Kisah Ken Arok Pendiri Wangsa Rajasa
Pada masa akhir Kerajaan Kadiri, daerah Tumapel yang letaknya di sebelah timur Gunung Kawi, merupakan sebuah daerah yang dikepalai oleh seorang akuwu, bernama Tunggul Ametung. Daerah Tumapel ini termasuk ke dalam wilayah kekuasaan Raja Kertajaya (Dangdang Gendis) dari Daha (Kadiri). Berapa lama Tunggul Ametung menjadi akuwu di Tumapel, tidak diketahui dengan pasti. Kedudukannya sebagai akuwu di Tumapel kemudian berakhir setelah ia di bunuh oleh Ken Angrok. Sepeninggal Tunggul Ametung, Ken Angrok menjadi penguasa baru di Tumapel.
Kemudian tokoh Ken Angrok ini menandai munculnya satu wangsa baru, yaitu Wangsa Rajasa (rajasawangsa) atau Wangsa Girindra (girindrawangsa). Wangsa inilah yang berkuasa di Kerajaan Singhasari dan Majapahit.
Sumber yang memberikan uraian panjang lebar tentang asal usul dan masa muda Ken Arok adalah Kitab Pararaton. Kitab tersebut ditulis pada akhir abad XV dalam bentuk prosa (gancaran). Menurut Kitab Pararaton, Ken Angrok adalah penjelmaan kembali orang yang pada waktu hidup nya di dunia merupakan seorang yang bertingkah laku tidak baik. Namun karena ia sanggup dijadikan korban untuk dewa penjaga pintu maka ia dapat kembali ke Wisnubhawana.
Ken Angrok dilahirkan di Desa Pangkur, di sebelah timur Gunung Kawi. Ibunya bernama Ken Endok, Istri seorang petani bernama Gajah Para. Pada waktu Ken Endok hendak mengantarkan makanan untuk suaminya yang sedang bekerja di sawah, ia ditemui oleh Dewa Brahma di Tegal Lalateng sehingga akhirnya Ken Endok mengandung. Dewa Brahma kemudian berpesan kepadanya agar ia tidak mengadakan pertemuan (tidur seranjang) lagi dengan suaminya, dan bayi yang dikandungnya itu kelak akan menjadi raja di Pulau Jawa, bernama Ken Angrok.
Belum lima hari sejak peristiwa tersebut, suami nya meninggal dikarenakan Ken Endok melanggar pesan dari Dewa Brahma.
Setelah tiba saatnya, bayi Ken Angrok lahir. Ken Endok kemudian membuah bayi Ken Angrok ke sebuah kuburan. Pada tubuh bayi Ken Angrok yang dibuang itu mempunyai keistimewaan, yakni memancarkan sinar (memiliki aura).
Secara kebetulan, pada malam harinya datanglah seorang pencuri bernama Lembong lewat kuburan. Terlihat olehnya sesuatu yang memancarkan sinar, lalu didekatinya, dan tampak olehnya seorang bayi laki-laki yang sedang menangis. Lalu dibawanya bayi itu ke rumahnya dan dijadikan anak angkat.
Selanjutnya, Kitab Pararaton menguraikan kenakalan kenakalan Ken Angrok semasa mudanya. Setelah dewasa, ia mengembara di daerah sebelah timur Gunung Kawi dengan penuh petualangan sebagai pencuri, perampok, pembunuh dan pemerkosa wanita.
Kejahatan Ken Angrok semakin menjadi sehinga ia dikejar-kejar rakyat Tumapel, bahkan atas perintah Raja Daha, Akuwu Tumapel diberi tugas dan untuk melenyapkan Ken Angrok dari wilayah Daha. Akan tetapi, dalam pengejaran tersebut Ken Angrok selalu dapat meloloskan diri. Kemudian pada suatu saat Ken Angrok diaku anak oleh seorang Brahmana bernama Danghyang Lohgawe, yang sengaja datang dari Jambudwipa ke Jawa untuk mencari Ken Angrok.
Singkat cerita, Dahyang Lohgawe mampu mendamaikan Ken Angrok dengan Akuwu Tunggul Ametung. Kemudian Ken Angrok mengabdi pada Akuwu Tunggul Ametung. Namun dalam pengabdiannya itu ia tertarik pada istri sang akuwu yang bernama Ken Dedes. Awal ketertarikan Ken Angrok pada Ken Dedes bermula ketika Ken Angrok disuruh mengawal kereta yang dinaiki Ken Dedes. Ketika Ken Dedes turun dari Kereta, tersingkaplah kain penutup tubuh bagian bawahnya yang mengeluarkan sinar.
