Pondok Pesantren Al Munawwir Gringsing - Batang

Negeri Rempah


Hai sahabat Story, kamu pernah dengar negeri Rempah? Dimana itu? Iya, benar.. Indonesia. Penggalan surga, itulah negeri kita. Gugusan pulau yang memanjang dari Sabang hingga Merauke menjadi berkah dengan gunung-gunungnya, sungai-sungainya dan laut pantaniya menyuburkan jengkal demi jengkal tanahnya yang ditumbuhi ratusan jenis tumbuhan nan sedap harum dipandang mata. Kira-kira tumbuhan apa ya yang sedap harum itu?. Rempah-rempah. Sudah tahu belum sejarahnya? Kalau belum, yuk kita bahas, Sejarah rempah-rempah.


Karakteristik Rempah Nusantara
Nusantara namanya, rupanya keindahan alam negeri kita di zaman kuno sangat menarik bagi pelancong asing untuk menjadikannya sebagai ilmu pengetahuan dengan berkembang pesatnya sains di antero Barat dengan inspirasi keadaan makhluk hidup seperti manusia, binatang, dan tumbuh-tumbuhan khas Nusantara.
Botani adalah cabang ilmu biologi yang mempelajari tentang tumbuh-tubuhan. Nusantara adalah surganya ilmu keanekaragaman tumbuhan, termasuk tumbuhan berjenis rempah-rempah. Oleh karena itu ibu pertiwi ini dikenal dengan daerah penghasil rempah (spices), sebab tumbuh subur berbagai tanaman beraroma sedap wangi seperti lada (pepper), pala (nutmeg), kencur (kaempferia), asam Jawa (tamarindus indica), jahe (ginger), cengkih (clove), gambir (uncaria), kapulaga (cardamom) dan ketumbar (coriander).
Keunggulan rempah-rempah Indonesia, umumnya bekardar tinggi, beraroma tajam dan sedap dicium dapat digunakan sebagai obat-obatan, bumbu makanan, mengawetkan makanan, menghangatkan badan dan wangi-wangian. Diantara bahan wewangian adalah kayu manis atau kinnamomon atau cinnamon yang tumbuh di Jawa. Selain mengawetkan bahan makanan secara alami dan mencegah oksedasi, rempah dapat pula membunuh bakteri. Rempah juga dapat diramu menjadi bumbu masak yang mampu meningkatkan nafsu makan maupun rasa makanan.

Bisnis Rempah
Begitu luarbiasanya kegunaan rempah maka pedagang asing mulai menjadikannya sebagai komoditas bisnis yang menggiurkan. Dalam perkembangannya, rempah sangat laris di pasaran Eropa maupun belahan Jazirah Arab membuat rempah lama kelamaan semakin digandrungi utamanya di negeri Eropa yang rata-rata suhu udara di sana sangat dingin menusuk tulang sampai mencapai -20o Celcius.
Jauh hari, di zaman Yunani dan Romawi Kuno, rempah dihargai sebagai komoditas dagang mahal setara dengan emas dan permata. Dikisahkan bahwa Ratu Sheba telah mempersembahkan batu permata, emas, dan rempah kepada Raja Sulaiman sekitar 992 SM. Hingga memasuki abad ke-14 harga pala di Eropa masih sangat fantastis, 1 pound (0,45 kg) pala dihargai dengan tujuh lembu gemuk.
Euforia rempah berlangsung hingga abad ke-16 yang menjadi keberlanjutan kisah rempah di Eropa sejak ribuan tahun silam. Pedagang Arab memasarkan pala dan cengkih yang berasal dari Maluku melalui tengkulak di Pantai Malabar India. Rempah-rempah kemudian diangkut ke teluk Persia dan di Lembah Sungai Eurat, Mesopotania ke Lembah Babilonia. Catatan sejarah ini diperkuat dari bukti penemuan jambangan berisi cengkeh yang telah berusia 3700 tahun di dapur rumah situs Tarqa, Eufrat Tengah, Suriah yang dahulunya termasuk wilayah Kerajaan Mesopotania.

