Hasil Kebudayaan Palaeolithik (Kebudayaan Pacitan dan Kebudayaan Ngandong)
Siapa
diantara kalian yang pernah dengar Hasil Kebudayaan Palaeolithik? Mungkin
Sahabat Story masih ada yang asing dengan budaya ini ‘kan’?. ‘Nah’ biar ‘gag’ bingung tentang hasil kebudayaan
Palaeolitik ini, di pelajaran hari ini Mas Guru akan membahas tentang
Kebudayaan Pacitan dan Kebudayaan Ngandong. ‘Kok’
bisa daerah Pacitan dan Ngandong disebut? Yuk langsung saja.
Tabel Corak Kebudayaan Palaeolithik Indonesia dan Manusia Pendukungnya |
Apa itu Kebudayaan Pacitan?
Pada
tahun 1935 von Koenigswald dan Michael W.F. Tweedie menemukan alat palaeolithik
berjenis kapak perimbas di dasar Kali Baskoro, Pacitan. Jenis kapak perimbas
yang ditemukan di Pacitan pada umumnya berukuran besar, kasar, dan permukaannya
bergerigi. Bahan batu yang digunakan berasal dari batuan tufa (warna abu-abu
tua) dan gamping (cokelat dan keputih-putihan). Dari ciri tinggalan arkeologi
tersebut oleh Hallam L. Movius kemudian ditetapkan sebagai tekno kompleks
dengan nama Kebudayaan Pacitan.
Batu Tufa (kiri) dan Batu Gamping (kanan) |
Berdasarkan
bentuk dan kegunaannya pada tahun 1951 van Heekeren kemudian membagi kapak
perimbas Pacitan menjadi tiga jenis, yakni:
Tipe
setrika (iron-heater chopper)
ukuran memanjang dan runcing
menyerupai setrika.
Tipe
kura-kura (tortoise chopper) alas pegangnya berbentuk bulat layaknya
cangkang kura-kura.
Tipe
serut samping (side scraper) bentuknya tidak teratur namun memiliki
ketajaman pada salah satu sisi.
Kapak
Pacitan masih dibuat dengan cara primitif yakni menggunakan teknik pembenturan
dua batuan yang memiliki tingkat kekerasan berbeda. Akibat benturan yang
terarah pada salah satu batu, kulit batu (cortex) yang lebih lunak akan
terkelupas, sehingga membentuk sebuah pola khas kapak.
Cara membuat kapak perimbas dengan pembenturan batu |
Banyaknya
kapak yang ditemukan di permukaan tanah sangat menyulitkan dalam pengindentifikasian dari jaman apa kapak ini
dibuat. Bila dirunut dari lapisan tanahnya tentu diragukan alat ini karya Homo
erectus yang hidup di pleistocen tengah. Namun dari hasil temuan kapak
sejenis di China, maka anggapan bahwa Homo erectus telah mampu
memproduksi kapak Pacitan ini memang benar adanya. Melalui kesamaan kebudayaan
tersebut maka dapat ditarik benang merah bahwa kapak ini berasal dari jaman
pleistocen tengah.
Apa itu Kebudayaan Ngandong?
Pada
tahun 1932 dan 1933 Dinas Pertambangan Belanda (Dienst van den Mijnbouw)
menemukan perkakas buatan manusia yang terbuat dari serpihan batu (flakes),
tulang, dan tanduk di daerah Ngandong, Blora.
Flakes alat serpih batu |
Alat
serpih batu (flake) yang ditemukan di sana memiliki ciri khusus yakni ukurannya
tidak lebih dari 7 cm dan memiliki permukaan kasar. Dilihat dari fungsinya peralatan ini hanya
digunakan untuk berburu, menangkap ikan, mengumpulkan keladi, mengorek ubi, dan
memetik buah-buahan. Meskipun multi guna, namun perkakas ini tidak cocok
digunakan untuk bertani.
Ditinjau
dari lokasi penemuannya diperkirakan perkakas-perkakas ini tinggalan Homo
soloensis yang hidup sekitar 40-30 ribu tahun yang lalu.
Peta Aliran Bengawan Solo |
Meskipun
demikian kita tidak boleh mengucilkan peranan Homo erectus yang hidup
lebih awal pada jaman pleistocen tengah (780-126 ribu tahun yang lalu). Sebab,
di bed bone lapisan Notopuro Sangiran turut ditemui alat serupa.
Pun
perkakas semacam ini turut ditemukan pula di awal jaman pleistocen atas (100-50
ribu). Flake yang di temukan di sektor III dan IV Goa Liang Bua, Flores NTT ini
kemungkinan buatan Homo floresiensis. Dilihat dari bentuknya, flake ini
adalah modifikasi dari Kapak Pacitan yang dibuat dengan ukuran kecil. Ukuran
tersebut disesuaikan dengan ukuran tubuh Homo floresiensis yang relatif
kecil.
Jadi
kesimpulannya Sahabat Story, hasil kebudayaan Palaeolithik berupa alat yang
terbuat dari tulang dan batu. Ada dua corak kebudayaan Palaeolithik Indonesia,
yakni Kebudayaan Pacitan (kapak batu
besar) dan Kebudayaan Ngandong (perkakas serpih batu). Makna yang dapat kita
ambil dari pelajaran hari ini adalah kebudayaan Palaeolithik membawa pesan kepada
kita bahwa manusia purba Indonesia saat itu telah memiliki kemampuan untuk meningkatkan
kualitas hidup mereka dengan membuat peralatan sederhana. Meskipun saat itu mereka belum mampu membuat Pesawat Boeing 747
tetapi dari penemuan-penemuan merekalah yang menjadi awal dari terciptanya Boeing saat ini.
Post a Comment