Pondok Pesantren Al Munawwir Gringsing - Batang

Kekejaman Huayna Capac Raja Inka Terakhir di Danau Yahuaracocha: Mewarnai Air Danau dengan Darah Musuh-Musuhnya

Perang bukanlah cara terbaik untuk meyelesaikan konflik, sebab sebenarnya, perang menjadi salah satu cara paling brutal yang ditakuti manusia untuk mencapai perdamaian. Namun lewat jalan perang seorang raja agung akan tetap bertahan di singgasananya setidaknya hingga ajal menjemputnya. 


Fakta kebrutalan perang akan membawa kita kembali ke abad 15 di Amerika Selatan. Tepatnya di tepi Danau Yahuarcocha atau 'danau darah' dalam bahasa Kichwa, bahasa utama yang digunakan oleh masyarakat Andes, Amerika Selatan.


Yahuarcocha atau Yawarkucha terletak 3 kilometer di sebelah utara kota Ibarra. Danau ini berada di ketinggian 2.190 meter di atas permukaan laut.

Memang sekarang danau ini menjadi salah satu tujuan wisata paling populer di Ekuador. Namun dibalik keindahan danau Yahuarcocha, menyimpan sejarah hitam pembantaian yang menyebabkan seluruh permukaan danau berubah warna menjadi merah akibat darah para korban.


Sejarah Pembantaian Sadis dalam Peradaban Suku Inka dimulai ketika raja ke-11 dari kerajaan Inka, Huayna Capac terlibat konfrontasi dengan raja-raja lokal di wilayah Pegunungan Andes saat berusaha memperluas wilayah kerajaannya ke provinsi Quito. 

Namun karena di Quito sudah ada Pemerintah sendiri yang dipegang oleh klan asli, Pasto, Otavalo, Caranqui dan Carambe. Maka Huayna Capac harus menahlukan mereka dengan cara peperangan.

Menyadari bahaya yang akan datang, guna membendung serbuan tentara Inca maka raja-raja lokal Quito ini membentuk aliansi militer kerajaan yang dikenal sebagai 'Aliansi Caranqui-Cayambe-Pasto'.

Menurut seorang pengkabar Injil bernama Bernabe Cobo dalam catatannya yang ditulis pada abad ke-17 berjudul 'History of the Inca Empire', Raja-raja dari Aliansi Caranqui-Cayambe-Pasto sebenarnya sudah megetahui bahwa kekuatan militer mereka tidak cukup kuat untuk menahan kekuatan pasukan Inca di medan perang terbuka. Maka mereka memutuskan untuk mengambil strategi pertahanan dengan membangun beberapa benteng di wilayah mereka.

Seranganpun tiba. Pada tahun 1487 M, Huayna Capac akhirnya mengerahkan pasukannya untuk menyerbu beberapa benteng pasukan sekutu di Quito, salah satunya berada di tepi danau Yahuarcocha. Serangan besar-besaran ini menyebabkan pasukan sekutu keluar dari benteng hingga mereka terpojok di tepi danau Yahuaracocha. 

Di danau tersebut, pasukan sekutu berhasil dikepung oleh pasukan Huayna Capac. Lalu ia memerintahkan pasukannya untuk membantai semua tawanan, terutama pada laki-laki berusia 12 tahun ke atas. Tubuh mereka dipotong-potong dan dibuang ke danau Yahuarcocha. Aksi ini menyebabkan warna air di permukaan danau berubah warna menjadi merah darah. Saking banyaknya, diperkirakan korban keganasan Pasukan Huayna Capac dalam perang ini berjumlah sekitar 20.000 hingga 50.000 orang.

Bernabe Cobo menulis dalam catatannya: "suku Inca diperintahkan untuk membantai tentara sekutu tanpa ampun dan mayat-mayat mereka dibuang ke danau".

Bukti arkeologis peristiwa keji ini dapat ditemukan di sekitar wilayah danau Yahuarcocha, dengan diketemukannya potongan tulang yang dicacah-cacah. Sebuah efek perang yang menghancurkan.

No comments

Powered by Blogger.