Kejadian tersebut kemudian ditanyakan kepada Danghyang Lohgawe, dijawablah "wanita itu Nareswari/Prameswari"; siapa saja yang menikahi wanita seperti itu, kelak di kemudian hari yang mengawininya ataupun anak-anaknya akan menjadi raja di tanah Jawa.
Setelah dipahami dan dimengerti oleh Ken Angrok, munculah niat yang sangat buruk pada diri Ken Angrok. Dengan tergesa-gesa, Ken Angrok datang menemui Empu Gandring untuk meminta tolong membuatkan keris ampuh. Namun Empu Gandring meminta waktu panjang dan tidak dapat selesai cepat. Setelah hari berganti hari dan kemudian berganti bulan, keris itu pun belum juga selesai. Maka, pada suatu saat Ken Angrok menemui Empu Gandring dengan tidak sabar lagi.
Karena kesalnya, keris yang baru saja ditempa diminta, yang kemudian ditusukkan pada dada Empu Gandring sehingga matilah sang Empu. Namun sebelum meninggal, sang Empu mengeluarkan kutukan (sepata) pada Ken Angrok, yakni keris Gandring ini akan membunuh diri Ken Angrok dan membunuh juga sampai tujuh turunannya.
Selanjutnya, Ken Angrok merencanakan pembunuhan pada sang Akuwu. Namun pembunuhan ini dilakukannya dengan rencana yang sangat rapi dan hati hati sehingga seolah-olah bukan Ken Angroklah yang membunuh sang Akuwu. Caranya dengan memanfaatkan kebodohan Kebo Ijo. Kebo Ijo yang suka pamer akhirnya diiming-imingi oleh Ken Angrok sebuah keris sakti mandraguna. Kemudian Ken Angrok meminjamkan keris tersebut kepada sahabatnya itu.
Dasar si Kebo Ijo, dia tidak tau kalau dia sedang dijebak. Keris tersebut diaku sebagai miliknya. Bahkan seluruh penghuni keakuwuan Tumapel tahu bahwa Kebo ljolah yang memiliki Keris Empu Gandring. Tidak lama kemudian, pada saat Kebo ljo tertidur sangat pulas, keris Gandring yang dibawanya tersebut dicuri oleh Ken Angrok untuk dipakai membunuh sang Akuwu.
Pagi harinya berita gempar datang dari Akuwu Tumapel. Tunggul Ametung mati tertusuk keris Empu Gandring. Untuk menutupi jejaknyq, Ken Angrok langsung membunuh Kebo ljo dengan cara menikamkan keris Gandring itu pada tubuh kebo ljo dan seketika itu matilah Kebo ljo.
Setelah Tunggul Ametung meninggal, Ken Angrok kemudian memperistri Ken Dedes dan menggantikan kedudukan nya sebagai Akuwu Tumapel. Semua tindakan Ken Angrok itu dibiarkan saja oleh keluarga Tunggul Ametung dan rakyat Tumapel.
Setelah lama ia menjadi Akuwu Tumapel, pada suatu hari Ken Angrok didatangi para Brahmana dari Daha. Mereka datang untuk minta perlindungan Ken Angrok dari tindakan Raja Daha.
Para Brahmana itu kemudian menobat kan Ken Angrok menjadi Raja Tumapel dengan gelar Sri Rajasa Sang Ranggah Amurwwabhumi, dengan izin dan restu para Brahmana, Ken Angrok memakai nama Bhatara Guru dan mengadakan penyerangan ke Daha melawan Raja Dandang Gendis.
Dalam peperangan di dekat Ganter, Ken Angrok dapat mengalahkan Raja Dandang Gendis dan bala tentaranya. Seluruh Kerajaan Daha akhirnya dapat dikuasai oleh Ken Angrok. Kemudian Ken Angrok menjadi Maharaja di Tumapel. Penaklukan Daha ini terjadi pada tahun 1144 Saka (1222 Masehi). Pada tahun 1169 Saka (1247 Masehi) Ken Angrok dibunuh oleh seorang pangalasan dari Batil atas suruhan Anusapati, anak tirinya. Ketika dibunuh, ia sedang makan pada waktu senja. Ken Angrok kemudian dicandikan di Kagenengan.
Post a Comment