Pangeran Diponegoro
pangeran diponegoro |
Keluarga Kasultanan Yogyakarta selalu mewariskan kepahlawanan. Diantaranya adalah Pangeran Diponegoro. Pangeran Diponegoro adalah putra dari Hamengkubuwono III, Sultan Yogyakarta, dari garwa selir yang bernama Raden Ajeng Mangkarawati. Beliau sangat disayangi oleh eyang buyutnya, Hamengkubuwono I atau Sultan Swargi. Nama kecilnya adalah Raden Ontowiryo, yang lahir tanggal 11 November 1785. Sejak kanak kanak Diponegoro ikut eyang putrinya, Ratu Agen diluar istana, yaitu didaerah Tegalrejo. Pada tanggal 6 Desember 1922 adik Pangeran Diponegoro, Hamengkubuwono IV atau Sultan Jarot wafat. Putra mahkotanya yang bernama Pangeran Menol masih sanngat muda, lahir pada tanggal 25 januari 1910. Hanya alasan konstitutional, pangeran Menol yang masih balita ini diwisuda menjadi Hamengkubuwono V, dengan bimbingan Dewan Wali yang terdiri dari
:
:
1. Ratu Ageng (nenek)
2. Ratu Kencana (ibu)
3. Pangeran Mangkubumi(putra Hamengkubuwono II)
4. Diponegoro (paman)
5. Patih Danurejo
adipati karna |
Dewan Perwalian kraton itu mudah menimbulkan konflik intern, karena ternyata patih Danurejo sangat dominatif atas dukungan penuh pemerintah Hindia Belanda. Puncak dari keteganggan ini adalah pecahnya perang Diponegoro yang terjadi antara tahun 1825-1830 (Ricklefs,1995). Kegigihan Diponegoro mirip dengan sikap tegas pewayangan yaitu Adipati Karna. Adipati Karna adalah putra Dewi Kunthi dengan Batara Surya. Itulah sebabnya Diponegoro disebut juga Suryatmaja atau Surya Putra. Sedangkan Dewi Kunthi dengan Pandhu Dewanata menurunkan Puntadewa, Werkudara dan Arjuna, berdasarkan silsilah tersubet maka Adipati Karna ternyata masih ada bersaudara dengan Pendawa yaitu satu ibu lain ayah. Namun setelah dewasa mengabdikan dirinya pada Negara Astina, sifat keprajuritan digambarkan dalam tembang berikut:
Wonten malih kinarya palupo
Surya Narpati Ngawangga
Lan Pendawa tur kadange
Lan yayah tunggil ibu
Suwita mring Sang Kurupati
Aning nagri Ngatina
Kinarya gul-agul
Manggala golonganing prang
Bratayuda ingadegken Senopati
Ngalaga ing Kurawa
Den Mungsuhken kadange pribadi
Aprang tanding lan Sang Dananjaya
Sri Karna suka manahe
De gonira pikantuk
Marga dennya arsa males sih
Ira Sang Duryudana
Marmanta kalangkung
Dennya ngetog kasudiran
Aprang rame Karna mati jinemparing
Subaga wiratama
Terjemaah:
Adalagi untuk dicontoh
Suryaputra Narpati Ngawangga
Dengan Pendawa masih bersaudara
Lain ayah satu ibu
Mengabdi kepada sang Kurupati
Dinegara Astina
Sebagai kebanggaan
Panglima prajurit perang
Ketika perang Bratayuda diangkat sebagai Senopati
Memihak para Kurawa
Berhadapan dengan saudaranya sendiri
Perang tanding dengan Sang Dananjaya
Sri Karna suka hatinya
Karena mendapatkam jalan untuk berbalas budi
Pada sang Duryudana
Oleh sebab itu ia bersungguh sungguh
Dalam mengeluarkan segala kesaktian
Berperang ramai dan tewasterpanah
Terpujilah perwira utama.
pendawa |
Kita mungkin heran mengapa Karna memihak Kurawa. Padahal kita tahu bahwa watak Kurawa itu kurang terpuji yang penuh keliciikan . Perlu diketahui bahwa Karna itu tahu akan hal itu. Demi sifat Satrianya yang harus memegang janjinya, dia rela secara lahiriah membantu Kurawa. Akan tetap hatinya mengakui keunggulann dan keutamaan Pendawa. Oleh karena itu, dalam menilai sifat Karna kita juga perlu berhati hati jangan melihat filsafat ceritanya dengan sepotong-potong agar tidak salah tafsir.
penangkapan pangeran diponegoro |
Pada tanggal 28 Maret 1830 Diponegoro ditangkap di Magelang sewaktu mengadakan perundingan dengan Belanda. Diponegoro kemudian dibuang ke Menado, dari menado kemudian dipindahkan ke Makassar sampai wafatnya, tanggal 8 januari 1855. Selama dalam pengasingan itu pangeran Diponegoro aktif menulis karangan yaitu: Babad Diponegoro I, yang ditulis di Menado, Babad Diponegoro II yang ditulis di Ujungpandang. Makan Diponegoro di Makassar sangat di hormati oleh masyarakat setempat. Demikianlah Diponegoro bukan saja figur lokal, tetapi merupakan pahlawan yang pantas disegani dan diteladani oleh setiap anak bangsa diseluruh tanah air.
Post a Comment