Presiden Suharto : Masa Pemerintahan Orde Baru
Apa itu Masa Orde Baru?
Orde Baru adalah sebutan bagi masa pemerintahan Presiden Soeharto di Indonesia yang berlangsung selama 32 tahun. Orde Baru menggantikan Orde Lama yang merujuk kepada era pemerintahan Soekarno.
Lahirnya Orde Baru diawali dengan dikeluarkannya Surat Perintah 11 Maret 1966 (Supersemar). Melalui Surat Perintah 11 Maret secara pelahan Suharto berhasil menyingkirkan keuasaan Sukarno secara de facto. Suksesi ini terjadi setelah kudeta gagal Partai Komunis Indonesia (PKI) yang berlangsung sejak tanggal 30 September 1965.
Setelah kekuatan politik PKI berhasil digulingkan, kemudian Suharto menerima mandat dari MPR untuk diangkat menjadi presiden. Suharto dilantik menjadi presiden kedua Republik Indonesia pada tahun 1967.
Bagaimana jalannya Pemerintahan Orde Baru?
Sejak awal, Presiden Soeharto telah bertekad untuk menerapkan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen. Pemerintah Orde Baru menyebutnya sebagai Demokrasi Pancasila.
Demokrasi Pancasila adalah sistem pemerintahan yang mengutamakan musyawarah dan mufakat dalam mencapai tujuan politik dimana Pancasila dan UUD menjadi dasar aturannya. Dengan demikian, semua aturan yang dibuat tidak boleh menyimpang dari pasal-pasal yang tercantum di dalam UUD 1945.
Dalam sistem pemerintahan Orde Baru, Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) menjadi pemegang kekuasaan tertinggi negara. Tugasnya adalah menetapkan Garis Besar Haluan Negara (GBHN), serta memilih dan mengangkat presiden dan wakilnya.
Sedangkan Presiden adalah penyelenggara pemerintahan tertinggi setelah MPR yang memiliki kewajiban melaksanakan keputusan keputusan MPR (sebagai mandataris).
Mengapa Pemerintahan Suharto menyederhanakan Partai Politik peserta Pemilu?
Pemerintahan Orba melaksanakan pemilu pertama pada tanggal 3 Juli 1971. Jumlah partai politik peserta pemilu saat itu ada sembilan.
Pada tahun 1971, pemerintah melemparkan gagasan penyederhanaan partai politik dengan melebur partai-partai peserta pemilu tahun 1971 menjadi dua partai politik yakni Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Demokrasi Indonesia (PDI) dan satu organisasi sipil yakni Golongan Karya (Golkar).
Tujuan penyederhanaan parpol adalah menciptakan stabilitas nasional. Berdasarkan pengalaman dari penerapan kabinet parlementer, diketahui bahwa keragaman politik dan ketidakseragaman persepsi mengakibatkan terjadinya konflik berkepanjangan yang berdampak pada terganggunya program-program pemerintah.
Apa itu Dwifungsi ABRI?
Selama 32 tahun Suharto berkuasa, Pemerintahan Suharto melibatkan Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) dalam menjalankan politiknya. Melalui Dwifungsi ABRI, militer tidak hanya bertugas dalam melindungi negara saja, tetapi dapat pula terjun aktif ke dunia politik.
Konsep dan istilah dwifungsi ABRI secara tegas tertuang dalam Doktrin Kekaryaan ABRI yang dikeluarkan pada 1975.
Melalui Dwifungsi ABRI, bersama-sama Korpri, ABRI dijadikan sebagai penyangga keberadaan Golkar sebagai organisasi politik yang berkuasa pada waktu itu.
Peran ABRI dalam bidang politik sangat terlihat. Banyak anggotanya ditempatkan di DPR, MPR, ataupun DPD tingkat provinsi dan kabupaten.
Bagaimana keadaan politik luar negeri Indonesia Masa Orde Baru?
Pada tanggal 1 Januari 1965, Presiden Sukarno menyatakan bahwa Indonesia keluar dari keanggotaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Hal ini sebagai bentuk protes atas tindakan sepihak Inggris yang membentuk negara Malaysia tanpa melaksanakan referendum terlebih dahulu. Kekecewaan Sukarno makin meluap ketika Malaysia diterima sebagai anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB.
Lain dengan sikap Orde Lama yang begitu keras melawan Barat, Pemerintah Orde Baru tidak ingin larut dalam konflik berkepanjangan.
Pemerintah Orde Baru kemudian menyatakan kesediaan Indonesia kembali menjadi anggota PBB pada tanggal 28 September 1966.
Sejalan dengan hal tersebut, Indonesia melakukan normalisasi hubungan dengan negara-negara lain, seperti dengan Malaysia pada 29 Mei-1 Juni 1966 dan Singapura pada 2 juni 1966.
Disisi lain, pemerintah Orba yang anti Komunis membekukan hubungan diplomatik dengan negara-negara penyokong Komunis, yakni Republik Rakyat Tiongkok dan Kuba. Hal ini berkaitan dengan peristiwa Gerakan 30 September 1965 atau G3OS yang didalangi oleh PKI.
Bagaimana Pemerintah Orde Baru mengatasi keterpurukan kondisi perekonomian Indonesia?
Orde Baru mewarisi kemerosotan ekonomi yang ditinggalkan oleh pemerintahan Sukarno berupa tingginya tingkat inflasi Rupiah yang mencapai sekitar 650%.
Untuk mengatasi kemerosotan ekonomi, Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) melalui Tap MPRS No. XXIII/MPRS/1966, merumuskan program jangka pendek yang harus diselesaikan pemerintah yang diarahkan pada pengendalian inflasi, peningkatan kegiatan ekspor, dan ketercukupan sandang-pangan.
