Pondok Pesantren Al Munawwir Gringsing - Batang

Kisah Pelayaran Laksamana Cheng Ho ke Nusantara

Cheng Ho dilahirkan dari marga Ma dari suku Hui yang mayoritas beragama Islam. Cheng Ho lahir di desa He Dai, Kunyang, Provinsi Yunnan. 

Ayah Cheng Ho adalah seorang muslim yang telah menunaikan ibadah haji, begitupun dengan kakek dan buyutnya, semuanya telah menunaikan ibadah haji. Keislaman Cheng Ho tidak dapat diragukan lagi. Sampai sekarang pun keluarga besar marga Ma atau Cheng merupakan penganut agama Islam yang taat di China.

Ayah Cheng Ho bernama Ma Haji. Dia berprofesi sebagai seorang pelaut. Ma Haji mempunyai enam anak, dua laki-laki dan empat perempuan. Cheng Ho adalah anak ketiga. 


Perwakan Cheng Ho, berwajah lebar dengan hidung mancung, alis mata tegak, bermata jeli, bergigi putih, dan bersuara lantang, serta langkahnya gagah.

Sejak kecil Cheng Ho sering mendengar cerita ayahnya tentang perjalanan naik haji dengan kapal layar selama berminggu-minggu. Selama perjalanan naik haji, ayahnya banyak menemui rintangan seperti hujan badai, iklim yang berbeda-beda dari satu daerah ke daerah lainnya. Begitupula dengan adat istiadat yang beraneka ragam dari tempat yang pernah dilewati. Dari kisah yang diceritakaan ayahnya itu, kelak menjadi cambuk bagi Cheng Ho dalam menempuh karier dan cita-cita.

Masa remaja Cheng Ho kurang mengenakan, setidaknya sejak meletus peperangan di Cina Daratan, pasukan Ming Thai Chu banyak menawan anak-anak. Termasuk Cheng Ho, ia ditawan dan dibawa ke Nanjing. Dengan cara yang kejam anak-anak itu kemudian dikebiri untuk dijadikan pelayan (kasim)/ Thai Chien. Tidak lama kemudian kaisar pertama Dinasti Ming, mengutus Cheng Ho untuk menjadi pembantu putranya yang ke-4 yang bernama Zhu Di. Sejak berbakti kepada Zhu Di, Cheng Ho memanfaatkan waktunya untuk banyak membaca dan bertempur. 

Karir Cheng Ho segera melejit ketika terjadi perselisihan antara Zhu Di dengan Pemerintah Pusat Dinasti Ming. Zhu Di dengan dalil merombak menteri-menteri Pemerintahan Kaisar Zhu Yunwen yang busuk, akhirnya menyerang Ibu Kota Nanjing. Peperangan ini terjadi selama 3 tahun. Akhir kisah, Zhu Di berhasil menduduki Nanjing. 

Dalam usaha menggulingkan kekuasaan Kaisar Zhu Yunwen, Cheng Ho selalu mendampingi Zhu Di dalam berbagai pertempuran. Selama itu pula Cheng Ho telah menunjukkan prestasi yang luar biasa.

Berkat loyalitas dan kecerdasannya, Cheng Ho diangkat sebagai kepala kasim intern yang bertugas membangun istana, menyediakan alat-alat istana, gudang es, dan lain-lain. 

Kemudian pada awal abad ke-15 Kaisar Zhu Di memerintahkan Cheng Ho untuk memimpin pelayaran ke Samudra Hindia untuk misi diplomatik memajukan persahabatan dan memelihara perdamaian antara Tiongkok dengan negara-negara asing. Karena prestasi Cheng Ho yang sangat baik, ia dipilih sebagai laksamana untuk memimpin pelayaran jarak jauh itu.


Cheng Ho melakukan pelayaran ke daerah-daerah Nusantara sebanyak 7 kali pelayaran dari tahun 1405-1433. Dalam catatan sejarah, pada tahun 1405 Cheng Ho memimpin sebuah armada perutusan ke Jawa. Kemudian setahun setelahnya, ia kembali lagi ke Majapahit. Namun saat berada di Jawa, ia menyaksikan Majapahit sedang dilanda perang saudara antara keluarga Wikramawardhana dan Bhre Wirabhumi. Dalam perang perebutan tahta tersebut sebanyak 170 orang anggota rombongan Cheng Ho turut menjadi korban.

Sementara itu pada saat Cheng Ho singgah di Kerajaan Samudra Pasai, ia memimpin tidak kurang dari 208 kapal. Di sana, Cheng Ho memberi tanda persahabatan kepada pemerintah Pasai berupa lonceng raksasa bernama Cakradonya. Sekarang, lonceng tersebut digantung di depan Museum Banda Aceh.

Dari Samudera Pasai, rombongan armada Cheng Ho melanjutkan perjalanan ke Lamuri. Disana berdiri Kerajaan Nakur, suatu kerajaan kecil dengan jumlah penduduk seribuan kepala keluarga.

Setelah beberapa hari singgah di Kerajaan Nakur, rombongan armada Cheng Ho sampai di Pelabuhan Palembang. Daerah Palembang  dulunya adalah wilayah Sriwijaya, namun saat Cheng Ho datang ke sana, wilayah ini masuk ke dalam kekuasaan Majapahit.  Daerah ini termasuk strategis. Berada di episentrum selat Malaka dengan sebelah timur banyak berdiri kerajaan-kerajaan Jawa, sedangkan sebelah baratnya adalah Malaka dan sebelah selatan serta utaranya masing-masing masih berupa pegunungan dan lautan luas.