Menuju Negeri Rempah
Melalui citarasanya, rempah telah melayarkan ribuan kapal, aromanya mengundang negara-negara Barat datang ke Nusantara. Perdagangan rempah meluas hingga Eropa mulanya dibawa oleh pedagang Cina, India dan Arab. Mereka membeli langsung rempah dari petani pribumi dan menjualnya kepada pedagang Eropa. Belakangan pedagang Eropa meniru cara mereka datang ke Indonesia dan berbisnis langsung dengan petani lokal melalui bandar-bandar Kerajaan sehingga bisnis rempah semakin booming dibelahan dunia hingga berabad-abad.
Siring berjalannya waktu, rempah yang menjadi primadona di Eropa semakin langka. Itu dikarenakan adanya perang antara Romawi Timur (Byzantium) melawan Kesultanan Ottoman (Utsmaniyah) yang berkecamuk di gerbang rempah Eropa. Dahulu di zamannya, Bizantium (Turki saat ini) adalah pusat niaga. Akibat adanya perang itu, lalu lintas kapal-kapal dagang terganggu dalam menyalurkan rempah ke seluruh Eropa akibat blokade yang dilakukan oleh Kesultanan Ottoman.
Berawal dari kelangkaan rempah di Eropa, Orang Eropa yang tadinya tidak mengetahui sumber rempah akhirnya memberanikan diri untuk mencari pusat rempah ke daerah penghasil rempah sembari membawa spirit Gold, Glory, Gospel. Bersamaan dengan berkecamuknya persaingan antara Eropa dan Timur Tengah, spirit Gold, Glory Gospel nampak pada kedatangan Portugis ke Maluku yang dipimpin oleh Fransisco Serrao yang langsung menjalin persahabatan dengan raja-raja setempat salah satunya dengan Kerajaan Ternate. Mereka oleh Kolano (raja setempat) diberi izin untuk mendirikan benteng di Pikaoli, begitupula di Negeri Hitu Lama, dan Mamala di Pulau Ambon. Di Ternate, loji atau kantor dagang Portugis diberi nama Nossa Senhora del Rosario, yang kelak menjadi Benteng Sao Paolo dan sekaligus menjadi pusat kegiatan pertahanan dan perdagangan.
Sejak 1515 negeri Belanda yang menjadi bagian dari Kerajaan Spanyol memberontak ketika Raja Spanyol mendeklarasikan Perang Suci untuk menghapuskan Kristen di Belanda. Pedagang Belanda yang mulanya mengambil rempah dari pelabuhan Lisboa Portugal terkena imbasnya, maka sejak saat itu mereka dilarang berdagang di Lisboa sehingga mereka berusaha mencari jalan sendiri ke Indonesia. Sesampainya di Indonesia, muncul keserakahan pedagang Belanda untuk memiliki semua rempah yang ada di bandar-bandar Nusantara yang menyebabkan perselisihan dengan sesama pelayar lainnya. Maka pada 1602 didirikan kongsi dagang bernama Vereenigde Oost Indische Compagnie (VOC) yang bertujuan untuk mempersatukan usaha dagang mereka di Indonesia.
Bajak laut adalah bisnis orang-orang Jepang selama kejayaan Pulau Rum. Orang-orang Jepang bangga dengan profesi itu. Kiprah bajak laut Jepang adalah menghancurkan perairan Asia Tenggara dengan menjarah pantai-pantai Tiongkok dan Kamboja. Membajak enam kapal dekat Kalimantan dan akan kembali pulang ketika kapal penuh barang-barang rampasan. Bangsa Jepang memiliki reputasi buruk di Hindia sebagai bangsa yang begitu nekat dan berani sehingga ketika kapal Jepang merapat mereka harus dilucuti terlebih dahulu.

