. Atas kejadian tersebut akhirnya terjadi perang antara Sunda dan Majapahit di lapangan Bubat. Dalam perang tersebut, Sri Bhaduga beserta para pengiringnya gugur, sedangkan Dyah Pitaloka bunuh diri. Hayam Wuruk sangat sedih melihat peristiwa tersebut, sedangkan Gajah Mada merasa sangat bersalah. Pada tahun 1346 Masehi, Gajah Mada meninggal dunia.
Karena gagal memperistri puteri Sunda, akhirnya Hayam Wuruk memperistrikan Paduka Sori, puteri Wijayarajasa yang juga paman Hayam Wuruk sendiri. Dari pernikahan ini Rajasanegara memperoleh seorang puteri bernama Kusumawardhani yang kelak akan menjadi pengganti Hayam Wuruk. Dari selir lain, Hayam Wuruk mendapat seorang putera yang kelak menjadi penguasa di daerah Wirabhumi dan bergelar Bhre Wirabhumi. Pada tahun 1318 Masehi, Hayam Wuruk mangkat dan digantikan oleh puterinya Kusumawardhani.

Runtuhnya Majapahit
Pada masa pemerintahan Kusumawardhani, tahta kerajaan Majapahit terancam oleh perebutan kekuasaan antara keluarga kerajaan sendiri. Pertikaian antar keluarga tersebut dimulai ketika Wikramawardhana memerintah atas nama istrinya ( Kusumawardhani) melawan Bhre Wirabhumi yang juga merupakan anak dari selir Hayam Wuruk yang berkuasa di daerah Blambangan pada tahun 1401 Masehi. Didalam kitab pararaton peristiwa pertikaian keluarga tersebut disebut dengan “paregreg” yang berarti runtuh. Berita dari Cina mengabarkan bahwa pada saat terjadi peperangan antara kedua penguasa tersebut, 70 orang utusan Cina pengikut Cheng – Ho tewas saat melakukan kunjungan ke Majapahit. Dalam perang tersebut kerajaan Timur dapat dihancurkan oleh kerajaan Barat. Karena utusan Cheng – Ho ikut terbunuh, kerajaan Barat diminta untuk membayar ganti rugi yang besar.
Setelah Bhre Wirabhumi wafat, nampaknya pertikaian ini semakin meruncing, hal ini  terbukti pada masa pemerintahan raja Suhita pengganti Wikramawardhana yang wafat pada tahun 1429 Masehi, Raden Gadjah yang dianggap telah membunuh Bhre Wirabumi juga dibunuh. Pada tahun 1447 Masehi, Suhita wafat dan digantikan oleh adiknya yang bernama Bhre Tumapel Kertawijaya. Raja ini hanya memerintah selama 4 tahun, kemudian digantikan oleh Bhre Pamotan yang bergelar Sri Rajasawarddhana atau dikenal juga dengan Sang Sinagara.