Di Palembang, kapal Cheng Ho harus buang jangkar di bibir pantai. Sementara di pesisir pantai terdapat banyak menara batu bata sebagai tempat jaga pasukan. Jika ingin masuk ke dalam pelabuhan, romobongan Cheng Ho harus transit dulu menggunakan kapal kecil.  

Perjalanan kemudian dilanjutkan ke Sunda Kelapa dan berlabuh di Tanjung Mas (Ancol). Daerah tersebut pada zaman dahulu merupakan hutan rawa. Pada saat Cheng Ho turun ke darat, banyak awak kapalnya juga turut serta, tidak terkecuali si juru masak Sam Po Soci Soe. Ketika menonton pertunjukan ronggeng lokal, Soe terkesima oleh gadis betawi yang sedang menari bernama Sitiwati. Cinta Soe memperoleh balasan sehingga ketika rombongan armada Cheng Ho berangkat meninggalkan Ancol menuju Muara Jati, Cirebon, Sam Po Soei Soe memutuskan untuk tetap tinggal di Ancol dan menikahi Sitiwati.


Pada tahun 1415 rombongan armada Cheng Ho singgah dan berlabuh di Muara Jati untuk bersilaturahmi dengan penguasa setempat dan memberikan cendera mata dari negeri Tiongkok seperti: porselen guci, kain sutra, keramik, dan lain-lain. Dalam persinggahannya itu, Cheng Ho menyempatkan mengisi perbekalan berlayar seperti air, bahan makanan, sayur mayur, ayam, kambing, dan sebagainya.

Perjalanan rombongan armada Cheng Ho dilanjutkan menelusuri pantai utara Jawa. Saat itu mendadak Wang Jinghong sakit parah. Akhirnya Cheng Ho memerintahkan armadanya singgah di Pelabuhan Simongan, Semarang. Setelah mendarat di sana, awak kapalnya menemukan sebuah gua. Gua itu kemudian dijadikan langsiran sementara. Kemudian dibuatlah sebuah pondok kecil sebagai tempat mengobati Wang. Tempat itu sekarang bernama kuil Sam Po Kong, sedangkan Guanya telah hilang. 

Sepuluh hari kemudian Cheng Ho melajutkan perjalanan kapalnya ke Tuban. Pelabuhan Tuban adalah pelabuhan internasional Majapahit. Banyak bangsa dunia berdagang di sana. Namun karena sedang terjadi perang saudara, pelabuhan ini tidak seramai dahulu.

Setengah hari berlayar dari Tuban, rombongan armada Cheng Ho tiba di Gresik. Kemudian putar haluan menuju ke selatan kira-kira 20 li (10 km) hingga sampailah mereka di Surabaya. Pelabuhan Surabaya, lautnya dangkal, sehingga untuk sampai ke darat, mereka harus menumpang kapal kecil dan berlayar sekurangnya 20 li lagi. 

Dari Surabaya rombongan armada Cheng Ho akan tiba di Cangkir dengan menumpang kapal kecil sejauh 70-80 li (35-40 km). Setelah menepi dan melanjutkan perjalaan darat ke arah barat daya selama satu setengah hari, sampailah mereka di Mojokerto, pusat Kerajaan Majapahit. 


Selama 7 kali pelayaran ke Nusantara, armada kapal Cheng Ho selalu di upgrade . Dalam pelayaran pertamanya ke Nusantara, Cheng Ho memimpin 62 buah kapal besar beserta awak kapal berjumlah 27.800 orang. Kemudian saat pelayarannya yang ke-3, Cheng Ho memimpin 48 buah kapal jung dengan awak kapal sebanyak 27.000. Lalu pada pelayarannya yang terakhir atau ke-7, Cheng Ho memimpin 61 buah kapal besar dengan jumlah awak kapalnya sebesar 27.550 orang. Bila ditambah kapal sedang dan kapal kecil total armada Cheng ada sekitar 200an kapal.

Kapal besar yang dijuluki sebagai "kapal pusaka" Cheng Ho panjangnya 44.4 zhang (138 m) dan lebarnya 18 zhang (56 m). Kapal semacam itu merupakan kapal terbesar di dunia pada paruh pertengahan pertama abad ke-15. 

Selain itu, susunan armada Cheng Ho pun luar biasa teraturnya. Armadanya terdiri atas 4 bagian, yaitu bagian komando, bagian teknik navigasi, bagian kemiliteran, dan bagian logistik.

Meskipun armada Cheng Ho besar, namun pelayaran Cheng Ho bukan bermaksud untuk ekspansi atau agresi. Berbeda dengan maksud pelayaran beberapa bahariwan Eropa yang terkenal seperi Columbus, Alfonso dan lain sebagainya. Mereka, pelayar Eropa datang ke Nusantara bertujuan untuk merintis jalan usaha kolonialisasi. Hal ini yang tidak ditemukan ketika Armada Cheng Ho mendarat, mereka tak pernah menduduki sejengkal tanah pun dari negeri asing.

No comments

Powered by Blogger.