Legenda Pulau Run
Pulau Run yang terlupakan terbentang di perairan Indonesia, sebuah titik karang terpencil dan terpisah dari kumpulan daratan terdekat, enam ratus mil dari Australia. Pada masa kini mungkin Run sudah tidak dianggap penting bagi dunia, namun tidak saat itu ketika lempengan-lempengan peta dari tembaga abad tujuh belas, Run tertulis besar memenuhi halaman dengan ukuran yang tidak proporsi dibanding geografinya.
Run adalah pulau kejayaan dengan kekayaan yang dibicarakan oleh dunia. Sebegitu menakjubkannya sehingga sebagai pembanding harta sepuhan Eldorado terlihat murahan. Namun Harta yang dimiliki Run bukanlah emas melainkan lebih berharga dari emas di atas tebing-tebingnya. Tergelar pepohonan tinggi dan ramping merumbai dengan aroma yang khas sempurna di pegunungan pulau tersebut, pohon pala namanya.
Run yang berjarak lebih dari dua jam dari Neira adalah surga Pala. Pulau ini mampu menghasilkan sepertiga juta pon pala setiap tahunnya. Pohon pala tidak dapat tumbuh disembarang tempat bahkan di Nusantara sekalipun yang  menjadi sumber penghasil rempah. Pala begitu rewel terhadap iklim dan lapisan tanah, seingga hanya dapat tumbuh di sekumpulan kecil kepulauan Banda-Neira.
Biji pala adalah kemewahan paling diidamkan bagi bangsa Eropa abad ketujuhbelas, sejenis rempah yang berguna untuk pengobatan sehingga banyak orang mempertaruhkan nyawanya untuk mencari buah ajaib ini. Harga pala selalu meroket ketika para dokter di jaman Elizabeth di London mulai mengklaim khasiat aroma biji pala sebagai penangkal wabah ‘sampar’ yang menular yang dipicu bersin yang mengkibatkan kematian.
Hingga pertengahan abad-17 Belanda tidak bisa menguasai Pulau Run yang berada dibawah jajahan Inggris. Namun ambisi Belanda ini melahirkan perjanjian Breda Agreement pada 1667. Perjanjian tersebut berisi kesepakatan menukar Pulau Run dengan Nieuw Amsterdam kepada Inggris. Nieuw Amsterdam sekarang dikenal sebagai Manhattan, New York. Tujuan utama Belanda menukar Pulau Run dengan Manhattan adalah menjaga sistem monopolinya agar VOC mampu menyuplai Pala dengan harga tinggi ke Eropa.

Harga Cengkih Turun Harga
Hongi Tochten dan Eradikasi Pohon Cengkih adalah jawaban dari menurunya harga rempah di pasar internasional pada tahun 1652. Guna mendongkrak harganya, pohon-pohon cengkih harus ditebang. Pohon cengkih mulai ditebang di Kepulauan Seram dan Buru yang selama ini lolos dari pantauan monopoli VOC. Sedangkan di Pulau Ambon dan Seram tidak dipotong. Guna menjalankan rencana pendongrakan harga cengkih, VOC bekerjasama dengan Mandar Syah dimana pada tahun 1652 sebuah perjanjian berhasil disepakati dimana VOC diberikan keluasaan untuk eradikasi pohon cengkih namun sebagai kompensasinya Mandar Syah menerima reconitiepennigen (pembayaran) yang besarnya telah disepakati.

Nah sahabat Story, kamu sudah tau kan dimana negeri Rempah itu? Iya, benar.. Indonesia. Indonesia yang kita miliki ini temasuk penggalan surga yang jatuh ke bumi lho. Lihay gugusan pulaunya yang memanjang dari Sabang hingga Merauke banyak sekali tumbuh tanaman rempah. Berdasarkan sejarahnya, rempah inilah yang menarik bangsa-bangsa dunia ke Indonesia. Bahkan ada Pulau fenomenal, Rum namanya yang seharga pulau Manhhatan, New York lho. Hebat ya...

Sumber
Amal, M. Adnan. 2010. Kepulauan Rempah-rempah (Perjalanan Sejarah Maluku Utara 1250-1950). Jakarta : Kepustakaan Popular Gramedia.
Darmawan, Joko. 2017. Sejarah Nasional Ketika Nusantara Berbicara. Yogyakarta: Deepublish
Hellwig, Tineke dan Tagliacozzo, Eric. 2009. The Indonesia Reader (History, Culture, Politics). London: Duke Univesity Press.
Milon, Giles. 2015. Pulau Run: Magnet Rempah-rempah Nusantara yang di Tukar dengan Manhattan (edisi terjemahan oleh Ida Rosdalina). Jakarta: Pustaka Alvabet.
Soekmono, R. 1981. Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia 3. Yogyakarta: Kanisius.

No comments

Powered by Blogger.