Rajasawarddhana memerintah selama 2 tahun dan rupanya pemerintahan masa itu dipindahkan ke Keling – Kahuripan. Sebab dipindahkannya pusat pemerintahan tersebut tidak diketahui dengan pasti, tetapi mungkin perpindahan kekuasaan ini disebabkan oleh kekacauan akibat pertentangan antar keluarga yang semakin meruncing. Sejak tahun 1453 Masehi hingga tahun 1456 Masehi, terjadi kekosongan dalam pemerintahan Majapahit. Pada tahun 1456 Bhre Wengker atau Bhra Hyang Purwwawisesa putera Kertawijaya naik tahta. Purwwawisesa memerintah sampai tahun 1466 Masehi kemudian diganti oleh Bhre Pandan Salas, ia bergelar Dyah Suraprabhawa Sri Singhawikramawarddhana. Ia memerintah dan berkedudukan di Tumapel. Nampaknya pemerintahannya diserang oleh Bhre Kertabhumi hingga terpaksa dipindahkan ke Daha hingga wafatnya pada tahun 1477 Masehi.
Pengganti Bhre Pandan Salas adalah Girindrawardhana Dyah Ranawijaya. Pada masa pemerintahannya, ada usaha untuk mempersatukan Majapahit yang sudah terpecah – pecah, antara lain yaitu menggulingkan kekuasaan Bhre Kerthabumi yang berkedudukan di Majapahit. Dengan terbunuhnya Bhre Kertabhumi, pemerintahan Ranawijaya yang semula berpusat di Keling dipindahkan kembali ke Majapahit.
Menurut sumber – sumber sejarah, diperkirakan bahwa raja Girindrawardhana Dyah Ranawijaya ini adalah raja Majapahit yang terakhir sebelum Majapahit dikalahkan oleh Demak. Dalam kitab Carita Purwaka Caruban Nagari diketahui bahwa Raden Patah Penguasa kerajaan Demak yang pertama adalah putera Prabhu Brawijaya Kertabhumi yang gugur karena serangan Girindrawarddhana, oleh sebab itu maka dapat disimpulkan bahwa perpindahan pemerintahan dari Ranawijaya ke Raden Patah adalah perpindahan kekuasaan dalam satu lingkungan keluarga sendiri. Menurut tradisi, keruntuhan Majapahit terjadi pada tahun saka 1400  “sirna-ilang-krtaning-bumi” tetapi dalam prasasti diketahui bahwa sampai tahun 1486 Masehi, kerajaan tersebut masih berdiri. Berdasarkan berita asing diketahui bahwa antara tahun 1518 hingga 1521 Masehi, kerajaan Majapahit ditaklukan oleh Demak sehingga dapat disimpulkan bahwa pada tahun – tahun tersebut, kerajaan Majapahit runtuh.
Kerajaan Majapahit runtuh bukan hanya serangan dari Demak, tetapi juga karena tekanan – tekanan ekonomi dari kerajaan – kerajaan  pesisir yang bercorak Islam. Selain itu, perang antar keluarga kerajaan sendiri juga memperlemah kekuatan Majapahit, lalu  satu per satu wilayah bawahan Majapahit melepaskan diri dan akhirnya Majapahitpun akhirnya runtuh.