Pada 1 April 1969, pemerintah melaksanakan pembangunan yang dinamakan rencana pembangunan lima tahun (repelita). Batasan waktu lima tahun menunjukkan tahapan pembangunan yang direncanakan, dievaluasi, dan dikembangkan setiap lima tahun sekali.
Repelita I difokuskan pada upaya rehabilitasi sarana dan prasarana penting, pengembangan iklim usaha, dan investasi.
Pembangunan sistem pertanian juga diberikan prioritas utama untuk memenuhi kebutuhan pangan rakyat.
Akhir Repelita I, Presiden Suharto berhasil membawa pertumbuhan ekonomi rata-rata antara 3 sampai 5,7 persen per tahun dan pendapatan penduduk per kapita naik dari 70 dolar AS menjadi 170 dolar AS, serta laju inflasi dapat ditekan hingga 47%.
Repelita II dan III berlangsung dari tahun 1974–1984. Repelita ini difokuskan pada pertumbuhan ekonomi di sektor pertanian serta industri yang mengolah bahan mentah menjadi bahan baku.
Pada tahun 1984, Indonesia berhasil mencapai swasembada beras. Padahal pada 1970, Indonesia masih merupakan negara pengimpor beras.
Repelita IV dan V diimplementasikan pada 1984–1994, selain tetap mempertahankan pembangunan di sektor pertanian, pembangunan mulai meningkat di sektor industri, khususnya industri yang menghasilkan barang-barang ekspor, pengolahan hasil pertanian, dan industri padat karya, serta industri yang dapat menghasilkan mesin-mesin industri.
Bagaimana kondisi sosial Indonesia pada masa Orde Baru?
Pada masa Orde Baru banyak sekali kebijakan yang keliru. Dari segi pendidikan, misalnya, biaya sekolah dasar hingga tingkat menengah pertama seharusnya tidak dipungut bayaran. Tetapi di lapangan, semua sekolah memungut biaya bulanan. Akibatnya, hanya anak orang kaya yang memperoleh pendidikan.
Di pulau Jawa, ada sekitar 80 persen penduduknya hanya tamatan sekolah menengah pertama (SMP). Sedangkan di luar Jawa, kondisinya lebih parah. Delapan puluh persen penduduk hanya tamatan SD.
Kemudian pada tahun 1978, pemerintah menetapkan kebijakan Normalisasi Kehidupan Kampus (NKK). Melalui NKK, pemerintah Orde Baru berhasil mengarahkan mahasiswa hanya pada kegiatan akademik dan menjauhkan mereka dari aktivitas politik karena dinilai dapat membahayakan posisi pemerintah berkuasa.
Pada Orde Baru, Pancasila tidak diimplementasikan secara benar. Meskipun semua orang dari berbagai golongan menyebut dirinya menjalankan Pancasila. Namun tidak untuk para pejabat negara. Mereka tidak menjalankan pancasila secara konsekuen. Dampaknya ada pada pendidikan moral yang buruk, yang menyebabkan suburnya praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme di sendi kehidupan bangsa.
Meskipun cap KKN telah melekat pada gaya pemerintahan Suharto, namun ada sisi positif yang patut dibanggakan selama kepemimpinannya, yakni harga beras yang murah.
Pada tahun 1984, Indonesia berhasil melakukan swasembada pangan dan mendapatkan penghargaan dari Food and Agriculture Organization (FAO) di tahun berikutnya. Produksi beras nasional pada saat itu mencapai angka sekitar 27 juta ton, sementara konsumsi beras dalam negeri masih sedikit di bawah, yaitu sekitar 25 juta ton. Dengan kata lain, masih terdapat surplus sekitar 2 juta ton beras cadangan.
Presiden Soeharto memahami bahwa kurangnya stok beras dapat memicu keresehan sosial. Bagaimanapun beras di Indonesia selalu menjadi barometer tak resmi dari kesejahteraan rakyat. Supaya stabiltas politik tetap terjaga, Presiden Suharto terus menggenjot produksi beras supaya harga beras tetap dapat terbeli oleh rakyat, bahkan yang paling miskin sekalipun.
Presiden Soeharto juga mengeluarkan kebijakan represif terkhusus untuk kalangan warga keturunan Cina yang berlaku sejak tahun 1967. Pemerintah Orde Baru memaksa warga keturunan Tionghoa yang masih memakai nama asli Cina agar menggantinya dengan nama Indonesia. Tujuan penggantian nama itu agar warga peranakan Tionghoa di Indonesia melupakan asal-usulnya. Mereka dianjurkan untuk meninggalkan agama dan adat-istiadat bawaan dari Cina, seperti bahasa, kebudayaan, dan seluruh kebiasaannya, termasuk dalam merayakan tahun baru alias Imlek.
Kapan Presiden Suharto mundur dari jabatanya?
Pada tanggal 21 Mei 1998, Soeharto menyatakan berhenti dari jabatannya sebagai Presiden Republik Indonesia. Presiden Soeharto menyatakan mundur setelah berkuasa selama 32 tahun.
Pidato pengunduran diri Soeharto dibacakan di Istana Merdeka sekitar pukul 09.00 WIB. Dalam pidatonya, Soeharto mengakui bahwa langkah ini dia ambil setelah melihat "perkembangan situasi nasional" dimana rakyat menuntut untuk segera diadakan reformasi di segala bidang, terutama penggantian kepemimpinan nasional. Hal itu yang menjadi alasan utama mundurnya Soeharto.
Post a Comment