Kondisi Kehidupan Majapahit 
Kehidupan politik dan struktur pemerintahan Majapahit dapat dikatakan sebagai percontohan pola dan struktur pemerintahan kerajaan – kerajaan di Jawa pada masa kemudian setelah runtuhnya Majapahit. Ibukota kerajaan sebagai tempat tinggal raja dan keluarganya. Para anggota keluarga kerajaan dijadikan gubernur didaerah – daerah tertentu. Untuk meredam pemberotakan karena luasnya wilayah kerajaan kadang kadang mengkhawatirkan kedudukan seorang raja, untuk mencegah hal tersebut terjadi maka dibentuklah suatu ikatan kekeluargaan dengan cara perkawinan. Sitem poligami sangat subur, maka pada suatu saat akan timbul usaha dari pangeran – pangeran untuk merebut tahta pemerintahan kendatipun bukan haknya. 
Di bidang sosial, raja merupakan penguasa tertinggi. Semua ucapan yang keluar dari raja merupakan hukum. Pada masa Majapahit pembagian masyarakat dapat dikelompokan mejadi 3 kelompok – kelompok lokal yang terdiri dari kelompok desa, kelompok keagamaan, yang terbentuk dari perbedaan kelas atau kasta, dan kelompok masyarakat yang mempunyai keahlian.
Kehidupan dibidang agama pada masa Majapahit menduduki tempat yang penting, baik tingkat pusat maupun tingkat daerah, bahkan raja Majapahit dalam mengemban tugasnya didampingi oleh pendeta kerajaan yang disebut brahmaraja atau wiku haji. Terdapat dua agama yang banyak penganutnya pada waktu itu yaitu agama Siva (Siwa) dan agama Buddha. Pemuka agama Siwa disebut Dharmadyaksa ring Kasaivan sedangkan agama Buddha disebut Dharmadyaksa ring Kaboddhan. Selain dua agama besar tadi masih ada penganut Wisnu yang disebut golongan Wasinawa. Diluar kelompok – kelompok tersebut masih ada golongan masyarakat yang mempunyai  kepercayaan asli yang terpengaruh oleh kebudayaan India seperti para Resi Manguyu, Janggan dan Anjar.
Disektor Ekonomi pada masa Majapahit dititik beratkan pada sektor pertanian dan perdagangan. Pertanian pada masa itu dikelompokan menjadi dua sistim yaitu pertanian irigasi dan pertanian non-irigasi. Sistim irigasi berundak – undak atau dikenal juga dengan sistim terasering sudah dikenal masyarakat. Sistim pengairan sudah maju dengan bukti pembuatan bendungan di Trowulan yang dikenal masyarakat luas dengan sebutan waduk Segaran. Hasil bumi seperti padi dan palawija juga hasil hutan seperti kayu sudah diperdagangkan dengan pedagan dari luar negeri. Uang kepeng sudah dipergunakan pada sistem tukar menukar barang atau jual beli.  Dengan banyak ditemukannya uang kepeng di situs Trowulan, membuktikan bahwa hubungan perdagangan Majapahit dengan Cina pada waktu itu berjalan sangat baik.
Kemajuan dibidang seni bangunan dan tata kota dapat kita lihat ketika kita datang ke situs Trowulan. Menurut kitab Nagarakrtagama yang dikarang Prapanca pada tahun 1365 Masehi dapat diketahui bahwa istana raja sangat teratur. Istana raja dikelilingi oleh tembok bata yang tebal dan tinggi. Diluar benteng, terdapat parit yang dalam, disebelah barat terdapat jalan raya. Gapura pintu masuk ada dua yaitu disebelah barat dan sebelah utara.  Diutara gapura terdapat pasar, alun – alun, serta bangunan – bangunan tempat pertemuan. Gapura pada masa Majapahit masih dapat kita temui di daerah Trowulan seperti gapura Wringin Lawang dan gapura Bajang Ratu. Dalam seni kesusastraan dan seni tari dapat Majapahit menghasilkan kitab – kitab yang bernilai tinggi dari keindahan dan juga historis seperti kitab Nagara Krtagama yang pada dasarnya bernama “Desawarnana” yang artinya lukisan tentang desa – desa. Dalam bidang seni tari dan drama pada jaman Majapahit  sudah sangat maju. Kata – kata mangingel, tandak, mangin – mangin, dan abanyol, sering dijumpai dalam kitab – kitab maupun prasasti yang berarti menari, bermain tandak, menayanyi, bernaun drama atau lawak. Dalam kitab Pararaton Hayam Wuruk disebut sebagai ahli dalam bidang seni tersebut. Dikitab tersebut juga disebutkan bahwa ketika Hayam Wuruk menjadi dalang nama panggilannya bernama Tritaraju. Ketika bermain sebagai peran wanita ia bernama  Pager Antimun dan bila sedang bermain sebagai pelawak pria ia bernama Gagak Ketawang.
Pendidikan pada waktu itu tidaklah berbeda dengan pendidikan pada masa kini. Para guru bukan bertujuan untuk menciptakan seseorang yang ahli dalam suatu bidang ilmu pengetahuan saja namun lebih dilandaskan pada masalah – masalah moral yang merupakan cermin kepribadian bangsa yang mandiri. Candi pada waktu itu bukan hanya merupakan tempat ibadah, tetapi juga sarana untuk belajar. Dengan media seperti gambar – gambar yang ada pada dinding candi (relief), masyarakat pada waktu itu belajar dari gambar – gambar tersebut yang kebanyakan dari gambar – gambar tersebut berisikan ajaran moral. 

Sumber Buku:
Gamal Kamandoko. 2009. The True History Of Majapahit (1). Jogjakarta: Diva  Press.
Slamet Muljana. 1965. Menuju Puncak Kemegahan (Sedjarah Keradjaan Madjapahit). Jakarta: Balai Pustaka.

Sumber Gambar:
http://media-kitlv.nl/all-media/indeling/detail/form/advanced?q_searchfield=madjapahit

No comments

Powered by Blogger.